10. Gadis Penakut

533 102 8
                                    

Hari demi hari dilewati Raka dengan kesibukan yang semakin membuatnya sesak. Dalam seminggu ini, Raka dan kawan-kawannya telah melewati rangkaian acara yang telah mereka susun sejak jauh-jauh hari. Dari pameran seni rupa di hari pertama, sampai bazaar besar-besaran di hari terakhir event mereka, yaitu hari ini.

Selama acara itu berlangsung, Raka yang memang sudah menjadi orang sibuk dari sananya semakin merasa bahwa jadwalnya sudah benar-benar mencekik. Raka bahkan tidak bisa fokus terhadap hidupnya sendiri. Hidupnya hanya tentang event kampus yang kini sedang berjalan. Untungnya, Raka sedikit banyak masih menikmatinya, setidaknya ini hari terakhir, dan besok mereka sudah menggelar malam puncaknya. Raka hanya harus bertahan sampai besok, semua akan berjalan sesuai apa yang sudah direncanakan.

Sudah jam 9 malam, dan Raka masih berada di sekre BEM, sendirian. Sebenarnya anggota kepanitiaan sudah pulang sejak satu jam yang lalu, tapi Raka malah memilih untuk diam sebentar di tempat yang sudah ia anggap sebagai kos keduanya, dan berakhir ketiduran.

Sebelum tertidur, Raka asik bergulat dengan pikirannya sendiri. Tentang satu minggu ini, tentang hari ini. Semua terasa melelahkan, tapi cukup membuatnya tersenyum bangga. Keraguannya akan kerja tim kepanitiaan tahun ini akhirnya terbalas manis. Sejauh ini, apa yang mereka kerjakan sudah mencapai rencana awal. Walaupun terdapat kesalahan kecil dalam pelaksanaan, semuanya baik-baik saja karena tidak membuat rencana mereka melenceng.

Hal bagus untuk mereka semua.

Hal bagus juga untuk Raka. Sikap kerasnya selama persiapan ternyata ada gunanya juga.

Hanya harus bertahan hingga malam puncak besok, dan semua akan sempurna.

Ngomong-ngomong soal malam puncak besok, Raka jadi teringat sesuatu. Kemarin, lelaki itu sengaja mengirimi Kelana poster acara itu, menanyai gadis itu apakah akan hadir atau tidak, dia bahkan mengajak Kelana untuk berangkat bersama. Jangan tanya kenapa, Raka sendiri tidak mengerti kenapa harus mengirimnya pada gadis itu, mungkin itu hanya refleks yang diberikan tubuhnya saat Isar berbicara tentang Kelana yang sangat menyukai Isyana Sarasvati. Iya, Isyana akan menjadi salah satu guest star mereka di malam puncak, dan Raka merasa harus menghubungi Kelana. Tapi seperti angin lalu, pesan yang Raka kirimkan tak kunjung mendapat respon baik dari gadis itu. Jangankan respon baik, jawaban 'tidak' pun tak didapatnya dari Kelana.

Sebenarnya, sudah sejak kurang lebih seminggu yang lalu Kelana bertingkah tidak seperti biasanya, gadis itu seperti menghindarinya. Memang, sih, mereka tidak pernah dekat sebelumnya, tapi seharusnya Kelana tidak sejudes itu, dia kan bisa bertingkah seperti sebelumnya, menganggap Raka sebagai sahabat Isar, sepupunya. Kemarin-kemarin juga begitu, kan?

Gadis itu jelas menghindarinya, seperti mulai membangun tembok yang sebelumnya tidak pernah ada diantara mereka. Atau mungkin sebenarnya ada, tapi Raka tidak pernah sadar akan keberadaan tembok-tembok itu.

Sejak pembicaraan mereka di telepon, hubungan mereka berubah. Telepon masuk yang membangunkan Raka dari tidurnya jam 2 pagi. Telepon masuk yang sepertinya harus tertuju pada Isar, namun ntah kenapa malah nyasar ke nomer Raka. Telepon yang langsung terhenti sesaat setelah Raka mengeluarkan suaranya. Telepon yang dibuka dengan suara isakan seorang gadis, yang Raka tau jelas siapa pemilik suaranya.

Kelana menangis lagi, dan Raka mendengarnya.

Apa mungkin itu yang membuat Kelana memilih untuk menjauhinya? Karena Raka mendengar tangis Kelana yang seharusnya hanya di dengar oleh Isar? Sebegitu benci kah seorang Kelana jika kesedihannya diketahui orang lain?

CKLEK

"Eh, Ka, ngapain disini?"

Isar yang berdiri di ambang pintu, melihat Raka dengan tatapan heran. Sama halnya dengan Raka, lelaki itu mengerutkan alisnya saat mendapati sahabatnya disini. "Ketiduran tadi, ini baru mau pulang." jawab Raka sambil menggendong tas ranselnya. "Kamu ngapain, Sar?"

BrainwaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang