26. Coklat Panas

328 77 0
                                    

"Lama amat sih!?"

Raka keluar dari kamar mandi, langsung di sambut oleh omelan sebal Isar yang sudah mengalungkan handuk di lehernya. Mereka baru pulang dari penangkaran penyu sekitar lebih dari setengah jam lalu, dan Isar sudah menghabiskan waktu selama itu untuk menunggu kedua temannya mandi. Cakra sih tidak masalah, dalam waktu sepuluh menit juga lelaki itu sudah selesai mandi. Tapi Raka.. ia membutuhkan waktu hampir setengah jam di dalam kamar mandi. Padahal Isar sudah sangat mengantuk!

"Hehehe ada panggilan alam, Sar." Jawab Raka sambil cengengesan. Ekspresi wajahnya benar-benar tak menunjukkan rasa bersalah. Ya karena mau bagaimana lagi, perutnya sangat sakit.

"Gue mau bikin kopi, mau sekalian gak?" Tanya Cakra. Tangannya sudah berada di kenop pintu kamar, ia akan segera menuju dapur untuk membuat kopi. Isar yang tinggal selangkah lagi masuk ke kamar mandi langsung membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Cakra. "Gue mau, Bang!"

"Ka, lo?" Tanya Cakra lagi. Kali ini hanya pada lelaki yang sedang memisahkan baju kotornya.

"RAKA GAK NGOPI KALI BANG, BUATIN AJA SUSU!"

Belum sempat Raka menjawab, suara teriakan Isar kembali terdengar dari dalam kamar mandi. Tapi benar, Raka tidak minum kopi. Tidak usah mengatainya cemen, gak laki, payah, atau apalah semacamnya. Karena sesungguhnya, Raka sudah mencoba untuk meminum minuman berkafein itu, tapi itu malah membuat kesehatannya bermasalah. Pencernaannya tidak bisa menerima kopi.

"Lah, tapi kita kan gak punya susu?"

Raka tersenyum. "Saya ntar minta Lana, Bang."

"Si Lana bawa susu, emang? Bukannya dia alergi susu, ya?"

"Bukan itu, Bang."

Cakra mengerutkan dahi. Ia kebingungan sendiri. Badannya hampir bergidik geli. Ambigu, yang menjadi obrolan mereka ambigu.

Raka yang melihat ekspresi bingung Cakra langsung tergelak. "Maksudnya ntar saya minta dibikinin coklat panas yang Lana bawa dari Bandung, Bang. Kan gak ada susu." Raka makin tergelak memikirkan apa yang Cakra sempat pikirkan tadi. "Mikir apaan sih hahahahaha"

Cakra hanya ber-oh-ria, lalu tergelak keras sambil berlari kecil meninggalkan kamar. Ia menertawakan dirinya sendiri. Kenapa juga otaknya bisa memikirkan hal-hal yang menjurus kesitu, sih?

Raka yang masih tergelak menertawakan Cakra pun memilih untuk membaringkan tubuhnya di kasur. Hari ini cukup melelahkan ternyata, rasanya tubuh Raka mau remuk. Tidak Raka sangka jika bermain juga akan semelelahkan ini.

Ia mengambil ponsel yang berada di sekitar kasur, membuka aplikasi chat. Mencari kolom obrolan dengan seorang gadis yang sudah tak asing lagi baginya.

Raka: Naaaa lagi ngapain?

Sent

Sejak pulang dari Pangumbahan, Raka belum melihat Lana lagi. Gadis itu langsung pergi ke kamarnya, dan mungkin saat ini ia juga masih ada di kamarnya—karena bahkan suaranya tak terdengar dari sini.

Na: Lagi ngeringin rambut, kenapa?

Balas Lana.

Sebenarnya lucu jika menyadari fakta ini, mereka saling mengirim pesan bahkan disaat sedang berada dalam satu bangunan yang sama. Pertanyaan Raka juga sangat aneh, tidak penting sama sekali. Itu seperti pertanyaan basa-basi yang dipakai orang untuk pendekatan. Menggelikan.

Raka: Emang kamu bawa hairdryer?

Sent

Na: Nggak, ini pake anduk

BrainwaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang