Kesepian.
Mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang sedang dirasakannya. Bocah laki-laki itu berumur kira-kira 12 tahun, dia baru akan masuk SMP tahun ini.
Dia mendudukkan dirinya di kolam pasir yang berada di tengah taman komplek, tak ada siapapun selain dirinya di tempat itu. Dia sendiri. Bocah itu merasa asing dengan tempat ini. Dia merasa asing mendapati dirinya ada di tempat ini, walaupun ini sudah lewat beberapa hari setelah kepindahannya kesini.
Dengan keterampilannya, bocah itu membangun sebuah istana pasir yang cukup besar. Membiarkan dirinya sibuk agar rasa sepi itu tak datang lagi. Dia benci merasakan kesepian, tentu, siapa juga yang tidak? Tapi sialnya, sejak kepindahannya ke tempat ini, hampir setiap hari rasa ini menyergap hatinya.
"Raka, ayo pulang dulu, kasép!"
Yang dipanggil hanya diam untuk benerapa saat, sempat merasa berat untuk meninggalkan tempat yang sedari tadi menjadi pelarian untuknya. Pelarian dari rasa sepi, tepatnya.
"Bunda, can't I just going back to grandma's house?"
Jihan- yang Raka panggil Bunda merendahkan sedikit tubuhnya untuk meraih wajah putranya. "Raka, dengerin Bunda ya.."
Mungkin yang mendengar ini akan sedikit kebingungan, bagaimana Raka berbicara bahasa inggris dan Jihan selalu menjawabnya dengan bahasa indonesia. Itu bukan tanpa alasan, dan tentu saja bukan karena Jihan tidak berbahasa inggris. Jihan sangat fasih berbahasa inggris, dirinya bahkan pernah berkuliah di salah satu kota di Inggris. Jadi, bukan itu alasannya.
Jihan ingin membiasakan Raka untuk berbicara bahasa Indonesia.
Raka, bocah itu baru saja datang dari Inggris. Lamanya tinggal disana membuat Raka sangat kaku jika berkomunikasi memakai bahasa indonesia. Sudah sejak umur empat tahun dirinya tinggal bersama nenek dan kakeknya di Kota Manchester, dan selama itu pula Raka menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa sehari-hari.
Raka suka Manchester, tidak, Raka mencintai kota itu. Dengan mengetahui bagaimana rasanya tinggal disana saja, Raka menyukainya. Memang sih, jika melihat survei kota ini mungkin bukan termasuk kota terindah di dunia, ataupun kota yang paling nyaman untuk ditinggali di dunia. Tapi Manchester adalah dunianya, Raka menyukai semua yang ada di dalamnya.
Manchester hanya sangat cocok dengannya. Itu saja.
Raka mempunyai banyak teman disana, dia merasa memiliki ruang gerak yang tak terbatas. Tapi semuanya lenyap saat Bunda memintanya untuk kembali ke kota kelahirannya, Bandung. Raka tidak bisa lagi tinggal disana, kakeknya telah meninggal dunia dua tahun yang lalu, dan neneknya, satu-satunya orang yang menjadi walinya disana meninggal sehari setelah kelulusan Raka dari Primary School.
Raka bukannya tidak menyukai Bandung, Raka suka kok, Bandung adem banget. Hanya saja, lingkungan ini terlalu asing baginya. Ruang geraknya menjadi lebih sempit, Raka juga tidak punya teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brainwave
FanfictionKelana pikir senyuman lebarnya akan menyembuhkan. Tekadnya untuk tetap giat belajar, membangun koneksi baik dengan banyak orang, selalu bertingkah ceria.. Kelana pikir itu semua cukup untuk memperbaiki kerapuhan di dirinya. Menambal sebuah bidang ya...