Pagi-pagi begini, Raka sudah stand by di pos Pak Dadang, menunggu Lana. Hari ini adalah hari minggu, sudah seminggu berlalu. Dengan mudahnya, liburan mereka ke Ujung Genteng telah menjadi bagian dari kemarin. Menjadi bagian dari masa lampau.
Raka sesekali melirik jam di tangannya, sudah jam 7.50. Itu artinya sudah lebih dari setengah jam sejak Lana memintanya menunggu gadis itu mandi dan bersiap-siap.
Padahal Raka sendiri belum mandi, apalagi siap-siap. Ia hanya memakai celana boxer, kaos oblong dan sandal capit. Raka bahkan tidak sempat memanaskan mobilnya dan berakhir meminjam motor Gamma.
Bayangkan saja, saat sedang pulas-pulasnya tidur Bunda tiba-tiba menggedor pintu kamarnya brutal. Menyuruh Raka untuk segera menjemput Lana, tidak tau untuk apa. Saking rusuhnya Bunda menyuruhnya menjemput Lana, ia sampai lupa menanyakan alasan bundanya itu.
Masih pagi loh, bahkan Lana mungkin belum bangun.
Dan benar saja, saat Raka sampai di tempat kos Lana, gadis itu memang belum bangun. Lana tidak membalas pesan Raka yang meminta gadis itu untuk segera bersiap-siap selama Raka di perjalanan. Di telepon pun susah. Jadilah Raka harus menggunakan segenap kesabarannya untuk mengetuk pintu kamar Lana selama beberapa menit hingga gadis itu bangun dan membukakan pintu.
"A Raka, sok, di minum heula." (Silahkan di minum dulu) Pak Dadang menghamipirinya dan menaruh secangkir teh di hadapan Raka, juga secangkir kopi di hadapan pria itu.
"Meni repot Pak, da moal lami." (Repot banget Pak, lagian gak akan lama) Ucap Raka tidak enak. Sudah mengganggu pekerjaannya pagi-pagi, sekarang Raka malah dibuatkan minuman hangat. Kan makin merepotkan. "Teu kunanaon ah, sok di leeut." (Gak apa-apa, silahkan di nikmati)
"Hehehe nuhun, Pak." Jawab Raka yang akhirnya memilih untuk meminum teh hangat pemberian Pak Dadang. Lagipula tubuh Raka terasa sangat dingin. Udara pagi ini saja sudah sangat dingin, belum lagi Raka tidak memakai jaket yang sepertinya akan memperburuk keadaan.
"Eh, disini lo, Ka?"
Sebuah suara nyaring terdengar dari arah deretan kamar kos. Sebuah suara yang di kenal baik olehnya. "Mau kemana Ya, pagi-pagi?"
"Lo yang ngapain pagi-pagi kesini?" tanya Kayara dengan tampang ketusnya.
"Malah nanya balik!"
"A Raka teh mau jemput Neng Lana, Neng." Jelas Pak Dadang.
Kayara hanya tergelak, menertawakan Raka. Sebenarnya tanpa diberitahu pun Kayara sudah tau apa tujuan Raka ada di kosannya sepagi ini, ya apakah ada hal lain selain Lana? Bahkan siapapun yang mengetahui kedekatan mereka akan dengan mudah menebak. Tapi omongan polos Pak Dadang yang terkesan membocorkan rahasia Raka membuat semuanya lucu di mata Kayara.
Gadis itu sesekali mengecek ponselnya, mengetikkan beberapa kata, lalu kembali mematikannya.
"Neng Aya nunggu A Isar?" tanya Pak Dadang, yang langsung dijawab dengan gelengan pelan oleh gadis itu. "Aya nunggu gojek Pak, Isar mah jam segini masih tidur."
Bohong, cibir Raka dalam hati.
Biasanya, Isar akan rela terbangun sepagi apapun hanya untuk mengantarkan Kayara, bahkan jika saat malamnya ia bergadang, bermain PS bersama Cakra dan Raka. Isar akan sesigap itu jika mengenai Kayara, akan seheboh itu jika ada yang terjadi dengan Kayara.
Jadi apa yang dikatakan gadis itu jelas kebohongan. Alasannya pasti karena mereka putus, kan?
Ah, kenapa Raka jadi kepo begini, sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Brainwave
FanfictionKelana pikir senyuman lebarnya akan menyembuhkan. Tekadnya untuk tetap giat belajar, membangun koneksi baik dengan banyak orang, selalu bertingkah ceria.. Kelana pikir itu semua cukup untuk memperbaiki kerapuhan di dirinya. Menambal sebuah bidang ya...