Raka mengedarkan pandangannya ke segala sudut ruangan luas penuh cahaya ini. Tempat yang begitu asing bagi dirinya. Ini kali pertamanya berada disini. Kalian boleh menyebut Raka udik, atau apalah itu, karena bahkan Lana mengatakan hal yang sama.
"Aa payah, timezone loh ini, timezone! Masa gak pernah sama sekali, sih?"
Dan ya, Raka tidak mengatakan hal omong kosong, ini benar-benar kali pertamanya berada disini. Tau sendiri kan, dari ia tinggal di Manchester sampai pindah ke Bandung hingga saat ini, Raka lebih tertarik menghabiskan waktunya untuk bermain lego dan membaca buku di rumah. Meskipun ia keluar untuk bermain, tapi bisa di itung oleh satu jari, dan bukan ke tempat seperti ini.
Di tempat ini, banyak anak-anak berlalu lalang bersama orang tuanya, menjelajahi satu persatu mesin permainan yang tersedia. Terdapat anak sekolahan yang sedang mengantri di depan mesin pump. Tak sedikit juga muda-mudi seusianya yang datang hanya untuk bersua foto di photobox—bersama teman atau pacarnya.
Lana menarik tangan Raka, membawanya pada counter isi ulang kartu timezone. Seingat Lana, di kartunya hanya tersisa saldo sebanyak 2.400, tidak cukup jika di pakai bermain. Jikapun cukup, tidak akan dapat banyak.
Gadis itu mengeluarkan dompet dari sling bag-nya, mengambil 2 lembaran 50.000 dan memberikannya pada Mbak penjaga counter bersamaan dengan kartunya untuk di top-up. "Semua ya, Mbak."
"Karena ini kali pertama Aa kesini, karena aku lagi baik hari ini dan papaku baru kasih uang, jadi aku traktir yang banyak!" Seru gadis itu dengan semangat.
Mbak penjaga counter memberikan kembali kartu yang sudah saldonya sudah di top-up pada Lana. "Makasih ya, Mbak."
"Ayok, A!" Seru Lana lagi pada Raka dengan penuh semangat. Raka lagi-lagi heran, mood Lana itu benar-benar dapat berubah secepat ini, ya? Beberapa saat yang lalu, gadis itu dikuasai oleh pikiran negatifnya yang juga disebabkan oleh sikap Raka. Tapi lihatlah saat ini, Lana kembali ceria, ia terlihat sangat bersemangat.
"Kalo aku suka banget main itu!" Lana menunjuk sebuah mesin dengan beberapa lubang yang berputar. Di samping lubang-lubang itu terdapat angka-angka yang akan menentukan berapa tiket yang akan di dapatkan oleh si pemain. Cara bermainnya mudah, tinggal menekan tombol berwarna merah di tengah mesin untuk membuat bola terjatuh dan memasuki salah satu lubang berangka yang berputar di bawahnya.
Raka mengernyitkan dahinya, tidak yakin jika bermain di tempat ini bisa semenyanangkan itu. Apalagi memainkan permainan yang Lana tunjukkan tadi. Sepertinya itu bukan gayanya.
"Kalo anak-anak cowok biasanya main basket, tuh!" Gadis itu menunjuk mesin arcade basket yang sedang di mainkam oleh dua orang siswa SMA. Ini sudah lewat jam 6 sore, kenapa anak sekolah masih berkeliaran di mall—mengenakan seragam pula. Bukankah sebaiknya mereka belajar di rumah? Membaca buku sepertinya lebih baik bagi mereka. Ah, tapi mereka bukanlah Raka.
Raka melirik lagi sekitarnya, apakah Raka benar-benar harus menghabiskan waktu di tempat ini? Seperti bersenang-senang?
Yang benar saja!
🍪🍪🍪🍪🍪
Raka membungkukkan tubuhnya, memperhatikan angka yang sedang berputar dalam mesin di hadapannya. Matanya tak lepas dari tulisan jackpot yang ada di antara angka-angka itu. Tangannya sudah bersiap-siap untuk menekan tombol merah. Ia akan memastikan jika bolanya akan kembali masuk ke dalam lubang berlabel jackpot.
Sudah lebih dari setengah jam Raka menghabiskan waktunya di depan mesin ini, dengan Lana yang rela berjongkok lama unruk merapikam tiket-tiket yang keluar dari mesin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brainwave
FanfictionKelana pikir senyuman lebarnya akan menyembuhkan. Tekadnya untuk tetap giat belajar, membangun koneksi baik dengan banyak orang, selalu bertingkah ceria.. Kelana pikir itu semua cukup untuk memperbaiki kerapuhan di dirinya. Menambal sebuah bidang ya...