36. Jika

351 71 10
                                    

If a man could be two places at one time,
I'd be with you.
Tomorrow and today, beside you all the way.

— 1971
If,
by Bread

Senja petang itu, Raka ditemani oleh Lana. Tidak—tepatnya, Raka di paksa oleh Lana agar menemani gadis itu melihat senja yang katanya sudah lama tak dapat ia lihat—didalam mobil yang terparkir di daerah dataran tinggi Bandung, berdua.

Raka sesekali melirik wajah gadis itu, masih sama, masih dipenuhi senyum riang.

Setelah tangisan Kayara beberapa tahun lalu, Raka tidak pernah menyukai senja lagi.

Senja terasa kelabu bagi Raka.

Tidak indah, hanya mengisahkan kelam.

Ya, begitulah pikir Raka sebelum bertemu dengan gadis yang sedang duduk di sampingnya, mengarahkan ponsel pada warna jingga yang sebentar lagi akan menggelap. Kelana, lagi-lagi gadis itu tersenyum di sela kegiatan memotretnya. Manis, cukup membuat Raka tertular senyumnya.

"Kenapa ngeliatin?" Tanya Lana heran, dengan tangan yang masih mengarahkan ponselnya pada Si Jingga.

Raka hanya dapat menggeleng ringan, lalu mempersilahkan Lana kembali dengan kegiatannya. Hanya dengan melihat Lana dengan kesenangannya sendiri bahkan dapat membuat Raka jatuh cinta untuk kesekian kali.

"Yes! Fotonya bagus!" Serunya riang. Kini Lana sudah menurunkan ponselnya—tak lagi mengarah pada senja, namun dibiarkan berada di pangkuannya. Matanya tidak lepas dari benda persegi panjang itu, memilah gambar yang baru saja ia potret, mencari yang terbaik.

Gadis itu kembali merasa terganggu, ia kembali menoleh ke arah Raka, menatapnya sengit.

"Apa? Kenapa lagi?" Tanya Raka kaget. Bagaimana tidak? Gadis itu tiba-tiba saja memalingkan perhatiannya dari ponselnya, dan langsung menatap Raka tajam. Ada apa lagi, sih?

"Jangan liatin aku!" Omelnya sebal. "Tuh senja tuh, liat, indah banget! Aku gak usah diliatin ih, jelek!" Lana mendorong pipi Raka agar menatap ke depan, sengaja agar lelaki itu memalingkan pandangannya dari Lana, tapi nihil.

Yang ingin Raka lihat saat ini hanyalah Lana.

Senjanya,

bukan senja semua orang—langit berwarna jingga di atas sana.

Dalam beberapa menit, Raka dapat kembali leluasa memandang sang senja. Kelana, gadis itu sudah kembali tenggelam dengan ponselnya, menyunting hasil potretannya dengan berbagai filter agar terlihat lebih cantik. Ia sudah tidak peduli kemana Raka memandang, apakah lelaki itu masih memandanginya atau tidak, ia tidak peduli. Gadis itu benar-benar tenggelam dengan kesibukannya bersama hasil potretannya.

"Udah puas, liat senjanya?"

Lana mengangguk dengan semangat. "Untuk hari ini, iya!"

"Aa udah puas liatin akunya?"

Raka terkekeh saat mendengar pertanyaan Lana yang menurutnya sangat polos.

Tidak, lah!

Bagaimana mungkin Raka bisa puas memandangi wajah Lana jika wajah gadis itu semakin di pandang malah membuatnya ingin terus memandang? Ah, rumit sekali!

"Kalo belum puas, gimana?"

"Yaudah liatin aja, sampe puas." Jawabnya enteng.

"Kalo gak akan pernah puas?"

BrainwaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang