Mata Lana mengernyit beberapa kali saat mendapati cahaya masuk dari celah jendela kamarnya yang sebagian masih tertutup gorden. Ia mengucek mata tak nyaman. Cahaya itu telah mengganggu tidurnya. Lana menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Butuh beberapa saat bagi Lana hingga matanya benar-benar terbuka dengan sempurna.
Lana masih mengantuk, tapi cahaya itu benar-benar mengganggu. Kenapa sih, semesta seperti tak pernah memberi Lana izin untuk bermalas-malasan?
"Na.. bangun sayang, udah siang."
Suara lembut seorang wanita mulai menerobos gendang telinganya. Suara yang Lana rindukan, suara yang selalu menjadi favoritnya. Suara itu berasal dari seorang wanita yang sedang membuka gorden kamar Lana, ia membiarkan cahaya masuk lebih banyak ke kamar gadis itu.
"Bangun sayang, ayo sarapan dulu.. Mama udah masakin sayur katuk buat Lana. Katanya kemarin Lana panas dalem?"
Sang pemilik suara mendekati Lana, mengusap surai kecoklatannya lembut. Jika seperti ini, Lana akan semakin susah bangun. Perlakuan wanita ini malah semakin membuat Lana nyaman di tempat tidurnya. Hingga Lana merasakan tangannya di tarik paksa, tapi tetap pelan. Punggungnya diarahkan ke kepala tempat tidurnya untuk menyandar. "Duduk dulu. Lana mah kebiasaan ah, kalo dibangunin téh!"
Lana sudah duduk dengan sempurna, kini matanya teralihkan pada sosok wanita di hadapannya. "I-ini.. ini beneran Mama?"
Wanita itu mengangguk, membuat Lana langsung menghambur ke pelukannya. Memeluk orang yang baru saja ia sebut Mama dengan erat, sekencang-kencangnya, seperti tidak mengizinkan orang itu pergi kemana-mana lagi.
"Lana gak tau kenapa jadi sering ketemu Mama akhir-akhir ini.. tapi Lana seneng!" Lana mengeratkan pelukannya. "Mama bakal tetep disini kan? Sama Lana?"
Mama terdiam, raut wajahnya terlihat mengambang. Daripada mengiyakan atau menolak apa yang baru saja Lana tanyakan, Mama malah menarik pelan tangan Lana, membawa Lana ke bawah—tepatnya ke meja makan.
"Ma, kita kenapa ada disini?" Tanya Lana sambil terus menuruni tangga. Matanya ia edarkan ke segala penjuru ruangan, menelisik bangunan tempatnya berada saat ini.
"Kamu kok ngomongnya gitu, sih? Ini kan rumah kita, sayang."
Ya.. iya. Lana pun tau jika ini adalah rumah keluarganya. Tapi seingat Lana, ia sudah tidak pernah menginjakkan kaki kesini untuk waktu yang lama. Ntah kenapa, mungkin karena mereka sudah pindah ke rumah di daerah lain? Lana tidak yakin. Tapi Lana lebih tidak yakin dengan apa yang terjadi saat ini. Mengapa dirinya ada disini?
"Lana kayaknya udah lama banget gak kesini deh, Ma."
"Ya kamu kan di kos, Na.."
Mama menyiukkan sayur katuk ke piring milik Lana yang sudah terisi nasi. "Di makan sayurnya."
Lana mengangguk, menuruti perintah Mamanya. Ia langsung memakan apa yang sudah Mama tuangkan ke piringnya. Enak, membuat Lana semakin rindu.
Gadis itu sesekali mencuri pandangannya ke arah Mamanya, bingung. Lana merindukan Mama, Lana ingin bertemu Mama, tapi kenapa saat sudah dipertemukan rasanya malah mengambang? Tidak ada rasa menggebu yang Lana rasakan seperti setiap saat ia merindukan Mamanya. Rasanya tidak nyata.
"Eh, Mama mau kemana? Kenapa udah rapi banget?" Tanyanya saat mendapati jika sang Ibu sudah berdandan rapi. Mamanya terlihat sangat anggun dengan balutan baju berwarna serba putih, Papa pasti akan terpesona melihat Mama.
Ah iya, Papanya kemana, ya? Apa sudah berangkat kerja?
"Mama mau ngajak pergi Isar."
"Isar? Kaisar sepupu Lana? Anaknya Wa Radit? Mama mau kemana ih, Lana ikut yaaa?" Tanya Lana bertubi-tubi, membuat Mamanya mengusap kepala Lana gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brainwave
FanfictionKelana pikir senyuman lebarnya akan menyembuhkan. Tekadnya untuk tetap giat belajar, membangun koneksi baik dengan banyak orang, selalu bertingkah ceria.. Kelana pikir itu semua cukup untuk memperbaiki kerapuhan di dirinya. Menambal sebuah bidang ya...