16. Tentang Hubungan Manusia

580 85 17
                                    

Sejak kecil hingga sekarang, Raka selalu mempunyai hobi dengan alasan yang spesifik.

Saat berumur 3 tahun, lelaki itu memilih lego sebagai hobinya. Raka senang membongkar pasang lego—dengan aturannya sendiri, tentunya. Raka kecil tidak suka mengikuti contoh bentuk yang sudah diberikan oleh produk lego tersebut, dia lebih memilih membuat bangunannya sendiri. Raka bilang, dia tidak ingin mengikuti apapun yang telah dibuat orang lain. Dia ingin menciptakan miliknya sendiri. Alasan yang cukup berat jika diucapkan oleh anak umur 3 tahun.

Tahun demi tahun dilewati, sampai tidak terasa usianya telah menginjak 10 tahun. Raka masih menyukai lego, dia tidak pernah menyukai apapun selain mainan itu. Walau terkadang Raka pergi keluar dengan teman-temannya untuk bermain bola sepak, softball, bahkan bermain basket, tapi lego seperti punya tempat tersendiri dalam dirinya. Lego memiliki arti lebih.

"Because everytime I build this lego, I feel that one day it will be the weapon which I can use to change the world." Jawab Raka kecil saat nenek dan kakeknya bertanya tentang alasannya bermain lego setiap saat.

Raka memang berbeda, neneknya selalu bilang jika anak itu istimewa. Umurnya 10 tahun, tapi otaknya sudah memikirkan tentang bagaimana dia akan mengubah dunia. Terlalu kritis.

Saat memasuki sekolah menengah dan terpaksa pindah ke Bandung, hobi Raka berubah untuk pertama kalinya.

Raka merasa dia bukanlah anak kecil lagi. Mimpinya masih sama, dia masih ingin mengubah dunia, dan sampai kapanpun mimpinya akan tetap begitu. Tapi tidak lagi dengan lego. Tidak dengan membongkar pasang mainan berbahan dasar plastik. He once read a quotes by Nelson Mandela—Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.

Dan sejak saat itu, kutipan itu menjadi dasar dari perubahan hobinya. Raka mulai menjadikan buku sebagai sarana untuk menjalani hobi barunya.

Menurutnya, buku adalah gudang ilmu, dan edukasi bukan hanya tentang pelajaran di sekolah. Raka yang baru memasuki dunia sekolah menengah pertamanya menjadi Raka yang hobi membaca buku. Buku apapun, asal bisa menambah pengetahuannya. Setelah selesai membaca, biasanya Raka akan langsung mengkaji buku itu bersama ayahnya. Berdebat untuk mempertahankan pendapat masing-masing, atau saling memuji saat pendapat yang dikemukakan sejalan dengan pemikiran satu sama lain. Tidak heran bukan, jika Raka dan ayahnya sering berbebat sampai saat ini? Karena mereka telah memulainya semenjak bertahun-tahun yang lalu.

Hobi membaca juga membuatnya mengoleksi berbagai macam buku. Makanya, di kamar kos Raka terdapat sebuah rak besar berisikan macam-macam buku dengan berbagai genre. Di kamar rumahnya pun ada satu rak penuh lagi berisikan berbagai macam buku yang sebagian besar dari mereka sudah ia baca tuntas.

Raka bahkan bercita-cita untuk mengoleksi bukunya hingga suatu saat bisa dijadikan perpuskaan di rumah masa depannya—untuk bahan bacaan anak-anaknya kelak.

Raka pikir dia hanya mempunyai satu hobi hingga saat ini, Raka pikir membaca adalah satu-satunya.

Tapi ternyata tidak.

Mata Raka fokus ke jalanan dengan kedua tangan menggenggam kemudi. Pandangannya sekali-kali teralihkan pada seorang gadis yang tak henti tersenyum lebar di bangku sebelahnya. Senyum yang ntah sejak kapan terasa sangat menyejukkan bagi Raka.

Melihat senyum gadis itu.. membuat Raka menyadari bahwa hobinya telah bertambah. Tidak hanya membaca buku.

Tapi anehnya, Raka tidak dapat menemukan alasan spesifik mengapa ia mulai menyukai hal ini.

Raka hanya suka melihat Kelana tersenyum—manis, teduh. Dia bahkan berharap akan selalu melihat lengkungan sabit di bibir gadis itu. Agar hobinya selalu bisa ia kerjakan.

BrainwaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang