Bagian 14•A

119K 8.9K 289
                                    

Happy reading
Vote dan komentarnya ya 😊
••


Fara sangat malas untuk berangkat ke sekolah hari ini. Ia belum siap bertemu dengan seseorang yang harus ia hindari. Rasanya ia ingin bolos sekolah selama beberapa hari, agar tak bertemu dengan Aga.

Aga menjadi satu-satunya orang yang harus Fara hindari jika di sekolah. Rasanya Fara belum siap baper terlalu jauh oleh Aga. Mungkin jika ia dan Aga tak bertatap muka dalam waktu yang cukup lama, semua perasaan tabu antara Fara dan Aga bisa dijawab dengan mudah.

Omongan frontal Fara saat ditelfon juga masih terngiang-ngiang di kepalanya. Ia tidak menyangka jika berani mengatakan hal demikian.
Seharusnya Fara berbicara baik-baik, tidak langsung mengarah ke inti masalah, yang justru membuatnya terlihat terlalu percaya diri.

"Bunda, minta uang saku, tambahi ya bun buat naik gojek," pinta Fara pada Siska yang tengah beres-beres rumah. Siska, bunda Fara menghentikan pekerjaannya sejenak.
Wanita paruh baya itu menatap sosok anak gadisnya dengan muka sebal tertekuk dengan jelas.

"Aduh Far, cepetan cari pacar dong, bunda udah rugi banyak ini kalau kamu kelamaan jomblo, cari pacar yang bisa antar-jemput kamu biar lebih irit. Kamu mau bunda gak bisa ke salon lagi? Nanti kalau ayah kamu selingkuh gara-gara bunda jadi jelek, kamu yang tanggung jawab! Nih bunda jelasin ya, kalau kamu punya pacar, untung bunda lebih gede. Uang dari ayah yang harusnya buat kamu, bisa bunda potong buat biaya salon, kan lumayan. Nah ini, bunda mau korupsi dari mana coba? Kalau kamu minta uang buat naik gojek juga," keluh Siska panjang lebar.

Kebiasaan ibu-ibu, gak kenal waktu. Masih pagi aja sudah ngoceh sebegitu panjangnya. Ini baru sama Fara, entar kalau udah keluar rumah langsung ngoceh sama tetangga, alamat sampai maghrib gak pulang-pulang saking asyiknya ngrumpi.

Fara mencebikkan bibirnya kesal, dimana-mana emak-emak itu emang perhitungan, tapi yang paling perhitungan itu emaknya si Fara. Dari Fara kecil, sampai segede sekarang, sifat perhitungan bundanya tidak pernah berkurang, malah justru semakin kronis.

"Ya elah bun, sama anak sendiri kayak gini. Yaudah kalau bunda gak mau ngasih, Fara minta sama ayah aja atau bang Elang."

"Ehh jangan, jabatan bunda di rumah ini adalah bendahara, tahu kan tugas bendahara itu apa? Kalau kamu minta langsung ke ayah, yang ada bunda disleding karena ketahuan sering nguntit uang jajan kamu buat poles wajah."

"Iya bun iya, iya udah mana uangnya bun, udah telat nih Fara."

Siska segera merogoh saku daster rumahan yang ia kenakan, lantas memberi Fara selembar uang dua puluh ribuan. Fara langsung menerima uang pemberian Siska. Sebelum melenggang pergi, seperti biasa Fara mencium punggung tangan Siska.

"Fara berangkat sekolah dulu yah bun," pamit nya melenggang pergi.

"Sambil nyelam minum air Far, sambil belajar sekalian cariin mantu idaman buat bunda yang masa depannya cerah, baik, syukur ganteng. Kalau gak ganteng ya gak papa sih, mengingat kamu aja gak cantik," ujar Siska menahan senyum sementara Fara mendengkus sebal.

Fara berjalan cepat, wajah kusutnya semakin tertekuk karena sebal. Suara hentakkan kakinya terdengar jelas oleh Siska. Tak ambil pusing dengan putrinya yang sepertinya tengah marah padanya, Siska kembali melanjutkan pekerjaan rumah yang belum sempat ia selesaikan.

"Aga!" panggil Fara tak percaya karena Aga sudah nangkring di atas motor yang terparkir di halaman rumah Fara. Aga dengan jaket merah dan rambutnya yang dibuat jabrik tersenyum ke arah Fara sembari mengunyah permen karetnya.

"Selamat pagi Fara kesayangannya Aga," sapa Aga ramah yang sukses membuat pipi Fara bersemu merah menahan malu dan baper tingkat dewa. Disapa mantan dipagi hari dengan senyum yang uhhh rasanya nano-nano, apalagi si mantan yang masih disayang.

"Lo ngapain di sini Ga? Masih pagi juga."

"Jemput lo lah, sebagai calon pacar yang baik gue mau mastiin calon masa depan gue aman dari godaan jomblowan. Sekalian gue buktiin betapa seriusnya gue, bertanggung jawab, dan patut berjuang sama lo. Gak mungkin kan? Kalau berjuang sendirian," sahut Aga tanpa beban.

Fara menggigit bibirnya kuat-kuat. Semakin lama tingkat kebaperannya semakin sulit dibendung.

"Tapi lo gak perlu jemput gue segala. Gue bisa berangkat sendiri kali Ga."

Fara terlihat semakin gugup, kini kedua tangannya sudah keramas rok yang ia kenakan. Berusaha menetralkan rasa gugup yang ada. Ia tak mau terlihat gugup seperti ini di depan Aga.

"Iya kesayangan, tapi kalau gue yang jemput, lebih aman, biar jadi kebiasaan juga, jadi entar kalau kita udah balikan jadi biasa, gak canggung. Anggap aja ini pedekate kedua gue."

"Aga bisa aja," Fara mengacak rambut jabrik Aga.

Tangan kanan Aga terulur untuk membantu Fara menaiki motor merah yang akan ia kendarai.

"Gue bisa naik sendiri tanpa di bantu," tolak Fara.

"Biar tambah so sweet Fara," sahut Aga cengengesan.

Selama perjalanan, hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Gak ada pembicaraan apapun, yang terdengar hanyalah suara deru mesin motor yang dikendarai Aga.

Baik Aga maupun Fara sibuk dengan pikirannya masing-masing. Dan entah siapa yang memulai, antara Aga dan Fara terasa begitu kikuk. Dalam benak mereka masing-masing ada keinginan untuk berceloteh membuang bosan dan pemecah keheningan, namun entahlah kenapa Aga dan Fara sama-sama enggan untuk memulai membuka kata.

Terlalu takut untuk sekedar menanyakan kabar, mungkin ini yang namanya gengsi yang tertahan, menolak untuk bicara meski hati hendak bersuara.
Selama perjalanan dari rumah Fara sampai tiba di sekolah, benar-benar tak ada percakapan apapun.

Fara turun dari boncengan motor Aga, begitu motor yang Aga kendarai berhenti dengan sempurna di parkiran motor khusus siswa. Tanpa sepatah kata pun, Fara melenggang pergi meninggalkan Aga.

"Fara!" panggil Aga menghentikan langkah Fara.
Fara memutar tubuhnya, menatap kembali ke arah Aga.
"Iya Aga, ada apa?" tanya Fara tanpa beban. Kenapa rasanya lidah Fara sulit sekali berucap.

"Ke kelasnya barengan aja gimana? Mau?" tawar Aga lembut, menatap ke arah lain karena tak sanggup menatap Fara.

Aga menunggu dengan harap cemas, takut Fara menolak ajakannya itu. Gengsi dong, pokoknya Aga lantang di tolak.

"Hm boleh," sahut Fara mengulas senyum.
Tak hanya Fara, Aga ikut tersenyum lantas menghampiri Fara.

"Jari kamu bagus, lebih bagus lagi kalau ada jari-jari aku yang di sela jari kamu, kayak gini" ucap Aga menunjukkan jemarinya dan jemari Fara saling bertautan satu sama lain.

Tbc
Sampai jumpa hari Senin

**
Tbc

MANTAN [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang