Bagian 22

107K 8K 384
                                    

Aga terkekeh pelan saat menyadari Fara sudah tidak ada di hadapannya saat ini. Disaat ia tengah mengkhayal terlalu jauh perihal kehidupannya dengan Fara dimasa yang akan mendatang, Fara justru dengan usilnya meninggalkan Aga dengan khayalannya.

Aga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia malah salah tingkah sendiri.
"Fara, awas ya! Besok di sekolah gue balas" teriak Aga di depan gerbang rumah Fara yang sudah tertutup. Bahkan Aga juga tidak sadar jika gerbangnya sudah tertutup. Saking seriusnya mengkhayal membuat Aga tidak tahu apapun.

"Gue tunggu!" sahut Fara dari dalam diiringi gelak tawa yang terdengar menggelikan di telinga Aga.

"Lanjutin aja ngayalnya, Ga! Gratis kok, gak dipungut biaya apapun" lanjut Fara masih dengan tawa yang mengikuti ucapannya.
Aga menggeram pelan.

"Sekarang gue ngayal dulu gak papa, entar kalau udah saatnya tuh khayalan gue bakal jadi kenyataan. Siap-siap aja Far, gue bakal nikahin Lo, kita hidup bahagia bersama anak-anak kita sesuai apa yang gue khayalin bahkan lebih dari itu" sahut Aga dengan suara lantang.

"Krim krik" bukan suara jangkrik sungguhan karena itu jelas suara Fara yang tengah meledek Aga.
Diledek oleh Fara tidak lantas membuat Aga kesal atau marah. Aga justru terkekeh geli.

"Keluar Lo, kita belum selesai ngomong!" Aga menggedor-gedor pintu gerbang setinggi dua meter yang bercat hitam itu.
Selang beberapa detik, terdengar suara pintu gerbang yang akan dibuka dan Fara menyembulkan kepalanya.

"Apaan lagi?" tanya Fara malas.

Aga mengulurkan tangannya.
"Tadi gue lihat di sana ada kakek-kakek jualan nasi goreng, kasihan tahu Far. Dagangannya kurang laris, gimana kalau kita beli berdua di sana? Itung-itung bantu kakek itu" tawar Aga dengan suara lembut.

Gelak tawa Fara terdengar nyaring. Pukulan pelan Fara mendarat di perut Aga yang hanya dibalut kaus lengan pendek karena jaket parka yang ia kenakan sudah membungkus tubuh Fara.

"Basi banget tahu Ga, bilang aja mau ngajak makan susah amat pake acara bantu kakek-kakek" ejek Fara.
Aga tersenyum saat akal bulusnya diketahui oleh Fara. Telapak tangan kanannya mendarat di pucuk kepala Fara, mengusap lembut kepala Fara.

"Gimana? Mau nggak? Kalau nggak juga gak papa, udah biasa ditolak sama Fara. Biar pun ditolak, bang Aga pantang menyerah"

"Tapi bayarin" pinta Fara memasang wajah memohon yang sangat menggemaskan.

"Jelas dong, apalagi nanti kalau udah jadi istri gue. Semua kebutuhan Lo gue yang nanggung. Gue bakal kerja banting tulang biar Lo bisa beli apapun yang Lo mau. Pokoknya kalau Lo pilih gue jadi suami Lo, masa depan Lo terjamin. Lo bakal jadi istri dan ibu yang paling bahagia di dunia ini dengan menyandang gelar nyonya Aga  "

Fara meraupkan tangan kosong ke wajah Aga.
"Lo mirip orang lagi kampanye tahu nggak? Udah lah jangan ngayal mulu, katanya mau ngajak makan nasi goreng" sinis Fara.

Aga mengangguk, tangannya meraih tangan Fara untuk ia genggam dengan erat.
"Jalan kaki aja ya, deket kok. Nanti kalau capek, punggung gue siap buat gendong lo. Sekarang gendongnya di punggung, kalau udah nikah malam pertama baru gendong ala bridal style ke kamarnya"
Fara gemas sendiri dengan Aga yang sedari tadi mengkhayal yang tidak-tidak. Namun inilah yang membuat Fara bisa tersenyum melupakan semua masalah yang ada.

Keduanya berjalan beriringan menyusuri jalanan komplek perumahan yang lumayan sepi, hanya beberapa kendaraan yang terlihat berlalu lalang. Tangan Aga tak sedetik pun lepas dari tangan Fara, malah genggamannya semakin erat saja.
Sepanjang perjalanan, Fara hanya bisa mengatur dirinya untuk tidak bereaksi terlalu berlebihan. Ia harus bisa bersikap biasa dan melupakan perasaannya pada Aga.

MANTAN [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang