Bagian 25

105K 7.2K 171
                                    

Hujan yang turun sedari pagi masih juga belum reda sampai sekarang. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Waktu dimana pelajaran telah usai dan saatnya pulang bagi seluruh siswa ke rumah masing-masing.

Aga, Fara, Ricky dan Bayu masih berdiri di koridor berjejeran laksana sebuah patung pajangan yang ditata sedemikian rupa. Mereka berempat kompak menatap ke arah lapangan basket yang dipenuhi genangan air dimana-mana. Wajar saja jika air sampai menggenang hampir seluruh lapangan persis seperti banjir, hujan sedari tadi pagi tak kunjung berhenti malah berangsur deras, hingga tak menunjukan akan datangnya reda.

"Far, Lo mau ikut pulang gak? Lena mau minya dijemput kakaknya pake mobil" celetuk Putri yang tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Fara, menepuk pelan bahu Fara.
Kaget, tentu saja. Fara yang tengah melamun terlonjak kaget.

"Ngagetin aja Lo put" Fara mengusap pelan dadanya.
Aga yang berdiri di samping Fara, menoleh.

"Fara kaget, ya? Mau dibantu ngusap dadanya?" Ujar Aga bermaksud bercanda saja.

"Sialan Lo, enak di Lo kalau bantu ngusap" cerca Fara. Aga terkekeh geli, ia sangat menyukai saat Fara kesal dengan ucapannya. Wajah ayu Fara semakin terlihat ayu dengan rasa kesal yang menyelimuti.

"Solid lah Len, masa Fara doang yang diajak. Ini kita para cowok keren masa ditinggalin bertiga di sini, nanti kalau ada petir siapa yang bakal gue peluk? Mending kita berenam di sini aja dulu" celetuk Ricky saat Putri baru saja keluar dari kelas dengan tas punggung yang sudah menempel di punggungnya.

"Geser dikit Rick!" Putri mendorong bahu Ricky agar sedikit menjauh, memberinya ruang untuk berdiri berjejeran seperti yang sudah dilakukan kelima sahabatnya.

"Bilang aja Lo modus, pengin dijepit diantara dua cowok keren kayak gue sama Bayu" cerca Ricky. Pasalnya Putri mengambil tempat diantara Ricky dan Bayu, padahal di samping Lena juga masih bisa.

"Modus Lo, Put! Bilang aja sama gue. Lo minta peluk juga bakal gue peluk kok. Santai aja, gue sahabat terbaik Lo" Ricky merangkul kan tangan dibahu Putri dengan santai.

"Rick! Lepasin tangan lo dari bahu Putri, persahabatan yang kayak gitu bisa memunculkan perasaan dan harapan lebih tanpa kita sadari, kita sahabatannya sewajarnya saja, jangan berlebihan kayak gitu" titah Aga yang sudah paham dengan persahabatan yang melibatkan perasaan.

Dimana dalam kata persahabatan itu seolah tidak ada batas, bertindak seolah mereka sahabat yang tidak akan mengundang perasaan saat kita memperlakukan dengan lebih. Tapi, siapa yang tahu soal hati? Perhatian dari sahabat saja mampu mengundang perasaan lebih hingga lupa kalau kita cuma sahabat, enggak lebih.

Kalau sudah kayak gitu mau nyalahin siapa?
Emang salah sendiri, udah tahu dirinya siapa? Masih saja meminta lebih.

Ricky menjauhkan tangannya dari bahu Putri dengan canggung.

Hening.
Hanya suara rintik hujan dan beberapa suara gemuruh yang memecah keheningan diantara mereka berenam. Suasana sekolah semakin sepi, satu per satu siswa sudah pulang. Ada yang dijemput, ada yang memang sudah membawa mobil sendiri, dan kebanyakan dari mereka menerobos hujan. Tidak peduli dengan serangan dan buku mereka yang basah.

"Dulu waktu gue kecil, gue sering main kalau hujan. Cuma pakai sempak putih kayak tuyul terus lari-lari kecipak kecipuk di atas rumput sendirian" suara Aga membuat semuanya menatap ke arah Aga dengan menahan senyumnya.
Pandangan Aga yang menatap ke arah depan dengan tangan terulur menengadah, membiarkan air hujan dari genting jatuh ke telapak tangannya b

"Gak beda jauh sama gue, gue juga gitu dulu sama bang Elang. Kita hujan-hujanan sambil main bola terus entar pulangnya dimarahin sama bunda" ujar Fara yang mulai ikut mengenang masa kecilnya.

"Kalau gue, setiap hujan pasti tutup telinga. Gue suka buka tutup telinga gue pake telapak tangan, suaranya lucu.  Mau hujan-hujanan mami gue selalu ngelarang, takut entar sakit" kini giliran Lena yang mengenang masa kecilnya. Bibirnya tersenyum kecut mengingat masa kecilnya yang terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Hingga untuk hujan-hujanan saja dilarang, ia hanya diizinkan bermain di dalam rumah. Tentunya kedua orang tuanya memfasilitasi dengan memberikan Lena banyak mainan.

"Kalau gue apa ya? Hampir sama kayak Aga sih, tahu sendiri zaman kita kecil gimana? Yang berhubungan sama air itu pasti kita suka" ujar Ricky.

"Kalau gue inget banget pas hujan-hujan gue jalan sendirian pakai payung, mana jalanan sepi, hujannya deras banget. Itu gara-gara emak nyuruh gue beli micin, soalnya pas emak lagi masak micinnya habis" Bayu bersuara setelah tadi berpikir keras untuk mengingat masa kecilnya dan hujan.

"Pantes, kebanyakan makan micin pas kecil, gedenya gini" komentar Putri sembari menimpuk kepala Bayu pelan.

"Dulu pas kecil lucu ya? Gemesin, ini udah besar malah ngeselin kayak gini" ujar Aga yang diangguki oleh semuanya.

"Kalau dulu sering dielus-elus sama emak penuh kasih sayang sampai kadang kesel sendiri karena dielus mulu, sekarang boro-boro. Digampar iya kalau minta elus" tutur Bayu.

"Iya Lo dulu kan imut-imut gimana gitu, nah sekarang Lo kan amit-amit" cerca Putri.

"Eh Put, seneng banget Lo kalau ngomongin gue" kesal Bayu.

"Eh udah dong, Lo berdua malah ribut mulu, ngerusak suasana romantis aja" cibir Ricky yang sudah memasukan tangannya di saku depan celananya. Pandangannya ke arah hujan yang semakin deras, semakin mengingatkannya pada masa kecilnya yang begitu bahagia hanya karena hujan.

"Pengen deh balik lagi ke masa kecil, dimana hujan membuat bahagia. Gak kayak sekarang, hujan malah bikin sedih. 99 persen hujan itu kenangan, kenangan sama mantan" celetuk Aga membuat Bayu terkekeh pelan.
Bayu sudah hapal dengan Aga yang dalam kondisi apapun selalu membawa-bawa mantan

Tapi benar juga apa yang diucapkan Aga. Mungkin saat kecil dimana tidak tahu apa-apa, hujan bukan soal masalah. Malah membuat bahagia, namun disaat sudah besar seperti sekarang yang sudah mengenal arti jatuh cinta, merasakan jatuh bangunnya saat memperjuangkan yang disayang, mengenal bahagia dan luka secara bersamaan, hujan hanya akan membuka kenangan lama.

"Ini bocah, enggak panas enggak hujan, enggak seneng enggak susah, yang diinget mantan terus. Lagi enak-enak bahas masa kecil, ujungnya bahas mantan" cibir Lena.

Fara menatap ke arah Aga, begitu pula dengan Aga yang menatap ke arah Fara. Keduanya beradu pandang dalam waktu yang cukup lama tanpa berkedip.
"Kenapa kalau hujan gue inget Lo, kenapa? Kenapa gue selalu ingat wajah Lo yang lucu banget kalau lagi minta sesuatu ke gue, inget wajah Lo yang kalau marah gemesin banget, inget wajah Lo yang kalau senyum manis banget. Banyak banget ingatan tantang Lo yang muncul pas hujan" ujar Aga yang ditujukan kepada Fara yang tengah ia tatap.

Hening.
Yang lainnya sadar diri, enggan untuk ikut bersuara. Memberikan ruang dan waktu pada Aga dan Fara untuk berbicara tanpa ada yang menggangu. Mereka berdiri mematung.

"Gak usah diinget, yang udah lalu biarin aja. Buka lembaran yang baru, tata hati dan perilaku biar yang buruk gak keulang lagi" ujar Fara.

"Lo tahu apa yang gue rasain belakangan ini semenjak putus sama Lo dan ngejalanin hubungan tanpa status diantara kita? " Aga menaikan sebelah alisnya menatap ke arah Fara.
Fara hanya menggelengkan kepala pelan.

"Lebih dari sekedar kangen, lebih dari sayang. Selalu menahan cemburu saat Lo deket sama cowok lain, saat Lo tertawa tapi bukan karena gue. Mau marah, mau cemburu, tapi gak ada hak. Gue bukan siapa-siapa Lo lagi, Lo tahu kan betapa tersiksanya gue, " bisik Aga mendekat ke arah telinga Fara.

"Aga--" lirih Fara saat Aga menggenggam tangannya.

TBC.

MANTAN [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang