"Aku dan masa lalu adalah bukti bahwa kita memang pernah bersama."
Dear DiaryKamu, satu satunya lelaki yang tidak bisa ku lupakan, yang selalu ku rindukan, dan yang selalu ku harapkan. Kamu tahu sedikit demi sedikit perasaan ini hadir kembali saat aku berusaha keras melupakanmu. Di satu sisi terkadang rasa ingin melupakan memihak padaku, namun di sisi lain mengharapkanmu untuk kembali, juga memihak padaku, lantas aku harus bagaimana?. Aku tidak mengerti mengapa tuhan selalu membolak balikan hati seseorang, lebih tepatnya aku. Aku yang dulu pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu, kini hanyalah gadis bodoh yang menunggu dan mengharapkan sesuatu yang tidak pernah pasti. Jika dari awal jatuh cinta rasanya sesakit ini, maka aku tidak akan pernah mau merasakannya. Bagiku cinta hanyalah sebuah luka, namun di awali dengan 1001 kebahagian.
____
Author
Sejujurnya sampai saat ini Talita masih belum bisa melupakan kenangan masa lalunya, hatinya masih belum menerima kenyataan. Sulit memang jika berada di posisi Talita, masih mencintai namun tidak ingin menyakiti orang lain. Entahlah, Talita terlalu baik atau memang egois.
Berkali kali Talita mencoba untuk melupakan Rival, namun selalu saja gagal. Rival, bagaimana dengannya? Apa mungkin ia sudah membuang Talita jauh jauh dari hatinya, atau mungkin sama seperti Talita?. Jika saja waktu itu Talita tidak mempergoki Rival bersama wanita lain, pasti ia tidak akan merasakan sakit hati, dan sepertinya lebih baik jika Rival membohongi Talita agar semuanya baik baik saja.
Benar kata pepatah kejujuran memang menyakitkan,
Talita mengenyahkan semua yang ada di pikirannya, mencoba tersenyum tulus untuk menutupi lukanya. Lalu kembali mengecek tas berwarna hitam itu, takut ada buku yang tertinggal untuk pelajaran hari ini. Sudah merasa lengkap, Talita turun untuk sarapan pagi bersama kedua orang tuanya.
"Pagi mah, pah." Sapa Talita seraya menarik kursi di sebelah Della, ibu kandungnya.
"Pagi sayang." Sontak jawaban dari Renal dan juga Della.
Hening, tidak ada percakapan diantara mereka bertiga, semuanya sibuk menikmati sarapan pagi.
"Gimana sekolah kamu Ta?" Tanya Renal memecah keheningan.
"Baik kok pah." Talita tersenyum simpul dan kembali memakan roti berisi slai strawberry itu.
Renal hanya mengangguk anggukan kepalanya, mengerti dengan apa jawaban putrinya itu. "Papa sama mama, besok keluar kota dan mungkin malam ini juga gaakan pulang." Jelas Renal.
"Kalau ga salah sekitar empat atau lima hari kita di sana, kamu jaga diri baik baik ya." Sahut Della seraya meminum teh hangatnya.
Tidak ada respon apapun dari Talita, ia hanya terdiam mendengarkan kedua orang tuanya yang dari tadi terus berbicara. Orang tua Talita memang benar benar pembisnis yang hebat. Mereka mampu membeli apapun hasil kerja kerasnya, sekali pun itu barang barang mahal.
Mereka mampu membelikan barang barang mahal untuk Talita, mobil mewah, handphone, laptop, tas dan sepatu limited. Namun bukan itu yang Talita mau, Talita hanya ingin mendapatkan perhatian dan kasih sayang lebih dari Renal dan Della. Talita ingin kedua orang tuanya itu mampu meluangkan waktunya hanya beberapa hari saja dengannya, bukan selalu sibuk dengan perkerjaan sampai tidak bisa diam dirumah satu hari saja bersama putri tunggalnya itu.
"Talita? Kamu dengarkan?" Ucap Renal menghentikan lamunan putri gadisnya.
"Iya Talita denger."
"Uang kamu masih ada? Kalau habis nanti papa transfer lagi."
Bukan uang yang aku mau pah, tapi perhatian mama sama papa. Batin Talita memelas
"Ada kok." Jawab Talita dengan datar dan mengambil tasnya lalu mencium punggung tangan kanan Renal dan juga Della. "Talita berangkat dulu." Ucapnya dan beranjak pergi.
____
Bel masuk sudah berbunyi sekitar lima menit yang lalu, tapi guru yang masuk ke kelas Talita belum juga datang. Talita sedari tadi hanya membaca novel, menidurkan kepalanya pada meja dan tangan di jadikan sebagai bantal. Bosan memang, tidak ada yang bisa merubah moodnya, kecuali Rival. Tidak, mengapa di dalam pikirannya terlintas pria itu. Talita harus melupakannya, harus!.
Sepertinya benar Pa Alif guru sejarah yang akan masuk ke kelas 11 IPA 1 tidak akan masuk, mungkin ada tugas dari kepsek, atau memang sedang sakit. Entahlah, yang jelas kelas 11 IPA 1 bersorak riang karena sudah lima belas menit, Pa Alif guru masa lalu itu belum datang juga. Ralat bukan guru masa lalu melainkan guru sejarah, tapi memang benar sejarah adalah pembahasan tentang jaman jaman dulu apa bedanya dengan masa lalu?.
"Ta . ."
"Tata . ."
Masih tidak ada jawaban.
"Talita."
"Talita Azzelia!"
Sontak membuat Talita membelekakan mata, menolehkan kepala menatap sahabatnya itu.
"Apa sih, kaget tau gue." Talita mengelus dadanya pelan, untung saja ia tidak mempunyai penyakit jantung.
"Ya lagian lo mah fokus mulu sama novel, sahabatnya sendiri malah di cuekin." Dengus Dania kesal.
"Iya iya maaf Dania Cantika." Talita menyipitkan matanya dan memamerkan deretan gigi putihnya.
"Gue mau nanya sesuatu sama lo Ta?"
"Tanya aja." Ucap Talita, tanpa menolehkan kepalanya ke arah Dania.
"Lo belum move on dari Rival ya?"
Pertanyaan itu sontak membuat Talita membelekakkan mata. Novel yang sedang di bacanya tiba tiba di jatuhkan begitu saja.
"Maksud lo?" Talita menolehkan kepalanya dan menatap tajam Dania.
"Gue tau Ta, lo masih sayang sama Rival, tapi kenapa lo pura pura cuek?"
"Mungkin lo anggap gue egois Nia, tapi setelah kejadian beberapa bulan lalu ga bisa bikin gue bersikap baik baik aja sama Rival. Gue mutusin dia karena gue mau dia bahagia, ya walaupun disini gue yang tersakiti." Jelasnya sebelum kembali melanjutkan.
"Dan soal gue masih sayang sama Rival, dugaan lo bener. Gue emang masih sayang sama dia, gue selalu gagal buat lupain dia apalagi kenangan gue sama dia bener bener bikin gue capek buat bisa lupain itu semua."
"Tapi kenapa lo harus cuek sama Rival?"
"Gue pengen ngehidar aja sama dia. Gue gamau jadi pengrusak kebahagian dia."
"Jadi intinya disini lo ngorbanin perasaan lo demi kebahagian orang lain gitu? Lo egois Ta sumpah lo bener bener egois."
Mendengar itu, Talita hanya tersenyum simpul tanpa menjawabnya lagi. Sepertinya penjelasan Talita sudah cukup untuk Dania.
Hening, mereka tidak memulai percakapan lagi. Mereka yang masih sibuk dengan pikirannya masing masing. Dania menolehkan kepalanya ke arah Talita, ia seperti berdecak kagum pada sahabatnya itu. Kagum? Ya kagum, Talita hebat, rela tersakiti demi orang yang dia sayang.
Talita dan Dania tidak menyadari bahwa sedari tadi percakapannya terdengar oleh seseorang yang berada di balik kaca jendela.
Maafin gue Ta, gue ga bisa jaga perasaan lo.
____
Hi, im back^__^
Gimana nih udah baper belum bacanya haha. Jangan jadi silent readers ya:). Don't forget to vote oke hehe.See ya💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye
Teen FictionDisini bukan aku yang menginginkan untuk berpisah. Namun tuhan sudah mengaturnya dalam sebuah takdir. Ketika aku menginginkan kembali untuk bersama, maka ada dua pilihan yang harus aku pilih salah satunya. (Mungkin) pilihanku menyakitkan untukmu, na...