"Kekhawatiran seseorang adalah pembuktian bahwa ia memang benar benar takut terjadi apa apa pada seseorang yang ia sayang."
Author
Brukkk. . .
Rival, dengan kasar membantingkan tubuh Pram pada tembok. Perlahan Rival mendekat ke arah Pram, tatapannya benar benar tajam. Detik berikutnya ia mencengkram kerah baju milik Pram. "Urusan lo sama gue, jangan bawa bawa dia!" Ucap Rival dengan penuh penekanan pada setiap katanya.
Pram yang mendengarnya hanya tersenyum miring, lalu menolehkan kepalanya ke arah lain. Sedetik kemudian, Pram langsung meninju Rival. Pria itu seperti benar benar sedang meluapkan emosinya saat tinjuan demi tinjuan ia daratkan pada pipi Rival.
"RIVAL!!" Teriak Talita histeris. Talita melangkah mendekat ke arah mereka berdua untuk merelai, namun pergelangan tangannya tiba tiba di tahan oleh Dania. "Jangan!" Bentak Dania sedikit kasar.
Talita yang melihatnya benar benar tidak tega, membiarkan orang yang ia sayang tersakiti oleh orang lain, bahkan ini sahabat Rival sendiri, yang menganggapnya musuh.
Seketika itu juga keadaan kantin menjadi sangat rusuh. Semua orang mengelilingi Rival dan Pram. Mereka semua hanya menonton pertengkaran kedua manusia itu, tidak berniat untuk merelai atau sekedar memberi tahu guru bimbingan konseling. Karena mereka tahu, pasti akan percuma. Bahkan Mas Juno dan pedagang kantin yang lain pun ikut menyaksikan pertengkaran Rival dan Pram. Mas Juno bukan tidak peduli, tapi ya seperti tadi. Akan percuma.
Entah sejak kapan kini Talita sudah di dekat Pram dan Rival. Gadis itu terus meneriaki Rival, ketika tinjuan Pram terus menerus mendarat di pipi Rival. Tidak dapat di pungkiri, kini air mata Talita mengalir begitu saja. Tubuhnya mengeluarkan keringat dingin.
Satu detik
Dua detik
Dan,
Brukkk. . .
Semua pasang mata terbelalak melihatnya.
"Aa-www!" Pekik Talita, dan sedetik kemudian tubuhnya tergeletak di lantai.
"PRAM!!" Rival benar benar murka dengan Pram dan kembali mendaratkan tinjuannya.
"RIVAL STOP!" Bentak Dania menahan Rival.
Rival tidak menjawab, namun masih menatap tajam Pram dengan kilat amarah.
"Rival lo liat Talita! Nggak kasian sama dia?!" Bentak Dania menyadarkan Rival bagaimana keadaan Talita saat ini.
"Bawa Talita ke UKS!" Perintah Dania pada siapapun yang mendengar ucapannya.
Detik berikutnya beberapa orang membawa Talita ke UKS untuk segera di obati.
____
Perlahan Talita membuka matanya. Sedikit remang remang, tapi Talita melihat keberadaan Rival di sampingnnya. Talita menarik nafas, lalu menghembuskannya secara perlahan. Matanya kini sudah benar benar jelas melihat Rival. Sedetik kemudian, senyuman tercetak di wajah Talita.
Rival yang sadar akan kesadaran Talita ia langsung menatap lekat gadis di hadapannya. Tangan Rival perlahan menyentuh jemari Talita, memainkannya, lalu mengecupnya. Dan, detik berikutnya di genggamnya tangan Talita. "Maaf." Hanya kata itu yang bisa Rival ucapkan saat ini.
Talita hanya tersenyum tulus. "Bukan salah lo."
Rival hanya terdiam, bagaimana ini bukan salah dirinya? Jelas jelas ini salah Rival. Coba saja, jika tadi saat di kantin Rival ada, pasti Talita tidak akan seperti ini. Tapi yasudah, mungkin takdirnya seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye
Teen FictionDisini bukan aku yang menginginkan untuk berpisah. Namun tuhan sudah mengaturnya dalam sebuah takdir. Ketika aku menginginkan kembali untuk bersama, maka ada dua pilihan yang harus aku pilih salah satunya. (Mungkin) pilihanku menyakitkan untukmu, na...