"Karena seseorang yang berjuang tidak akan dikhianati oleh hasil perjuangannya itu."
Author
Tok. . Tok. . Tok. .
Suara ketukan pintu terdengar jelas. Talita menatapnya sekilas, lalu kembali fokus pada ponselnya. "Masuk!" Ucap Talita kemudian.
Detik berikutnya pintu terbuka, menampakan seorang perawat yang membawa beberapa barang.
"Permisi, ini ada bunga dan makanan, untuk Talita."
"Iya saya sendiri, dari siapa?"
"Tidak tahu, tidak di sebutkan siapa nama pengirimnya."
Talita diam sejenak. Ia seperti berpikir siapa kira kira yang mengirimkan itu semua untuknya.
"Terimakasih." Talita mengembangkan senyum, lalu menerima bunga dan makanan tersebut.
Perawat itu pun hanya mengangguk dan memberikan senyum ramah. Lalu detik berikutnya ia melangkah pergi, meninggalkan ruangan Talita.
Hening,
Talita diam, berpikir keras siapa pengirim yang mengirim semua itu untuknya.
"Siapa ya yang ngirim ini?" Tanyanya kepada dirinya sendiri. "Bodo amatlah! Siapa pun yang ngirim, makasih banyak ya."
Tok. . Tok. . Tok. .
Detik berikurnya, suara ketukan pintu terdengar jelas berbunyi lagi. Talita lagi lagi menghentikan aktifitasnya yang sedang memakan makanan yang tadi di berikan oleh perawat itu untuknya.
"Ya suster masuk aja, mau ngasih makanan lag--"
Ucapannya terhenti ketika tahu siapa yang datang. Matanya terbelalak, ia mematung detik itu juga.
____
"Udah makan?"
Talita tidak menjawab, ia memutar bola matanya malas, lalu memandang kaca jendela.
Rival menghembuskan nafasnya kasar. Dalam hatinya ia benar benar lelah untuk menjelaskannya pada Talita, karena sikap Talita yang benar benar sangat egois. Mementingkan perasaannya sendiri tanpa mementingkan perasaan orang lain.
Namun entah ada dorongan dari mana rasanya ia ingin terus mencoba untuk menjelaskannya kepada Talita bagaimana kejadian yang sebenarnya.
"Ta terakir kalinya gue ngomong ini sama lo. Gue minta maaf karena selalu nyakitin lo, dan yang lo liat beberapa bulan lalu gue sama cewek dan gue peluk dia. Dan dia, cewek itu yang lo anggap itu pacar gue, lo salah, lo salah besar. Dia cuma keponakan gue."
Talita terkejut bukan main, matanya membulat sempurna. Jantungnya berdetak lebih kencang dua kali lipat, tangannya mengeluarkan keringat dingin, ujung bibirnya ia gigit, matanya mulai memanas.
Jangan nangis Ta, please lo jangan nangis. Batin Talita.
"Terserah lo, lo mau percaya sama penjelasan gue atau engga itu urusan lo. Yang penting gue udah jelasin sama lo apa yang sebenarnya terjadi. Dan satu hal yang harus lo tahu, gue masih sayang sama lo, dan gue harap--" Rival menggantung ucapannya dan berdiri dari duduknya. "Kita masih bisa sama sama lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye
Teen FictionDisini bukan aku yang menginginkan untuk berpisah. Namun tuhan sudah mengaturnya dalam sebuah takdir. Ketika aku menginginkan kembali untuk bersama, maka ada dua pilihan yang harus aku pilih salah satunya. (Mungkin) pilihanku menyakitkan untukmu, na...