Part 17

4.8K 256 2
                                    

Terima kasih.
Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada mu.
Aku bersyukur Allah mempertemukan aku dengan mu.
Aku bersyukur karena pernah mengenalmu.
Aku bersyukur pernah tertawa bahagia karena mu.
Dan aku pun bersyukur pernah menitikkan air mata karena mu juga.

Aku bahagia pernah mengenal mu.
Aku bahagia bisa bercanda dan tertawa bersama mu.
Aku bahagia, karena kau telah berhasil memotivasi ku untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Sungguh, aku sangat lah bahagia pernah mengenal mu.

Aku ingat perkataan teman ku bahwa
"Untuk menyelamatkan mu dari orang yang salah, Allah mematahkan hati mu."
Dan ya, itu yang aku rasakan saat ini.
Aku percaya bahwa rencana Allah jauh lebih indah dari rencana ku.

Terima kasih pernah hadir dalam hidup ku.
Terima kasih karena kau, aku belajar bersabar.
Terima kasih karena kau, aku mengerti apa itu arti dari perjuangan yang sesungguhnya.
Terima kasih karena kau telah menginspirasiku untuk berhijrah.
Terima kasih karena kau, aku belajar bahwa tidak ada tempat bersandar hanya selain kepada Ya Rabb.
Terima kasih karena kau, aku tau bahwa cinta yang sesungguhnya hanya cinta ku kepada sang Rabb.
Terima kasih karena kau telah hadir di hidupku.
Dan terima kasih atas segala kenangan yang pernah kau torehkan di hati ku.

"Haah..." Yara menghela nafas lelah sambil menutup buku harian yang biasa ia bawa ke sekolah.

Sesak di dadanya masih tak kunjung hilang, padahal ia berharap ketika terbangun tadi, rasa sakit di hatinya pun ikut menghilang. Berharap bahwa ini semua hanya mimpi semata, yang tak akan pernah berubah menjadi nyata.

Namun sayang, harapan itu pun sirna seiring berjalannya waktu yang menghentak Yara kembali ke kehidupan nyata.

Sesil dan Aul memasuki kelas bersamaan, dari jauh mereka merasa ada yang aneh dengan sahabatnya. Gadis itu terlihat merenung di mejanya, dengan mata sembab dan hidung memerah akibat menangis semalam tadi.

"Lo kenapa?"

"Lo abis nangis? Kenapa?"
Sesil dan Aul bergegas menghampiri sahabatnya dan meluncurkan serentetan pertanyaan, khawatir melihat kondisi sahabatnya yang bisa dibilang jauh dari kata baik-baik saja.

Gadis itu kembali menghela nafas lelah dan menoleh menatap kedua sahabatnya sambil mengulas senyum yang terkesan memaksa. "Nggak kenapa-napa." lalu kembali menelungkupkan wajahnya di meja belajarnya.

"Gue tau lo lagi kenapa-napa." ujar Sesil masih dengan rasa khawatir akan sahabatnya.

"Iya, cerita sini ke kita, siapa tau kita bisa bantu." ucap Aul dengan sangat lembut takut melukai perasaan sahabatnya -yang memang sudah terluka sebelumnya-

Yara mengangkat wajahnya, memandang kedua sahabatnya hingga akhirnya air mata itu kembali turun mengaliri wajahnya tanpa bisa ia cegah, ia kembali menangis, menangis untuk yang kesekian kalinya karena cinta.

Melihat itu, Aul dan Sesil segera memeluk sahabatnya, menepuk pelan punggungnya berusaha menenangkan Yara.

"Ssstttt...jangan nangis, lo jelek ah kalo nangis." ujar Aul berusaha menghibur Yara yang masih menangis di pelukannya dan Sesil.

"Sakit..." rintih gadis itu di tengah pelukan kedua sahabat yang setia menemaninya dalam keadaan apapun. "Sakit banget..." gadis itu semakin terisak sambil menyentuh dadanya, ingin sekali ia membuang hati yang sudah hancur itu dan menggantinya dengan yang baru agar ia tak perlu merasakan sakit ini lagi.

"Kenapa sih mereka itu jahat banget ke gue? Salah gue apa? Kenapa gue harus ngerasain ini lagi? Kenapa gue bisa segampang itu jatuh cinta sama orang yang bahkan belum gue kenal sepenuhnya? Kenapa gue gampang banget terbuai sama kata-katanya? Dan kenapa--" jeda sebentar, gadis itu mengambil nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar sebelum melanjutkan ucapannya. "Kenapa dia ninggalin gue disaat gue sayang sama dia, ngancurin semua angan gue, ngingkarin ucapan dia ke gue waktu itu. Kenapa ini semua harus terjadi dihidup gue sih?" tangis gadis itu pun semakin pecah setelah ia mengungkapkan kekecewaannya.

DILAMAR(?) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang