22. The Truth

527 80 10
                                    

 

Ada dua alasan yang membuatku dan Eunbi begadang malam ini. Pertama karena tugas-tugas tambahan sialan yang harus kami kumpulkan esok hari, padahal kenyataannya besok adalah Minggu, kedua karena Lee Haerin.

Jam di mejaku sudah menunjukkan pukul dua belas lebih sepuluh. Ini sudah dini hari, dan gadis itu belum kembali ke kamar. Aku dan Eunbi mengerjakan tugas dengan setengah pikiran melayang memikirkan kemana perginya Haerin.

Sudah dua hari ini Haerin mendiamkanku dan Eunbi, ia kembali ke kamar saat malam sudah larut dan berangkat pagi-pagi sekali. Dua hari ini pula wajahnya terlihat pucat dan tertekan.

"Eunbi-yah, ini sudah dini hari kenapa Haerin belum kem—"

Kata-kataku terpotong saat kudengar suara pintu dibuka. Ahh.. syukurlah Haerin sudah kembali. Wajahnya benar-benar terlihat lelah dan matanya berkantung.

"Haerin-ah, kau darimana?" tanyaku begitu ia masuk.

"Aku lelah." jawabnya tanpa menatapku maupun Eunbi.

Aku sudah sangat ingin menanyakan berbagai pertanyaan yang dari pagi melayang di otakku, namun melihat kondisinya kurasa ini bukan saat yang tepat.

"Baiklah.. kau pergilah mandi lalu makan, Eunbi sudah mem—"

Haerin meletakkan buku-bukunya di meja nakas dengan kasar, "Bisakah kau tidak usah mengatur hidupku?"

"Aku hanya meng—"

"Berhenti memasang wajah polosmu! Aku sudah muak melihatnya!"

"Sebenarnya apa yang—"

BAAMMM!

 

Haerin membanting pintu kamar mandinya, membuatku berhenti berkata-kata. Aku sungguh tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kenapa Haerin seperti itu? Apa aku berbuat salah padanya?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu bergumul di otakku sejak kejadian di loker pagi itu. Eunbi yang sudah lebih lama berteman dengannya pun tidak bisa memahami masalahnya.

Suara guyuran air shower dari kamar mandi membuyarkan pikiranku. Aku menghela nafas, kembali menghadap meja dan menyelesaikan tugasku. Eunbi tersenyum tipis dan menepuk pundakku memberi semangat.

Tak lama pintu kamar mandi dibuka, aku refleks menoleh saat mendengar suara pintunya, Haerin keluar dengan piyama biru bintang-bintangnya. Wajahnya masih terlihat lelah bahkan setelah mandi.

Aku kembali aku menghadap bukuku, toh jika aku menanyakan keadaannya dia tak akan menjawabnya.

DUAK!

"Awhhh! Ahhhsss.."

 

Suara benturan benda keras dan tubuh Haerin terdengar jelas, gadis itu merintih. Aku dan Eunbi sontak beranjak dari kursi dan menghampiri gadis yang kini jatuh duduk di bawah kasurnya. Ada luka memar kemerahan di pergelangan kakinya.

"Haerin-ah gwaenchana?" tanya Eunbi khawatir, kami berdua berjongkok di sebelah Haerin.

"Aku ambilkan air dingin."

"Tidak perlu." Ucap Haerin dingin, gadis itu berdiri dan berjalan sedikit terpincang menuju pintu.

Aku menahan tangannya, "Ani, lukamu bisa membengkak jik—"

Haerin melepas tangannya paksa, "Bisakah berhenti sok peduli padaku? Lepas topengmu dan tunjukkan kau yang sebenernya!" Haerin menatap langsung ke mataku, ada sorot marah, tertekan, lelah dan stres di matanya.

The Troublemakers (bts & svt & nct)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang