38. Simply Bliss

274 50 12
                                    

Rindu. Merindukan. Bukankah itu salah satu hal paling berat untuk dirasa? Perasaan aneh yang tidak bisa diukur dengan kata-kata. Sesuatu yang sering menggerogoti logika. Seperti saat ini.

Rasanya aku ingin menangis sampai air mata habis saat tiba-tiba merindukan eomma dan appa. Ini sudah bulan keenam, dan mereka bahkan tidak pernah pulang barang sehari untuk menjengukku. Eomma bahkan tidak sering menelpon jika aku tidak melakukannya dulu.

Selama ini aku berpikir karena mereka sibuk. Tapi bukankah tidak butuh waktu lama untuk meluangkan waktu, memegang ponsel, menghubungiku dan menanyakan kabarku?

Aku menghela nafas berat. Sering bertemu keluarga Taehyung dan Mingyu selama sebulan ini membuatku lebih merasakan rindu itu. Tiba-tiba aku merasa iri pada Taehyung dan si kembar Kim yang mempunyai ahjumma. Wanita cantik yang benar-benar luar biasa hebat.

"Yeseul-ah!"

Suara Taehyung dan cubitan pelannya di pipiku membuatku sadar dari lamunan. Saat ini aku dan Taehyung sedang berada di lapangan basket outdoor. Berbaring di tengah lapangan yang gelap, dimana sorot lampu di pinggir tidak mencapai tengah. Menatap bintang-bintang dengan angin sepoi membelai lembut kulit. Indah sekali.

"Ne?"

Taehyung menatapku dengan kerutan di dahi ketika aku menoleh.

"Apa yang sedang kau pikirkan, hm?"

Sejenak diam, aku memutuskan tidak menjawabnya dan hanya tersenyum tipis. Taehyung menghela nafas ringan sebelum membawa tangannya menyentuh rambutku dan mengelusnya dengan gerakan sangat pelan. Seolah rambutku adalah benda sangat rapuh yang akan rusak jika dia menggunakan tenaga lebih.

"Ceritakan padaku. Kau akan merasa lebih baik." Ujarnya pelan, menggeser tubuhnya mendekat padaku.

"Gwaenchanayo. Aku hanya— sunbae, ini terlalu dekat." Aku mendorong pelan tubuh besarnya agar menjauh.

"Aku akan terus mendekatimu jika kau tidak mau cerita."ujarnya, kali ini merengkuhku ke dalam pelukan.

"Aisshh! Sunbae!"

Taehyung tertawa kecil saat aku menggerutu dan semakin keras mendorong tubuhnya.

"Baiklah, baiklah." Ucapnya mengalah, melepaskan rengkuhannya sebelum kembali berujar, "Ya! ngomong-ngomong kapan kau akan memanggilku Oppa? Kita sudah satu bulan bersama, telingaku sudah sangat ingin mendengarmu memanggilku Oppa."

"Jangan kekanakan, sunbae."

Aku berujar pelan sebelum kembali mengalihkan pandangan ke atas. Bintang-bintangnya sedikit menghilang karena awan yang melintas.

Ah benar. Taehyung. Setelah kata-kataku tadi, dia mendadak diam. Apa dia marah? jika benar hanya karena itu dia marah, kurasa si tampan itu benar-benar kekanakan. Aku menghela nafas, memilih membiarkannya diam. Toh dia sudah sering berisik. Aku sedang ingin tenang saat ini.

Tapi, tunggu. Kenapa aku terdengar kejam?

Menghela nafas sekali lagi, aku menoleh untuk mengecek kebenarannya. Taehyung sedang memejamkan mata, mimik wajahnya benar-benar datar dan kaku. Ah, kurasa dia memang marah.

Aku mengigit bibir sebelum memanggilnya, "Sunbae."

Tidak ada jawaban.

Aku tahu dia tidak tidur. Wajahnya ketika tidur tidak seperti itu. Saat ini rahangnya terlihat sedikit tegang, benar-benar terlihat menahan marah.

"Sunbae." Panggilku lagi, kali ini entah kenapa suaraku terdengar seperti mencicit. Jujur saja aku sedikit takut. Dia tidak pernah marah—selama kami berpacaran, maksudku— bahkan membayangkannya akan marah saja membuatku takut.

The Troublemakers (bts & svt & nct)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang