MWTJ : 10

12.9K 529 16
                                        


•°•Happy Reading•°•

Pagi telah menjelma, namun seorang wanita cantik seolah enggan untuk bangun. Jangankan untuk bangun, untuk bernafas saja ia sungguh sangat tidak mau. Kenapa takdir mempermainkannya? Bahkan iabelum merasakan kebahagiaan barang sedetikpun.

Alesha tersadar dari tidur ayamnya, dia merasakan sakit yang sangat dalam di bagian kewanitaannya, ia bangun dari tidurnya dan duduk di atas ranjang lalu mencari selimut untuk menutupi tubuhnya.

Ia meraba samping tempat ia tertidur, sudah tidak ada Rafael. Benar, saat ini ia sudah seperti jalang yang telah disakiti lalu ditinggal pergi. Mengingat itu, Alesha kembali mengeluarkan air matanya. Sungguh ia tidak kuat menghadapi cobaan semacam ini. Jika boleh, ia ingin mati saja kalau begitu.

"Selamat pagi..." ucap Lena lalu mengedarkan pandangannya dan menatap Alesha. "Astaga non." Lena terkejut melihat Alesha yang sedang menangis dalam kondisi telanjang dan hanya selimut yang menutupinya.

"Apa yang terjadi non?" tanya Lena yang langsung dibalas tangisan oleh Alesha. Lena melihat sekujur tubuh Alesha memerah dan bahkan ada yang membiru serta noda darah yang tertinggal di seprai putih.

"Apa yang terjadi non? Kenapa bisa seperti ini?" semua pelayan atau bahkan penjaga tidak mengetahui kalau semalam ada pesta, karena mansion dan tempat tinggal para maid berbeda.

Alesha mencoba untuk menceritakan kejadian semalam kepada Lena. Lena sangat sedih bila mendengarnya, terlebih dengan Lenaia tidak bisa merasakan jika ia di posisi Alesha saat ini.

"Sabar ya non, mungkin ini ujian yang diberikan Tuhan kepada hambanya. Sekarang non Alesha makan ya, saya sudah bawakan sarapan dan susu sapi segar. Tapi sebelum itu, saya bantuin memakai pakaian dulu."

"Terimakasi Lena."

Lena sungguh tidak tega, melihat kondisi tubuh Alesha saat ini. Seluruh tubuhnya membiru dan pasti tidak akan sembuh dengan cepat, ini akan membutuhkan waktu yang sangat lama.

Setelah makan pagi, Lena menyiapkan air hangat untuk mandi Alesha serta sabun ber-aroma menenangkan, untuk menenangi jiwa dan fikiran Alesha. "Jika sudah selesai mandi, nona Alesha ditunggu kehadirannya di ruang keluarga karena paman dan bibi tuan Rafael sudah datang"

Alesha menyernyitkan dahinya, "Rafael mempunyai paman dan bibi, dan memangnya sebelumnya mereka berada di mana?"

"Mereka tinggal di Chicago, mungkin mereka berada di sini untuk beberapa hari kedepan dan mereka juga ingin melihat nona Alesha."

Alesha hanya diam lalu mengangguk-ngangguk, mengerti apa yang disampaikan oleh Lena, pelayan pribadinya. Setelah ini, apa yang ia lakukan? Ia tidak boleh menunjukkan ekspresi sedih, ia harus bersikap seolah bahagian akan pernikahannya.

***

Lena sedang merapihkan Alesha, ia memilihkan pakaian dengan leher tertutup agar luka memar yang Alesha terima tertutupi dan supaya tidak menimbulkan pertanyaan baru. Kemudian Lena menyisirkan rambut panjang Alesha, dan memakaikan make up yang sangat natural, mengingat Alesha tidak memakai makeup pun sudah cantik, apalagi ditambah dengan make up.

Sejujurnya Rafael sangat beruntung sekali memiliki istri seperti Alesha, namun mengapa ia memperlakukan istrinya seperti binatang yang tidak mempunyai perasaan, bahkan perlakuannya melebihi binatang.

"Lena, apakah papa dan mama ku tidak mengunjungi ku lagi?"

Lena berfikir sejenak, terakhir kali orang tua Alesha berkunjung ke mansion ini sekitar tiga bulan lalu, saat pertama kali Alesha masuk ke mansion ini, setelah itu tidak lagi. "Sepertinya mereka tidak kesini lagi, ada apa ya non?"

"Aku rindu dengan mereka berdua, kapan mereka mengunjungi ku lagi, dan papa... Dia berniat untuk mencarikan pendonor mata yang cocok untuk ku, tapi sampai sekarang tidak ada kepastian, bahkan mereka tidak pernah menjengukku lagi." ungkap Alesha dengan penuh keluh kesah.

Nyatanya sudah lebih dari dua bulan, papa Alesha mencarikan pendonor yang cocok untuk putrinya, tapi entah mengapa sangat sulit, seperti ada sesuatu yang menghalanginya. Percuma saja papa Alesha mencarikan pendonor mata yang cocok untuk putrinya, karena Rafael pasti melakukan berbagai cara agar Alesha tidak mendapatkan pendonor mata untuk nya.

Bagi Rafael, penderitaan ini tidak cukup. Banyak penderitaan yang di alami Clara, itu sudah pasti Alesha juga akan merasakannya.

***

"Apa yang dilakukan Christian semalam memang kelewat batas, tapi jangan kirim dia ke London." ucap Sandra, bibi Rafael dan juga Christian.

Rafael menatap bibinya seolah tidak percaya. "Aku akan tetap pada pendirian ku. Bahkan semalam saja ia hampir membunuh para penjaga dengan cara menyekap di dalam gudang." ucap Rafael sambil melirik ke arah Christian, Christian hanya duduk termenung sambil menundukkan kepalannya. Saat ini Rafael, Christian dan juga paman dan bibi nya sedang berkumpul di ruang makan.

"Tapi kak. Aku hanya mengadakan pesta, apa salah?" Christian membuka suara, walaupun dengan perasaan yang sangat takut.

"Kau membuat pesta di rumah ku!"

"Jangan kirim aku kesana kak aku mohon. Disana setiap saat berdoa, aku bosan aku hanya ingin setiap saat berpesta. Lagi pula... Semalam kau telah membunuh ke tiga teman ku, aku bisa saja melaporkan tindakan mu ke pihak berwajib." ucap Christian yang sedikit ragu-ragu.

Rafael membulatkan matanya, ia teringat kejadian semalam. Alesha telah menjadi mainan dari ke tiga pria tersebut, seketika ia langsung mengepalkan tangannya. "Mereka telah mengganggu Alesha!"

Christian menyeringai jahat. "Mengganggu kakak ipar? Aku tidak salah dengar? Seorang Rafael yang selalu menyiksa istrinya bisa menjadi srigala jika istrinya di ganggu orang lain? Kau mulai jatuh cinta kepadanya?"

Sandra dan juga Farhat hanya bisa diam melihat dua keponakannya sedang beradu mulut. Tapi mendengar penyiksaan yang dilakukan Rafael kepada Alesha ia justru terkejut. "Apa benar Chris, kakak mu menyiksa istrinya?" tanya Sandra pada Christian.

Christian menaikkan bahunya, sambil tersenyum jahat.

'Kena kau kak ' Ucapnya dalam hati lalu tersenyum. "Bibi tanyakan saja pada keponakan mu yang hebat itu." ucap Christian lalu ia kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dengan sangat lega.

"Apa benar Rafael?"

Rafael tidak menjawab, ia hanya memilih diam sampai suara orang lain terdengar memasuki ruang makan.

"Permisi, saya mengantar nona Alesha." ucap Lena lalu menarik kursi tepat di samping Christian dan mendudukkan Alesha disana.

Rafael menatap Alesha, wanita itu pasti sangat tersiksa. Ia melihat jejak air mata yang di keluarkan oleh Alesha membekas. Ia bahkan melihat jejak yang di tinggalkannya membiru pada lengan tangan Alesha. Melihat itu semua Rafael tidaklah iba, ia bahkan ingin menambahkan kembali rasa sakit yang Alesha terima. Semua yang Clara terima, Alesha harus mendapatkannya. Rafael menatap jijik pada diri Alesha.

***

TBC
Don't forget for Vote and Comment.
😍

Dukung selalu aku ya dalam cerita ini :')
Dukungan kalian, akan membuat aku semangat nulisnya, Hehe~•• 🌸

Kalian bisa kunjungi aku di Instagram @yolan_dta

Salam manis

Author :')

Married With The JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang