Happy Reading
"Sebaiknya silahkan kalian tunggu diluar, saya akan memeriksanya." ucap dokter umum kepada Rafael, Jonathan, dan juga Jarvis.
Tanpa kata, Rafael lebih dulu meninggalkan ruang perawatan. Ia duduk di kursi sambil menyenderkan kepalanya pada tembok, yang disusul oleh Jarvis.
Sebelum meninggalkan ruangan, Jonathan melirik Alesha sekilas. Gadis itu pingsan, tak sadarkan diri, entah apa yang membuatnya sampai seperti itu? Ia melangkahkan kakinya keluar ruangan tanpa berpaling menatap Alesha.
Jonathan mengambil duduk di depan Rafael lalu ia menghembuskan nafasnya pelan. "Hm... Kau bodoh." ucapnya kepada Rafael.
Rafael yang mendengar ucapan Jonathan, lalu ia menatap Jonathan dengan lekat. Mata birunya itu terbuka dan memancarkan sinar yang indah.
"Apa maksud mu?" tanya Rafael.
Jonathan hanya tersenyum singkat, "Kau tidak mengerti apa yang Alesha butuhkan. Kau sangat bodoh."
Rafael mengerutkan dahinya. "Membawa kabur isteri orang dan tanpa persetujuan suaminya memang bukan termasuk orang yang bodoh?"
Rafael beranggapan, Alesha tidak mungkin pergi sendiri tanpa persetujuan darinya dan ia yakin Jonathan lah dibalik semua ini.
"Itu aku lakukan, karena aku perduli kepada istri mu." ucapnya lalu ia mengambil napas pelan. "Suaminya mungkin tidak perduli, karena terlalu memikirkan caranya untuk balas dendam."
"Sial!" ucap Rafael sambil bangun dari duduknya dan ingin melayangkan bogeman kepada Jonathan, tapi Jarvis segera menahannya.
"Tuan, tenangkan amarahmu."
"Aku tidak tahu nasib Alesha kalau tidak ada aku. Kau seharusnya menyayangi isterimu."
Rafael menghembuskan napas gusar sambil melonggarkan dasinya. "Cukup, kau tidak perlu mengurusi urusan ranjang orang lain."
"Kau tidak-"
"Apakah salah satu dari kalian adalah suami pasien? Boleh saya bicara?"
Belum sempat Jonathan berucap, dokter yang telah memeriksa Alesha keluar ruangan.
Jonathan dan Rafael saling bertatap satu sama lain dan itu membuat dokter itu heran. Tidak ada yang menjawab pertanyaannya.
"Silahkan kau berbicara kepadaku." ucap Jonathan lalu ia bangun dari duduknya dan ingin melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang perawatan, tapi tangan besar Rafael mencegahnya.
"Tidak. Aku suaminya, jadi aku yang akan masuk." ucap Rafael lalu dokter itu menganggukkan kepalanya dan berjalan berdampingan dengan Rafael untuk menuju ke ranjang tempat Alesha tertidur pulas.
"Begini tuan, detak jantung istri anda tidak beraturan bahkan dalam posisi tidur seperti ini."
Rafael hanya mrndengarkan dan melirik Alesha sekilas, sungguh ia tidak perduli akan itu. Ia tidak perduli dengan kondisi kesehatan Alesha. Rencana awalnya hanyalah balas dendam.
Dokter itu menghembuskan napas pelan lalu berucap. "Saya takut jika terjadi hal hal yang buruk kepada janinnya."
Mata Rafael terbelakak kaget, ia kemudian mengerutkan dahinya dan menatap dokter itu seolah bingung.
"A-apa maksudmu?" tanyanya.
"Kondisi istri tuan sangat tidak baik-baik saja sekarang, saya takut jika janin--"
"Janin?" potong Rafael.
Dokter itu kemudian mengedipkan matanya. "Oh maaf, saya kira tuan sudah tahu, mengingat janin yang dikandungan istri tuan sudah menginjak dua bulan."
"Ha..mil?" tanya Rafael, lalu kemudian dokter itu menganggukkan kepalanya. Rafael kemudian memegang jantungnya yang berdetak sangat cepat, entah perasaan apa ini.
Alesha sedang hamil, itu kenyataan yang sebenarnya. Ia menatap kosong ke arah depan sambil berusaha mengatur napasnya, sungguh perkataan dokter itu mungkin akan merubah sedikit hidupnya.
Mengapa Alesha hamil? Ia tidak mau kalau wanita itu hamil, ini berakibat pada rencana awalnya. Ini juga adalah salahnya, mengapa ia tidak bisa mengontrol nafsunya di kepada Alesha?
"Hmm.. Maaf tuan, mungkin saya bisa permisi. Jika pasien sudah bangun bisa panggilkan saya. Saya permisi..." dokter itu pun pergi tanpa jawaban dari Rafael. Pria itu masih menatap kosong ke arah depan dan menarik rambutnya gusar.
Ia masih berputar pada pertanyaan, kenapa ia bisa menghamili Alesha?
Tatapan matanya kemudian menatap wajah Alesha lekat-lekat. Perasaan aneh dan benci pun menjadi satu, saat ini ia sangat bingung untuk menentukan pilihan.
Kemudian matanya melihat perut Alesha yang sedikit membesar. Lagi lagi, pertanyaan itu muncul, kenapa Alesha bisa hamil? Ia mengepalkan tangannya lalu memukul nakas yang berada di samping ranjang Alesha.
Saat ini ia sedang kacau, entah ia harus bersikap apa nantinya kepada Alesha. Ia tidak mungkin menyakiti wanita itu lagi sekarang.
Untuk memimpikan mempunyai bayi yang lucu memang mimpinnya sejak dulu, tapi bukan dengan Alesha, melaikan dengan Clara, gadis lugu yang ia cintai.
Rafael kemudian bangun dari duduknya, ia melangkahkan kakinya pergi dari ruangan perawatan Alesha. Ia harus menenangkan diri terlebih dahulu dan mengambil keputusan yang benar.
TBC
Vote dan komen ya..
View 1k+ akan aku lanjut, hehe..
Follow juga instagram aku @yolan_dta
Terimakasih....

KAMU SEDANG MEMBACA
Married With The Jerk
Romantizm(18+) Alesha Geraldyn, Hidupnya menjadi tersiksa setelah sadar dari koma selama hampir sembilan bulan. Hidupnya tak seperti dulu, gadis bar-bar yang manja dan hanya bisa berfoya-foya menghabiskan uang orangtuannya. Tragedi kecelakaan membuat diriny...