MWTJ : 12

10.9K 498 14
                                    

Happy Reading :)

"Aku membawakan mu sesuatu, kau pasti akan suka." ucap Lena sambil membawa baki berisi makanan yang paling digemari Alesha.

Alesha yang tengah menyenderkan kepalanya di kepala ranjang memasang wajah heran, tidak biasanya Lena penuh dengan kejutan. "Apa yang kau bawa?"

"Tapi, kau harus mandi dulu. Aku akan menyiapkan air hangat." ucap Lena lalu ia berjalan menuju kamar mandi, menyiapkan segala keperluan mandi untuk Alesha.

Selesai Lena menyiapkan semuanya, ia kembali ke kamar dan melihat Alesha yang kembali tertidur. "Non, kau tertidur lagi?" Ucap Lena lalu ia menghampiri Alesha yang berada di atas ranjang. "Astaga, badannya sangat panas sekali." ucapnya setelah memegang tangan Alesha.

"Aku harus bilang siapa?" keluh Lena. Lena mengusap rambut Alesha yang tertidur. "Ah.. Tuan Jarvis." segera saja Lena meninggalkan Alesha untuk meminta bantuan pada Jarvis.

Seluruh tempat di mansion ini sudah ia jelajahi, tapi belum juga menemukan orang yang ia cari, tinggal satu tempat lagi, ruang kerja Rafael. Segera saja Lena berlari menyusuri lorong-lorong mansion yang begitu luas.

Diketuknya pintu besar itu, dan Lena mendapatkan balasan untuk boleh masuk. Ternyata di dalam ada Rafael, Jarvis dan juga Jonathan.

"Maaf tuan sedikit mengganggu. Berhubung tuan Rafael ada disini, saya ingin memberitahu anda tuan." ucap Lena dengan sedikit menunduk.

"Katakan!"

"Nona Alesha, ia demam tuan, dan sekarang ia tidak sadarkan diri. Saya takut terjadi apa-apa padanya."

Rafael seolah hanya menunjukan gaya santainya, "Wanita itu selalu saja menyusahkan. Biarkan saja dia seperti itu, nanti juga sadar lagi. Nyawanya itu kan seperti kucing." Ucap Rafael, lalu ia kembali memainkan komputernya.

"Tapi tuan, tubuhnya sangat panas sekali, saya takut terjadi sesuatu padanya."

"Dimana dia?" Jonathan langsung membuka pertanyaan dan dahi Rafael mengerut.

"Ada di kamarnya tuan."

"Antarkan aku kesana."

"Baik tuan."

Rafael tidak berkutik sama sekali, pandangannya masih saja bersama komputernya. Seolah Alesha, istrinya dan sudah mengikat janji pernikahan ia enggan untuk mengurusinya.

Setelah sampai di kamar Alesha, "Saat saya tinggalkan posisinya masih sama seperti ini tuan." ucap Lena dengan raut wajah yang khawatir.

Jonathan memegang dahi Alesha yang terasa panas sekali di tangannya. "Aku tidak bisa menanganinnya di rumah karena aku tidak selalu membawa alat-alat ku. Aku akan membawanya ke rumah sakit." ucap Jonathan lalu ia menggendong Alesha yang tidak sadarkan diri dengan dua tangannya.

"Hati-hati tuan." ucap Lena setelah Jonathan membawa Alesha meninggalkan mansion.

***

"Kenapa Jo mengurusinnya?" keluh Rafael kepada Jarvis

"Mungkin tuan Jonathan merasa kasihan kepadanya tuan, lagi pula akhir-akhir ini nona wajah nona Alesha sangat pucat."

Rafael hanya diam, ia enggan membalas perkataan Jarvis tentang Alesha lagi. Walaupun semua orang peduli terhadap Alesha, ia tetap akan pendiriannya. Membalaskan dendam yang dilakukan Akira, kakak Alesha.

"Kau sudah menyelesaikan tugas bukan, membuat Darma bangkrut dan tidak akan bisa lagi mencari donor mata yang pas untuk anaknya?"

Jarvis diam sejenak, ia sebenarnya tidak tega melihat istri tuannya, tapi mau bagaimana lagi semua perintah Rafael akan ia lakukan. "Sudah saya lakukan tuan." Ucapnya.

"Bagus." ucap Rafael sambil menyunggingkan senyuman. "Lagi pula, untuk apa Alesha bisa melihat lagi? Tidak ada gunanya juga bukan?"

"Tapi tuan, saya merasa kasihan dengan nona. Apa tuan tidak menyadarinnya, ia mungkin sangat terpukul atas sikap tuan kepadanya."

Rafael menyesep kopi kesukaannya aromanya sangat harum. "Memang itu tujuan ku bukan Jarvis? Membalaskan dendam yang telah dilakukan Akira, kakanya yang telah membunuh seorang wanita yang sangat aku cintai."

"Tapi tuan,"

"Sudalahlah..! Jangan terlalu mencampuri urusan ku." potong Rafael.

***

"Kau sudah sadar?" Jo membuka pertanyaan kepada Alesha yang sudah membuka matanya. Ia mengalami demam yang begitu berat, akibatnya ia mendapatkan infusan di tangannya.

Berulang kali Alesha mengedipkan matanya, tapi tetap saja bagi dirinya semuanya gelap. "Aku dimana?" ucapnya lalu ia bangun dari tidurnya.

"Kau di rumah sakit."

Alesha merasakan seseorang menjawab pertanyaanya, tapi ia tidak mengenali suaranya, sepertinya masih asing untuk didengar. "Dan kau siapa?" tanyanya kembali.

"Jonathan."

Alesha memegang kepalanya yang sangat begitu berat. "Jonathan siapa?" tanyanya kembali.

"Anak bibi mu, Sandra."

Alesha teringat akan perkataan kemarin bibinya saat di ruang makan bahwa anak bibinya akan tinggal di mansion untuk beberapa hari ke depan. Alesha langsung berfikir kalau pria di depannya ini kejam seperti Rafael segera saja ia mencari selimut untuk menutupi wajahnya karena takut.

Jonathan terkekeh, "Untuk apa kau menutupi wajah mu dengan dasi ku? "

Wajah Alesha kini memerah, kali ini ia merasa sangat malu sekali. Ternyata yang ia ambil adalah dasi Jonathan yang sedang dipakai, langsung saja ia melepaskan dan mengambil bantal untuk menutupi wajahnya kembali.

"Tidak perlu takut. Aku tidak semenakutkan Rafael, kecuali kalau dengan Christian, aku bagaikan monster baginya. " Ucap Jonathan lalu terkekeh mengingat saat pagi tadi, Christian menatap wajahnya pria itu langsung lari dengan terbirit-birit hanya karena ditatap saja oleh Jonathan.

Jonathan kemudian mengambil bantal yang menutupi Alesha dan melihat wajah gadis itu tersipu malu tapi dengan beberapa detik ekspresi Alesha kembali datar.

"Apa yang kau rasakan?"

"Haus." ucapnya lalu tangannya meraba nakas yang berada di samping ranjangnya, tetapi kemudian Jonathan mengambil tangan Alesha. "Biar aku saja."

Jonathan kemudian mengambil segelas air di atas nakas lalu Jonathan membantunya untuk minum.

"Terima kasih." ucap Alesha. 


TBC
Don't forget for vote and comment

Married With The JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang