Tempat ini selalu berantakan sejak dulu.
Rak-rak etalase dibiarkan berdebu. Barang-barang pajangan dibiarkan berantakan, dan aku berani bertaruh, kakak sepupuku yang pemalas itu jarang sekali membersihkannya. Wallpaper dindingnya sudah mulai lapuk, dan kalau saja Bugsy tidak ada di dekat pintu masuk untuk menyapa para pengunjung yang datang dengan riangnya, aku yakin, tempat ini pasti sudah bangkrut.
Aku menyeret koperku melewati rak-rak berdebu itu menuju meja kasir. Bugsy mengikutiku dari belakang, ekornya yang berbulu lebat dia kibas-kibaskan dengan riangnya. Matanya menatapku ketika aku berhenti didepan meja kasir, seakan-akan bertanya kenapa aku baru pulang sekarang.
"Ayahmu pasti masih ngorok di kasurnya, ya?" tanyaku kepada si golden retriever.
Seperti biasa, Bugsy menggonggong seakan-akan menjawab pertanyaanku.
Aku menghela napasku kemudian menekan bel yang berada di meja kasir. Satu detik, dua detik... Dia belum datang juga.
Karena aku benar-benar sudah tidak sabar, aku menekan bel berkali-kali, menyebabkan suara berisik yang membuat Bugsy bahkan menggonggong lebih keras.
"DEMI JANGGUT MERLIN, SIAPA SIH?!" dari kejauhan, aku bisa mendengar suara teriakan Jongwoon yang serak dan terdengar jengkel.
Aku balas berteriak. "INI AKU, BODOH!"
Terdengar suara berlari yang cukup gaduh dari balik pintu yang berada dibalik meja kasir. Kemudian, beberapa detik kemudian pintu itu terbuka, menunjukkan sosok Jongwoon yang masih memakai kolor tidur bermotif bunga-bunga dengan kaus oblong berwarna kuning yang norak. Sekalipun muka bantalnya masih terlihat dan rambutnya acak-acakan, aku bisa melihat dengan jelas raut terkejut di wajahnya.
"JOOHYUNNIE?" jeritnya.
Aku tersenyum kemudian melambaikan tanganku.
"Hai, kakak!" seruku. "Aku pulang!"
*
"Kenapa kamu nggak bilang kalau mau pulang sekarang?" tanya Jongwoon, kakak sepupuku saat kami tengah menikmati segelas coklat hangat dengan beberapa biskuit kacang mete buatannya di ruang tengah rumahnya. Oh, ya ampun. Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan suasana rumahan begini. Senang rasanya bisa kembali.
"Kejutan." jawabku santai, kemudian menyeruput coklatku. "Sebenarnya aku beli tiket pesawat sudah dari jauh-jauh hari, tapi aku sengaja nggak ngasih tahu kamu."
"Jahat." ujar Jongwoon sambil mengerucutkan bibirnya. "Aku kaget banget, tahu?"
Aku tertawa keras-keras. Tentu saja aku tahu Jongwoon kaget, soalnya, begitu dia melihatku, Jongwoon langsung berlari melompati meja kasir untuk memelukku dengan begitu erat sampai-sampai aku susah bernapas. Aku maklum, hal itu pasti terjadi jika kamu sudah dua tahun tidak pulang kerumah.
"Kalau kamu kasih kabar sebelumnya, aku kan, bisa masak makanan yang banyak buat kamu."
"Ini saja sudah cukup banget, kok." aku menyanggah perkataan Jongwoon sambil mencomot satu buah biskuit kacang mete. "Lagipula, aku kangen sama cookies buatan kamu."
Jongwoon tersenyum bangga. "Jelas, buatanku memang nomor satu."
"Omong-omong, bagaimana kabar paman disana?"
Aku menghentikan kegiatan mengunyahku, mengelap bibirku untuk menyingkirkan remehan biskuit kemudian menjawab pertanyaan kakakku.
"Ayah sehat-sehat saja. Masih beruban seperti dulu, masih suka merokok, masih hobi mendengarkan lagu rock klasik yang sama berulang-ulang dalam perjalanan. Tapi selebihnya sih, dia baik-baik saja."
YOU ARE READING
The Frighteners
Fiksi PenggemarMin Yoongi adalah seorang pemburu hantu. Bae Joohyun adalah seorang penyihir. Roda takdir mempertemukan mereka dalam situasi yang tidak terduga. Serangkaian pembunuhan misterius disertai dengan kemunculan penampakan-penampakan hantu membuat Yoongi d...