22 | Yoongi : Nightmare

62 7 1
                                    

"Hanya ada satu cara untuk membuktikan teori ini." ujar Joohyun, ketika kami baru saja selesai berdiskusi di ruang makan di rumahku, tentunya, sambil menghabiskan bekal sarapan yang dibawakan Jongwoon untukku.

Hari ini sudah cukup melelahkan bagiku. Memang, aku tidak melakukan sesuatu yang mengeluarkan banyak tenaga, tapi tetap saja, rasanya aku lelah sekali. Semalaman suntuk aku begadang menyusun teori segera setelah aku pulang dari kantor polisi. Aku membeli peta kota di minimarket terdekat, menempelkannya di dinding ruang tengah, kemudian mulai menyusun semua petunjuk yang aku dapatkan seperti kepingan puzzle.

Hasilnya mengejutkanku, tentu saja. Sebuah gambar pentagram terbalik yang mengurung kota ini seperti sebuah kurungan binatang tentu bukanlah suatu pertanda baik. Siapapun penyihir yang berada dibalik semua ini pasti merencanakan sesuatu yang lebih daripada sekedar membangkitkan orang mati. Dia punya tujuan yang lebih buruk daripada itu, dan sialnya, aku belum tahu.

Terlebih lagi bayangan wajah si hantu hitam besar di wajah Soojung sangat mengangguku. Aku terus memikirkan itu semalaman, bahkan ketika aku terlelap sebentar setelah menyelesaikan 'penelitian'ku. Sebagian dari diriku mengatakan kalau itu hanyalah halusinasiku saja, tapi sebagian lagi mengatakan bahwa Soojung dan hantu hitam besar itu memang memiliki hubungan khusus.

Tapi, astaga, masa sih? Soojung terlihat seperti gadis yang baik. Rasanya tidak mungkin dia punya hubungan dengan hantu hitam besar yang jahat itu.

"Aku tahu, tapi apa nggak terlalu mencurigakan? Kita kan, nggak mungkin tiba-tiba datang kerumahnya dan menuduhnya." kata-kataku membuat Joohyun menghela napasnya.

"At least we tried, right? Aku yakin banget Soojung dan si hantu hitam besar jelek itu saling berkaitan! Kalau nggak, mana mungkin kamu bisa melihat bayangan wajahnya di wajah Soojung!"

Semangat Joohyun berbanding terbalik sekali dengan semangatku, yang saat ini mungkin sudah mencapai titik lima belas persen. Sekalipun aku memang ingin sekali membahas masalah ini dan menghabiskan waktu lebih lama dengannya, aku juga tidak bisa berbohong kalau aku mengantuk. Aku ingin sekali tidur, sebentar saja, tapi aku juga tidak mungkin membiarkan Joohyun sendirian.

"Begini saja, kita lakukan sesuatu setelah mendapat informasi dari Jongwoon dan Kyuhyun." ujarku, membuat Joohyun mengerucutkan bibirnya. "Kita sudah terlanjur meminta bantuan mereka untuk mencari informasi tentang latar belakang Soojung, jadi, sebelum kita mengetahui lebih banyak tentang cewek itu, kita jangan bertindak dulu."

Joohyun mengerlingkan matanya kemudian menghela napasnya.

"Okay, sounds like a plan to me."

Aku tersenyum simpul. "Deal?"

"Yup. Deal." Joohyun menatapku tajam-tajam. "Kalau begitu, sambil menunggu kabar dari mereka, kamu harus tidur. Matamu mulai merah, tuh."

Aku tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutanku. Darimana Joohyun tahu aku menahan kantukku sedari tadi?

Wow, dia selalu penuh dengan kejutan.

"Kok tahu?"

"Jelas saja aku tahu." Joohyun menyunggingkan senyuman kecil, yang, omong-omong, membuatnya terlihat jadi semakin cantik saja. Mungkin kalian belum menyadarinya, tapi sejak pertama kali aku bertemu Joohyun, aku sudah merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang sudah lama sekali hilang dari dalam diriku, sebuah perasaan aneh yang selalu muncul setiap kali aku berada didekatnya.

Dan sekarang, menyadari bahwa kami hanya berdua dirumahku membuat perasaan itu semakin menggebu-gebu didalam hatiku.

"Sana, pergi ke kamarmu!" serunya.

*

Aku harus keluar dari sini.

Awalnya, aku mengharapkan sebuah tidur yang nyenyak dan tanpa gangguan ketika aku memutuskan untuk membaringkan badanku di kasur. Tapi, alih-alih mendapatkan tidur yang damai, aku malah terjebak disini, ditempat yang sama dimana mimpi buruk terakhirku terjadi.

Tidak ada siapapun disini kecuali aku.

Sama seperti sebelumnya, aku terjebak didalam sebuah ruangan dengan langit-langit yang tinggi menjulang, tembok lapuk yang mulai terkelupas, tangga melingkar dengan pegangan berkarat, dan pintu besi yang terkunci dari luar. Sekalipun aku tahu aku tidak akan pernah bisa membuat pintu itu terbuka, baik dengan pukulan, dorongan, maupun tendangan dariku, aku tetap berusaha keras mencobanya.

Demi tuhan, aku harus keluar dari sini secepat mungkin.

Hembusan angin yang dingin membelai tengkukku, membuat bulu kudukku meremang sementara kedua tanganku yang tengah menggenggam erat gagang pintu mulai bergetar. Suara-suara aneh terdengar dari langit-langit, dan, seakan-akan belum cukup sampai disitu, aroma busuk bercampur bau amis mulai menusuk-nusuk indra penciumanku.

Ketika aku mulai kehilangan tenagaku untuk membuka pintu besi itu, jauh dibelakangku, dari atas tangga melingkar, aku merasakan kehadirannya.

"Keluarkan aku dari sini, dasar brengsek!" seruku, sambil memutar badanku untuk menghadapnya.

Namun, alih-alih melihat sosok hitam besar yang selama ini menjadi sumber masalahku, aku malah melihat sesosok perempuan. Rambutnya panjang hingga menyentuh lantai, kepalanya tertunduk, gaun putihnya yang hanya sampai lutut itu berlumuran darah, menetes-netes membasahi kakinya yang pucat.

Seakan-akan tersihir oleh kehadirannya, aku tidak bisa menggerakan badanku. Aku ingin sekali berlari, tetapi kakiku rasanya seperti membeku. Kedua tanganku mengepal disisiku, dan sekalipun aku ingin sekali menggerakannya, aku tidak akan bisa melakukannya. Napasku tertahan di tenggorokanku, dan aku tidak bisa melakukan apapun selain memperhatikan langkah perempuan itu yang menuruni tangga, perlahan tapi pasti, mulai mendekatiku.

"Siapa kamu?" tanyaku. Sial, suaraku terdengar parau sekarang.

Perempuan itu berhenti ketika jarak kami hanya berkisar setengah meter saja. Aku bisa melihat rambut lusuh yang terurai panjang itu lebih jelas sekarang, dan rupanya, bau busuk yang selama ini tercium oleh hidungku berasal dari dirinya.

Sambil berusaha keras untuk melawan rasa mual yang mulai menguasai perutku, aku kembali bertanya.

"Aku tahu kamu bisa mendengarku! Siapa kamu? Apa yang kamu mau dariku, hah?!"

Ketika perempuan itu mengangkat kepalanya dengan gerakan yang begitu lambat, aku berani bersumpah, rasanya seakan-akan jantungku berhenti berdetak saat itu juga.

"Yewon?"

The FrightenersWhere stories live. Discover now