23 | Joohyun : His Past (2)

78 7 9
                                    

"Nih." ujarku, sembari menyodorkan secangkir teh hangat dengan asap yang masih mengepul diatasnya kepada Yoongi, yang saat ini, tengah terduduk dengan agak lemas di kursi taman depan rumahnya.

Yoongi menoleh, menatapku, menatap cangkir teh yang aku sodorkan, kemudian tersenyum tipis.

"Kamu nggak perlu repot-repot, Joo." ujarnya.

"Aku memaksa. Kamu harus minum ini." balasku, membuat Yoongi menerima teh pemberianku dengan sedikit canggung.

Mungkin aku terdengar galak, tapi, sikapku ini juga demi Yoongi. Asal kalian tahu saja, sewaktu aku membangunkannya secara paksa saat Yoongi bermimpi buruk, dia sudah sepucat orang mati. Aku belum pernah melihat seseorang bermimpi buruk sampai seperti itu, jadi, wajar kan, jika aku panik?

"Thank you." kata Yoongi, kemudian tangannya menepuk-nepuk ruang kosong yang ada di kursi tempatnya duduk.

"Sini, daripada kamu berdiri disitu mengawasiku minum teh, mending kamu duduk."

Tepat saat itu juga, seakan-akan dibanjur oleh air mendidih, aku merasakan sensasi panas yang aneh menjalari wajahku. Sial, mana boleh aku tersipu didepannya disaat seperti ini, kan?

Dengan gaya sok keren, aku berjalan kemudian duduk tepat disamping Yoongi, berusaha untuk tetap terlihat santai padahal sebenarnya jantungku berdebar konyol tidak karuan. Sambil berusaha untuk membuat diriku sendiri rileks, aku menatap ke sekeliling halaman depan rumah Yoongi yang, ternyata, cukup luas namun tidak terawat.

Aku yakin, dulu, halaman depan rumah ini pasti memiliki rerumputan yang pendek-pendek dan rapi, menggelitik kaki siapa saja yang menginjaknya, mungkin dengan beberapa bunga yang tumbuh di pekarangan serta tanaman yang merambati pagar rumahnya dengan cantik. Sekarang, rerumputan itu terlihat jarang-jarang dan dipangkas asal-asalan, tidak ada bunga yang tumbuh di pekarangan, dan tanaman rambat di pagar membuat rumah Yoongi terlihat mirip sekali dengan rumah hantu dari kejauhan.

Aku heran kenapa Yoongi bisa betah tinggal disini.

"Yewon itu adikku." ujar Yoongi, membuatku yang semula terlalu asyik terlarut dalam pikiranku sendiri tertarik kembali ke realita.

Yoongi meneguk sisa teh yang ada dalam cangkir, menghela napasnya, kemudian melanjutkan,

"Barangkali kamu penasaran dengan nama itu."

Aku menganggukkan kepalaku pelan, melirik Yoongi sekilas, kemudian kembali berpura-pura sibuk mengamati sekelilingku padahal sebenarnya aku ingin sekali menatap Yoongi lebih lama.

Oh, mungkin kalian masih bingung kenapa Yoongi tiba-tiba berkata seperti itu.

Jadi, kira-kira satu jam yang lalu, aku tengah sibuk membaca salah satu buku tentang satanic rituals—atau apalah itu namanya, terserah—yang kebetulan berserakan di ruang tengah Yoongi. Saat aku sedang benar-benar serius membaca, aku mendengar suara-suara gaduh dari arah kamar tidur Yoongi. Awalnya, aku kira si hantu hitam besar itu tiba-tiba datang dan mengganggu Yoongi, tapi setelah aku tiba di kamarnya dengan terburu-buru, aku malah mendapati Yoongi tengah bermimpi buruk diatas kasurnya.

Aku tidak tahu apa persisnya yang muncul dalam mimpinya, tapi, aku yakin itu pasti benar-benar buruk sekali. Kening Yoongi berkerut, alisnya saling bertaut, keringat dingin membanjiri hampir seluruh badannya, dan kulitnya pucat bukan main. Dengan mata yang terpejam dan, bagaimana ya.... Seperti tengah menahan tangisnya, Yoongi meneriakkan satu buah nama, berulang-ulang, sampai aku bisa mengingatnya dengan jelas.

The FrightenersWhere stories live. Discover now