Epilog

73 3 10
                                    

Kalau dia mampu, dia ingin membunuh waktu.

Dia ingin menghentikannya, membuatnya berhenti berputar, terlalu takut untuk menghadapi kenyataan yang akan terjadi di masa depan. Dia terlalu takut untuk mengakuinya, terlalu takut untuk melewatinya.

Tapi dia hanya mampu berdoa, memohon, entah kepada siapa, agar semuanya baik-baik saja.

Lelaki itu tahu, permohonannya sangat bodoh. Jelas-jelas semuanya tidak akan baik-baik saja. Dia tahu itu, tapi dia enggan mengakuinya.

Lorong itu terasa begitu sepi dan dingin. Lelaki itu merapatkan kedua lututnya, menekuknya, kemudian memeluknya seakan-akan hal itu dapat melindungi dirinya dari segala ancaman yang menunggunya. Matanya terfokus pada satu titik di lantai yang di dudukinya saat ini. Pikirannya melayang-layang, berkelana jauh entah kemana.

Kesunyian yang memenuhi telinganya berganti menjadi sebuah suara langkah kaki yang bergema.

Satu... dua... tiga... lelaki itu menghitung tiap langkah yang berhasil didengarnya.

Ketika suara langkah kaki itu berhenti tepat dihadapannya, lelaki itu mendongakkan kepalanya.

Matanya menolak untuk mempercayai apa yang tengah dilihatnya saat ini.

"Hai, Yoongi."

Min Yoongi mengerahkan seluruh tenaganya agar mampu bangkit dengan kedua kakinya.

"Joo—"

"Maaf kamu harus melihatku seperti ini." ujar Bae Joohyun, gadis yang sedari tadi Yoongi sebut dalam doanya.

Yoongi menggelengkan kepalanya pelan, hatinya penuh dengan penolakan, tetapi kepalanya tahu bahwa apa yang ada dihadapannya saat ini adalah kenyataan.

"Nggak—Joo," suara lelaki itu tercekat seiring dengan air matanya yang mulai menetes. Bibirnya bergetar mengucapkan kalimat yang selanjutnya keluar dari mulutnya.

"Ini—cuman mimpi, kan? Iya, ini pasti mimpi. Pasti."

"Yoongi," Joohyun mengulurkan tangannya, mengusap air mata yang mengalir di pipi lelaki itu. "Kamu harus kuat, oke? Aku yakin kamu bisa melakukannya."

Min Yoongi sangat enggan untuk mengakuinya, tapi dia tahu, Joohyun benar.

"Aku harap kita punya banyak waktu." ujar gadis itu, yang saat ini telah berubah menjadi sesuatu yang sangat Yoongi benci.

Seakan-akan tidak ingin melepaskannya, Yoongi mengenggam tangan Joohyun yang tengah mengusap-usap pipinya dengan erat. Tangan yang semula hangat itu kini terasa begitu dingin, dan Yoongi berpura-pura untuk tidak menyadarinya.

"Jangan pergi, Joo...." ujar Yoongi, suaranya lebih mirip seperti sebuah bisikan. Hal itu membuat Joohyun memberikan senyuman terbaiknya. "Jangan pergi...."

"Aku mencintaimu." balas gadis itu, membuat air mata Yoongi menetes dengan semakin deras.

Ketika Joohyun selesai mengatakannya, saat itu juga, dirinya menghilang bagaikan angin. 

The FrightenersWhere stories live. Discover now