Part 9 : Cemburu

1.2K 114 9
                                    

✒✒✒

Bel istarahat baru saja berbunyi. Biya maupun Saghara mendesah lega karena hukumannya sudah selesai.

Biya bersumpah setelah hari ini, saat KBM ia tidak mau lagi meladeni Saghara yang terus mengajaknya mengobrol kalau harus di beri hukuman seperti ini, jujur ini sangat melelahkan. Bajunya pun sudah di beberapa bagian basah karena keringat, entah wangi apa tubuhnya sekarang ini.

Pasti bau ketek nih.

Ia mengibas-ngibaskan tangannya berusaha memberikan angin segar untuk tubuhnya, kemudian mendudukan pantatnya yang semok itu pada kursi yang tersedia di depan setiap kelas.

"Huh!" Biya menghembuskan nafasnya kemudian bersandar pada sandaran kursi.

"Kantin gak?" Biya terperanjat mendengar suara dari arah sebelahnya, ia menoleh mendapati Firza yang sudah duduk manis di sampingnya dengan menumpuhkan kaki kanan pada kaki kiri, dan punggung bersandar pada kursi juga tak lupa tangannya yang terentang ala-ala playboy.

"Dua kali loh, lo hari ini ngagetin gua. Kalo gua tiba-tiba stroke gara-gara lo kagetin terus gimana?" Ucap Biya kemudian mendengus malas.

"Ya enak dong, biar tiap hari gak ada yang nebeng sama gua lagi." Sahut Firza santai.

Biya melebarkan matanya, "ih jahat banget!" Ia memukul lengan Firza kemudian cemberut, langsung disambut kekehan dari lelaki bertubuh mungil itu.

"Becanda," Firza mengusak rambut Biya sambil tersenyum geli, "kantin Kuy, mamam, lo juga pasti aus kan? Gua traktir deh."

"Beneran nih?" Biya menegakan posisi duduknya dengan mata berbinar.

Firza mengangguk dengan seulas senyum manis.

"Oke sip! Tapi gua ke toilet dulu ah, mau cuci muka. Panas banget muka gua, kaya ketimpahan api neraka."

"Kaya tau aja lo," Firza menoyor pelan pipi Biya, membuat gadis itu langsung tertawa kecil. "Yaudah, gua duluan. Di tempat duduk biasa."

"Oke!"

Lalu keduanya pun perlahan meninggalkan bangku tersebut.

✒✒✒

Biya berjalan dengan santai menuju toilet sambil sesekali masih mengibaskan tangannya, ia masih merasa sangat kegerahan.

Biya terperanjat saat bahunya di tepuk oleh seseorang dari belakang. Kemudian ia membalikan tubuhnya, mendapati seorang gadis berkulit putih dengan lesung pipi di sebelah kanan terlihat begitu manis, sepertinya adik kelas.

"Kenapa ya?" Tanya Biya bingung.

"Anu… bisa bicara bentar Kak."

"Bicara apa nih?" Biya semakin bingung apalagi melihat adik kelas di depannya yang terlihat gugup mungkin? Karena sedari tadi terus menarik-narik samping rok-nya.

"Tapi jangan di sini," cicit gadis itu.

"Oke, ke toilet aja gimana?" Setelah mendapat anggukan dari gadis itu Biya langsung menarik lengannya menuju toilet lalu masuk kedalam salah satu bilik yang kosong.

"So?" Tanya Biya."

"Anu… aku mau ngomongin tentang Kak Ghara." Kata gadis itu.

"Ghara? Saghara maksudnya?" Gadis itu mengangguk, "temen sekelas gua?" Dia mengangguk lagi.

"Yang idiot itu?"

"Eh," gadis itu terlihat termangu, kemudian kembali berkata, "Ghara pacar aku Kak."

"WHAT?!" mata Biya melebar kemudian menepuk-nepuk mulutnya yang lancang mengatakan kalau Saghara idiot di depan Kekasih lelaki itu sendiri. "Aduh maaf-maaf, maksud gua… ya lo tau sendiri kan dia kaya gimana?" Biya tersenyum tidak enak.

"Iya sih Kak Ghara emang agak absurd," kata gadis itu kemudian tertawa garing.

"Oke, jadi ada apa?"

"Aku pengen Kak jangan terlalu deket sama Kak Ghara," ucapnya, "aku cemburu. Aku juga gak mau kehilangan dia Kak, selama ini aku udah susah payah buat dapetin dia, aku gak mau dia berpaling ke orang lain." Lanjutnya dengan suara pelan.

Biya langsung melongo.

Dekat dengan Saghara?

Cemburu?

Si idiot itu punya pacar segini protektifnya?

Manis?

Gak mau kehilangan?

Ini cewek di depan gua kelipipan apa bisa jadi pacarnya si idiot itu?

"Begini, gua lurusin ya." Biya menyugar rambut cokelat panjangnya, lalu berucap.  "Gua sama Ghara gak ada apa-apa, lo gak perlu khawatir atau cemburu, kita pure temen semeja."

"Dan kalo lo gak mau Saghara deket-deket sama gua, lo juga bilangin ke dia jangan godain gua terus. Gara-gara dia tadi godain gua pas jam KBM gua jadi di kena hukuman." Biya mengerucutkan bibirnya, sedetik kemudian ia menepuk mulutnya lagi.

Kemudian dengan cepat ia menoleh kearah gadis yang berstatus sebagai kekasih Saghara ini, ia langsung mendapati air muka gadis itu terlihat tidak enak.

"Mampus gua salah ngomong."

✒✒✒

Sudah terhitung tiga kali Biya mendesah pelan sambil sesekali berusaha menelan makanannya dengan susah payah, seakan ada yang menghalangi tenggorokannya untuk meluncurkan makanan itu kebawah menuju lambung. Bagaimana ia tidak susah menelan makannya sendiri kalau sekarang, tepat di depannya terdapat sepasang kekasih yang sedang berbunga-bunga, yah mereka Luthfi dan Sania.

Pemandangan yang menyayat hati. Melihat orang kita sukai bersama orang lain, mungkin terdengar lebay, namun kenyataannya seperti itu, sakit.

Selama ia menempatkan bokongnya pada kursi di samping Firza dan menghadap Luthfi dan Sania perasaanya bercampur aduk, ada gugup, marah, sedih, cemburu, entahlah ia sendiri bingung bagaimana mengutarakannya.

Firza melirik Biya yang kini sedang mengaduk-aduk makannya sebelum memasukan kedalam mulut mungilnya sendiri. Firza bukannya tak peka kalau sekarang gadis itu sedang merasa tidak nyaman, terbukti dari beberapa kali gadis itu mendesah atau menghembuskan nafasnya pelan.

Salah dirinya juga sih kenapa tadi saat ia menunggu Biya yang sedang ke toilet kedua manusia itu datang dan menawarkan untuk ikut bergabung.

"Ah iya Bi, lo ada janjikan sama gua," ucap Firza diantara keheningan yang terjadi sejak tadi, membuat Biya, Luthfi dan Sania menoleh kearah lelaki itu.

"Hm?" Biya menaikan sebelah alisnya.

"Lo kemaren janji sama gua buat ngerjain tugas sejarah gua, kuy lah. Abis istirahat gua mapel itu." Firza bangkit dari duduknya, lalu menarik lengan Biya membuat gadis itu ikut berdiri.

"Gua duluan Pi, San." Firza melangkah menjauhi kantin dengan Biya yang berada di gandengannya.

Mata tajam Luthfi terus menatap kedua manusia yang kini perlahan mengecil dari pandangannya, "ngerjain tugas sejarah? Lo gak inget kita sekelas Za? Alasan lo gak bermutu." Gumam Luthfi sangat pelan kemudian mendengus kesal.

"Kenapa?" Tanya Sania melihat kekasih terlihat begitu kesal.

"Gak papa."

✒✒✒

Dear Luthfi✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang