✒✒✒
Firza merasa semenjak Biya lebih dekat dengan Luthfi, ia tersisihkan. Jika dulu Biya akan berangkat dan pulang bersamanya, sekarang beralih pada Luthfi. Memikirkan hal itu terkadang Firza merasa kesal sendiri.
Ia merasa Luthfi sudah merebut Biya darinya.
Firza menendang pelan kerikil yang ada disekitarnya, ia baru saja pulang sholat berjamaah dimushola dekat rumahnya, ini memang sudah rutinitas Firza sejak dulu, lelaki bertubuh mungil ini lebih suka berjamaah dibandingkan sholat sendiri dirumah.
Lebih banyak pahala katanya, tapi bukan itu tujuan utamanya yang terpenting ia memenuhi kewajibannya sebagai seorang muslim.
Kaki berlapis sandalnya ini menapaki pekarangan rumahnya, yang sekarang sudah dipasang paving blok sejak minggu lalu. Kakinya terhenti saat netranya menangkap sebuah objek yang berada di undakan seperti tangga kecil dirumahnya.
Ada sesosok perempuan sedang menekuk kedua lututnya, dan menggelamkan wajahnya pada tangamnya yang terlipat bertumpuh pada lutut itu.
Firza mengernyit melihat sosok perempuan yang masih mengenakan seragam putih abu-abu ini. Mendadak Firza teringat dengan film horror Indonesia yang pernah ia tonton dulu.
Sosok gadis berpakaian SMA yang meninggal karena hamil diluar nikah, dan dikubur dalam tembok sekolah, dan gentayangan. Seketika bulu meremang, namun buru-buru pikiran itu ia tepis.
"Yakali setannya gentayangin gua? Emang gua yang buntingin dia?" Ucapnya sendiri. Lalu kembali melangkahkan kakinya mendekati sosok itu.
Semakin dekat Firza semakin mengenali gadis yang duduk diteras rumahnya ini. Tangannya terulur menyentuh bahu gadis itu, lalu perlahan kepala si gadis menengadah dengan air mata yang bercucuran dari mata cantiknya.
"Biya?" Cicit Firza, lalu buru-buru mengambil tempat disamping gadis itu.
"Kenapa?" Firza memiringkan kepalanya untuk dapat menatap wajah tetangga tersayangnya ini.
Biya menggeleng, lalu kembali menundukan kepalanya, bahunya terguncang karena tangisannya yang tak kunjung reda sejak tadi, bahkan sampai sesegukan.
Tangan Firza terangkat untuk merengkuh Biya, namun langsung diurungkan entahlah ia merasa tidak pantas, meskipun saat ini ia hanya sekedar ingin menenangkan Biya. Firza juga sebenarnya bingung kenapa dengan Biya ini?
Tanpa aba-aba Biya menyenderkan kepalanya pada bahu Firza yang masih dibalut baju kokoh, dan sajadah tersampir disana itu, karena memang ia baru saja selesai sholat berjamaah.
Firza menatap wajah Biya yang kini tertutupi sebagian karena rambutnya itu, tangisannya pun sudah sedikit mereda. Lagi-lagi kenapa dengan gadis ini? Kenapa menangis? Tidak seperti biasanya, bukannya saat disekolah tadi Biya baik-baik saja?
"F...Firza..." ucap Biya dengan sesegukan dan sedikit merengek.
"Kenapa Bi? Coba cerita."
"Biya..." bukan, itu bukan Firza yang memanggil tapi itu suara Bunda Biya. Gadis berambut cokelat itu mengangkat kepalanya, lalu dengan cepat ia bangkit berdiri dan berlari masuk kedalam rumah Firza, membuat si empunya rumah mengernyit bingung.
Ada apa sebenarnya? Biya yang tiba-tiba nangis didepan rumahnya.
Dan sekarang Bunda Biya datang dengan mata berair dan mata basah.
✒✒✒
"Ini semua demi kebaik-,"
"Bullshit!" Biya langsung memotong ucapan pria paruh baya didepannya ini, mata bengkaknya menatap sengit pria yang dulu menggendongnya kesana kemari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Luthfi✔
Teen FictionMencintai dalam diam bukanlah hal yang mudah. Mengungkapkan perasaan secara terang-terangan, juga bukan perkara yang gampang. 13 November 2017©