If you like this story, please click bottom star (⭐) thank you.
Happy reading~
✒✒✒
Bel istirahat sudah berbunyi sejak satu menit yang lalu, bahkan Saghara pun sudah ngacir kekantin sejak bel baru saja berbunyi bahkan sebelum guru yang mengajar benar-benar belum keluar dari kelas, alhasil lelaki itu mendapat semprotan dari guru. Namun Biya masih stay di kelas sendirian, karena satu persatu teman kelasnya keluar.
Bukan karena Biya tidak lapar, tapi karena noda yang berada di rok sekolahnya ini tidak bisa hilang. Tadi ia pun sudah melakukan saran dari Firza untuk menaburi rok-nya itu dengan bedak bayi, namun saat Biya menanyakan siapa yang membawa bedak bayi, tidak ada satu pun yang memberi jawaban 'ini gua punya' semuanya mengatakan tidak.
Padahal Biya yakin di balik wajah menor mereka pasti ada salah satunya yang menggunakan bedak bayi untuk memoles wajah mereka, tapi tidak ada satu pun yang suka rela memberinya sedikit bedak bayi itu. Huh sungguh pelit.
Biya menghela nafas, kemudian menumpuhkan pipinya pada meja, perutnya kembali berbunyi, meminta di isi. Tadi pagi Biya hanya minum susu saja karena saat itu ia tidak merasakan lapar, jadi yah... ia tidak sarapan.
Biya kemudian merogoh saku bajunya untuk mengambil benda pipi miliknya itu, kemudian mengetik pesan kepada Firza.
Belum sempat ia mengirim pesan itu kepada Firza, sebuah suara dari arah depan membuat Biya langsung menegakan tubuhnya. Ia mendapati Luthfi berdiri disana.
Wait?
Luthfi?
Luth...
Fi?
Bola matanya sedikit melebar, jantungnya langsung bergemuruh.
Ada apa Luthfi kesini? Ia mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kelas, hanya ada dirinya sekarang di dalam kelas di tambah Luthfi yang berdiri dengan kecenya di depan kelas, dan tak lupa kemeja panjang yang membalut kemeja putih sekolah.
Kaki Luthfi bergerak menuju bangku Biya, membuat Biya tanpa sadar menahan napas dan pipinya memanas serta tatapan matanya yang tak lepas dari lelaki berwajah garang itu.
Susana mendadak seperti slow motion, gerakan kaki Luthfi menuju bangkunya begitu menawan dengan gerakan pelan yang santai, dan... oh shit tak lupa senyum kecil tersungging di bibir merah lelaki itu yang seolah tak pernah terjamah oleh benda yang dinamakan rokok.
Please you kill me so slow Fi. Batinnya
"Kantin yuk." Ajak Luthfi saat sudah berada di dekat Biya.
Biya langsung gelagapan, jantungnya mencelos mendengar ajakan dari Luthfi. Biya kemudian menggeleng, tak mungkin kan ia pergi ke kantin dengan rok mengenaskan seperti ini.
"Berdiri." Ucap Luthfi singkat, membuat Biya kebingungan.
Luthfi berdecak kemudian mengulurkan tangannya pada Biya, lagi-lagi gadis itu menunjukan ekspresi kebingungan. Luthfi menghela nafas sambil menggaruk alisnya yang tak gatal, kemudian ia meraih tangan Biya dan menariknya perlahan hingga membuat gadis itu berdiri.
Dengan gerakan luwes Luthfi melepas kemejanya kemudian melilitkannya pada pinggang ramping milik Biya, dan sukses membuat si empunya pinggang menahan nafas dan blushing.
Omo! Mimpi apa gua semalem?! Jeritnya dalam hati.
Biya memperhatikan wajah Luthfi yang sedang mengikatkan kemeja pada pinggangnya yang terasa begitu dekat, bahkan ia bisa merasakan deru nafas lelaki itu pada pipinya.
Saranghae oppa. Batinnya sambil tersenyum sendiri.
✒✒✒
Luthfi dan Biya berjalan beriringan-, ah ralat Luthfi berjalan sedikit di belakang Biya membuat gadis itu menjadi salah tingkah sendiri, apalagi tak sedikit pasang mata yang menaruh atensi pada keduanya.
Biya sesekali melirik Luthfi yang dengan santai berjalan di belakangnya. Kenapa Luthfi mendadak jadi manis seperti ini? Dari mulai menyambanginya ke kelas dan mengajaknya ke kantin, lalu merelakan kemeja milik lelaki itu untuk menutupi noda yang berada di rok sekolahnya, dan sekarang berjalan agak sedikit di belakangnnya seolah dirinya itu harus di hormati seperti seorang putri?
Mendadak pipinya langsung memanas, ia menangkup pipinya dan menggigit pipi bagian dalamnya agar tidak sampai melepaskan senyum yang begitu lebar.
Biya menoleh ke belakang lagi, "lo sama Sania-,"
"Udah putus." Sahut Luthfi dengan cepat.
Biya mengangguk kemudian kembali memutar kepalanya kedepan dengan senyum kecil nangkring di bibir ranumnya.
Perutnya terasa ada ribuan kupu-kupu yang terbang membuat ia merasa tergelitik geli.
Semoga ini awal yang baik. Batinnya.
✒✒✒
Tempat ternyaman di dunia ini adalah pangkuan ibu, yah Biya akui itu karena sekarang ia sedang merasakannya. Tidur beralaskan paha milik Bundanya di teras rumah dengan di iringi dengan angin sore yang sepoy-sepoy.
Sementara Lia sedang asyik bermain di halaman rumah yang sengaja di tanam rumput jepang bersama Firza.
Biya memejamkan matanya saat sapuan tangan halus Bunda menyapa rambut cokelat halus miliknya, sungguh terasa nyaman dan bahagia, meskipun ada sedikit rasa yang mengganjal. Kehadiran Ayahnya.
Pria paruh baya itu jarang sekali pulang, dan itu sukses membuat Biya rindu dan marah dalam waktu yang bersamaan. Karena mesikpun Ayahnya pulang pasti akan berujung argumen dengan Bundanya yang selalu meminta agar Ayahnya tinggal sedikit lebih lama, sebelum nanti ia bersama Bunda dan Lia di tinggal pergi untuk berdinas.
Namun Ayahnya selalu memberi alibi kalau ini untuk kebaikan semua, beliau mencari uang pun untuk anak dan istrinya, yah... Biya akui itu memang benar, tapi dalam kehidupan tidak segala sesuatu berkaitan dengan materi kan? Terkadang rasa kasih sayang pun di butuh, bahkan itu adalah salah satu hal yang penting dalam berkeluarga, mungkin materi hanya penyeimbang saja.
Biya langsung membuka mata saat ponsel yang berada di atas perutnya bergetar, tangannya perlahan meraih benda pipih tersebut. Ada pesan yang masuk ternyata.
From : 08xxxxxxxxxx
Enak ya bicth di perhatiin sama most wanted😏 gmn mntep gk minyaknya?Kening Biya berkerut membaca pesan yang masuk dari nomor yang tidak ia kenal, bahkan isinya pun sedikit membuat Biya bingung, apa maksudnya?
Di perhatiin most wanted? Kapan? Enak gak minyaknya? Minyak apa? Pikir Biya.
Wait minyak?
Biya memutar otaknya untuk mengingat sesuatu, sedetik kemudian ia langsung ingat. Minyak... yah mungkin kejadian yang tadi pagi, rok sekolahnya mengenaskan berlumuran minyak.
Jadi ia beneran tengah di kerjai?
Tangannya dengan untuk melakukan panggilan pada nomor tersebut.
Maaf nomor yang ada hubungi sedang tidak aktif, cobalah beb-,
Biya berdecak.
"Nelfon siapa?" Biya langsung menengadahkan kepala menatap Bundanya. Kemudian ia menggeleng sambil tersenyum lalu kembali memejamkan matanya.
Matanya terpejam namun otaknya terus berjalan menerka-nerka milik siapa nomor telepon yang suka mengiriminya pesan ini.
Dan apa tujuannya.
✒✒✒
Omo : Omg.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Luthfi✔
Teen FictionMencintai dalam diam bukanlah hal yang mudah. Mengungkapkan perasaan secara terang-terangan, juga bukan perkara yang gampang. 13 November 2017©