Mungkin setelah ini gua bakalan jarang update, because gua udah mulai kerja lagi. Tapi gua usahain bakalan tetep up, meskipun ngaret. Jangan khawatir gua gak nyelesain ini cerita😂😂
Warning! Ini gak gua edit, males😂 kalo ada typo harap maklum.
Happy reading~
✒✒✒
Suara deritan bangku disebelahnya, membuat Luthfi yang tadi menunduk, asyik menyantap sarapan miliknya pun menengadah dan menoleh, mendapatin Firza yang kini sudah duduk anteng dengan jari-jari panjangnya berselancar dilayar ponsel pintar miliknya.
Luthfi pun langsung buru-buru menyelesaikan acara sarapannya yang tadi berlangsung begitu khidmat kini mendadak kikuk, karena kedatangan Firza.
Tanpa Luthfi sadari Firza sedaritadi sesekali melirik dengan ekor matanya, dengan hati yang bertanya-tanya.
Sejak kapan Luthfi membawa bekal?
Selama enam tahun mereka bersahabat, baru kali ini dia melihat Luthfi membawa bekal.
Segala pemikirannya tentang Luthfi langsung Firza tepis dengan keras.
Dih bodo amat ya! Dia mau bawa bekel apa engga, bukan urusan gua. Batin Firza mendadak kesal sendiri.
Jam terus berjalan, menit terus berlalu, perlahan kelas sedikit demi sedikit terisi karena sudah sebagian murid datang kesekolah.
Luthfi menaruh sendoknya kedalam tuperware yang sudah kosong ini, lalu kembali memasukannya kedalam tas. Setelah itu tidak ada hal yang ia lakukan, selain menatap kedepan sembari memperhatikan teman sekelasnya yang perlahan satu persatu masuk, dan menempati tempat duduk masing-masing.
"Sam! Tukeran." Ucap Firza pada Sam atau lebih tepatnya Samuel Simanjuntak. Dan sukses membuat Luthfi langsung menoleh.
Samuel yang memang baru saja datang, bahkan belum sempat bokong indahnya nempel pada bangku tercinta, pun mengernyitkan dahinya. "Apaan?"
"Tukeran, gua disitu, lo disini." Ucap Firza dengan menggerakan jarinya mengkuti apa yang dia ucapkan.
Mendengar ucapan Firza seketika Luthfi langsung merasa sedih, ada yang tersayat didalam sana. Ia sudah tidak dibutuhkan lagi. Perlahan kepalanya menunduk memandangi kedua tangannya yang saling bertautan.
"Dih ogah! Ntar kalo gua ketularan berabe! Gua masih suka lobang! Bukan batang!" Celetuk Samuel, kemudian duduk dibangku miliknya, yang hanya milik selisih jarak satu bangku didepannya.
Mendengar ucapan Samuel sontak seisi kekelas pun tertawa keras, mulut cablak Samuel memang tidak usah diragukan lagi.
Sementara Firza berdecak kesal, kemudian mendengus malas.
Luthfi sendiri semakin mengeratkan genggamannya, bahkan kini salah satu tangannya mulai terkepal.
Ia marah.
Merasa dipermalukan.
Dan itu sakit.
✒✒✒
Suasana kantin begitu riuh, karena sebagian murid memilih untuk menghabiskan waktu istirahatnya dikantin, ketimbang di perpustakaan, atau tempat lainnya, jadi tak usah diragukan lagi kalau kantin itu surganya para murid saat mengisi waktu luang.
Dan tak terkecuali berlaku juga pada Luthfi, kini ia sudah duduk manis sendirian, yah sendiri, siapa yang mau menemani manusia menjijikan sepertinya?
Ramai, namun terasa sepi.
Banyak pasang mata yang menatapnya, namun ia merasa sendiri.
Segalanya berubah.
Dan sepertinya tujuan, ia kekantin untuk menghabiskan waktu istirahatnya, itu pilihan yang salah. Awalnya ia sudah menimbang apakah akan tetap pergi kekantin atau tidak, namun kakinya terasa begitu enteng dan menghantarkannya ketempat ini.
Tempat dimana semua pasang mata selalu menyempatkan untung menatap kearahnya, dengan berbagai macam tatapan.
"Boleh gabung?" Luthfi langsung menengadahkan kepalanya, mendapati lelaki bertubuh jangkung dan bertubuh mungil didepannya, ah dan tak lupa cengiran mereka yang begitu lebar, membuat Luthfi sedikit ngeri.
"Kursi udah pada penuh Bang, boleh gabung kan?" Ucap si lelaki mungil yang sama memiliki kumis tipis seperti dirinya.
Luthfi mengangguk, "duduk aja."
Setelah mendapat izin, kedua lelaki berbeda ukuran itu duduk dan mulai menyantap makanan masing-masing.
Sementara Luthfi terus menatap keduanya dengan bertanya-tanya.
"Gak usah bingung gitu Bang. Segala sesuatu pasti ada sebab akibatnya. Gua tau lo gak mau jadi kaya gini." Kembali lelaki bertubuh mungil itu berucap.
Luthfi sendiri daritadi hanya diam, tidak mudeng.
"Btw gua Iqbal Bang!"
Kemudian lelaki yang memiliki postur tubuh lebih tinggi dan sedari tadi diam, ikut berucap. "Gua Saghara, temen kelasnya Biya."
✒✒✒
Biya terus melirik kearah meja Luthfi yang hanya berjarak dua meja darinya, ia terus melihat Luthfi yang tadi makan sendirian kini ditemani Saghara dan-- eum entahlah Biya lupa siapa lelaki bertubuh mungil itu, padahal Biya masih ingat jelas lelaki itu pernah menyapanya dengan tidak jelas diparkiran.
Sesekali juga Biya melihat kesegala penjuru kanti yang terjangkau oleh matanya, sambil sesekali menyuapkan siomay pesananya. Tidak bisa dipungkiri kehadiran Luthfi menjadi atensi utama semua murid yang ada disini.
Sementara Firza memutar bola matanya kesal melihat Biya yang sedaritadi selalu dilirik, sementara dirinya terus dianggurkan.
"Weh Saghara! Tiati lo duduk deket-deket, dijadiin target kelar idup lo!" Entah celetukan dari siapa, namun itu sukses membuat seisi kantin langsung ricuh, secara serempak semuanya tertawa dengan guyonan yang sama sekali tidak lucu itu.
Namun tidak berlaku untuk Biya, Firza, Saghara, Iqbal dan pastinya Luthfi, mereka hanya terdiam dan menatap semua yang tertawa dikantin ini.
Perlahan tawa mereka mereda saat Luthfi bangkit dari duduknya dan pergi dari sana.
Tak bisa dipungkiri tatapan Biya langsung berubah sendu. Firza disampingnya pun mengeratkan genggaman pada sendoknya, ada sebagian hatinya merasa marah.
Bagaimana pun dia dan Luthfi tumbuh besar bersama.
Merasakan puberty bersama.
Namun kembali ego menguasai dirinya. Menutup apa yang selama ini lakukan padanya.
Dia tidak melakukan pembelaan apapun.
"Kenapa mulut mereka semua jahat."
Firza menoleh mendengar lirihan dari Biya. Helaan nafas keluar dari mulutnya.
✒✒✒
Dua manusia yang baru saja melihat semua kejadian beberapa detik yang lalu itu, langsung menoleh pada gadis berparas ayu yang berada di depannya.
"Lo nyeselkan?" Ucap salah satu dari mereka. Yang diketahui bernama Hana.
"Kalo lo gak gegabah, gak bakalan kaya gini." Kini yang berucap gadis yang berada didepan gadis berparas ayu itu. Dia Nida.
"Sikap gegabah lo emang gak bisa ditolerin San." Ucap Hana kepada yang dipanggil San atau lebih tepatnya Sania.
"Lo minta bantuan kita buat ngebully Biya, karena lo berspekulasi kalo dia yang buat hubungan lo sama Luthfi putus, namun kenyataanya?"
"Sampe sekarang setiap kali gua liat Biya, gua ngerasa bersalah. Meskipun gua udah minta maaf dan dia udah maafin."
Sania langsung menatap kearah kedua temannya, "lo berdua mojokin gua?"
Mesikpun sebagian hati Sania merasa sedih, melihat Luthfi beberapa menit yang lalu di permalukan didepan seluruh penghuni kantin. Namun lagi-lagi ego-nya selalu unggul.
Jauh dilubuk hati Sania dia begitu sangat menyayangi Luthfi, bahkan rasa itu masih ada hingga sekarang, meskipun ia sudah mengetahui yang sebenarnya.
"Kalo kalian gak mau temenan sama gua lagi, silahkan kalian boleh pergi." Ujarnya begitu congkak.
Kalian bisa melihat sekarang, Sania dan ego-nya yang tinggi.
✒✒✒
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Luthfi✔
Teen FictionMencintai dalam diam bukanlah hal yang mudah. Mengungkapkan perasaan secara terang-terangan, juga bukan perkara yang gampang. 13 November 2017©