Part 2 : Closer

1.8K 142 20
                                    

Maaf kalau ada typo², atau penulisan yang salah🙏😄

Happy reading~

✒✒✒

Biya, atau lebih tepatnya Sabiya Anwar. Gadis berusia tujuh belas tahun, keturunan Jawa ini mematut dirinya di depan cermin, memastikan tampilannya sudah oke atau belum.

Rambut cokelat gelap terurai manis di bahunya, membuat paras gadis ini semakin ayu.

Ia melirik jam berwarna cokelat yang melingkar ditangan kirinya, sudah munjukan setengah tujuh kurang dua menit, berarti sebentar lagi Bundanya akan berteriak. Oke berarti ia harus segera turun.

"Biya! Firza udah ada di depan, cepetan nanti telat!" Can you hear? Belum juga satu menit Biya membahas, Bundanya sudah berteriak saja.

Buru-buru Biya menyambar ranselnya kemudian dengan setengah berlari ia keluar kamar.

"Bekelnya mana?" Ucap Biya saat ia sudah berada di dapur.

Di situ ada Bundanya sedang menyuapi Lia yang masih mengantuk dan Biya yakin kalau Adiknya itu belum mandi, eww! Tapi bagaimana pun Lia tetap terlihat menggemaskan.

Ayahnya? Pria paruh baya itu jarang pulang, seminggu sekalipun kadang tidak, selalu beralasan pekerjaan, tapi... ah sudahlah ini masih pagi tidak perlu membahas hal yang sensitif.

"Tuh." Bunda menunjuk kotak makan dengan sendok yang dia pegang, "Lia aaa lagi sini."

Biya langsung menyambar kotak makannya, kemudian memberikan kecupan manis pada rambut Adik tersayangnya dan tak lupa menyalami Bundanya.

"Assalamu'alaikum." Seusai salam Biya langsung ngacir keluar, ia tidak mau nanti Firza misa misu karena ia lama keluar.

"Wa'alaikum salam."

✒✒✒

"Setengah tujuh lebih dua menit tujuh belas detik." Ucap Firza sambil melihat kearah jam tangan hitam yang melingkar manja ditangan kanannya.

Biya langsung menyentakan kepalanya kebelakang, Firza ini suka sekali perhitungan kalau sudah menyangkut masalah waktu. "Gak nyampe lima menit juga."

"Cepet naik! nanti telat."

Biya mencabik bibirnya, kemudian memegang bahu Firza untuk naik pada motor Vixion putih milik lelaki ini.

"Eh bentar-bentar!" Biya menepuk-nepuk pundak Firza, membuat lelaki itu mengurungkan niatnya untuk menstarter motor.

Firza mendengus, "Apalagi Anwar?" Dia mendadak gemas, ingin rasanya menampol gadis di boncengannya ini.

"Gak usah resek!" Biya menoyor kesal kepala Firza.

"Heh bocah! Ini kepala ada fitrah-nya jangan asal noyor-noyor!" Sungut lelaki bertubuh mungil itu.

"Bodo amat!" Biya turun dari motor Firza kemudian berlari masuk ke dalam, membuat lelaki ini menghela nafas kasar.

✒✒✒

Biya berlari kecil menuju kamarnya, untuk mengambil sesuatu yang tertinggal. Setelah sampai dikamar ia langsung menyambar benda berbentuk segi panjang yang tergeletak mengenaskan di atas kasurnya.

Itu cokelat, untuk Luthfi. Kata Firza lelaki itu penggila cokelat, makanya sejak seminggu yang lalu ia terus mencekoki Luthfi dengan cokelat pemberiannya melalui Firza, siapa tahu lelaki garang itu luluh?

Biya mengecup cokelat yang sudah ia bungkus dengan kertas berwarna krem itu, "semoga kamu bisa buat Luthfi ku luluh." Ucapnya sambil tersenyum-senyum sendiri.

Dear Luthfi✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang