✒✒✒
Biya berjalan tergesa-gesa keluar kamarnya, bagaimana tidak, ia bangun kesiangan, pukul setengah tujuh ia baru bangun, entah mimpi apa ia semalam sampai tidur begitu nyenyak hingga bangun kesiangan.
"Biya! Firza udah nungguin dari tadi di luar." Teriakan Bundanya membuat Biya semakin tergesa.
"Iya Bunda bentar." Biya berlari menyusuri setiap ubin yang berada di rumahnya ini.
"Biya langsung berangkat aja lah Bun," ucap Biya saat sudah berada di depan Bundanya yang sedang menyuapi Lia sarapan.
"Kamu itu loh, udah Bunda bangunin dari jam enam, kirain Bunda kamu beneran udah bangun, taunya masih molor. Mimpi apa sih kamu, ampe nyenyak gitu tidurnya." Ucap Bunda seraya memberikan uang saku Biya.
Biya mengangkat kedua bahunya, "mimpi di nikahi Oh Sehun kali." Sahutnya asal, langsung mendapat gaplokan pelan dari Bundanya, Biya langsung terkikik geli.
"Udah ah, nanti telat. Assalamu'alaikum." Biya mencium tangan Bundanya, lalu mencium pipi gembil Lia.
"Wa'alaikum salam, hati-hati! Jangan ngebut." Pesan Bundanya.
"Ngomongnya sama Firza jangan sama aku."
"Ish! Anak ini!" Biya tertawa kecil, kemudian berjalan keluar rumahnya. Dan tak lupa sebelumnya ia mengambil helm putih miliknya yang biasa ia taruh di ruang tamu.
"Za sorry, gua-," belum sempat Biya menyelesaikan ucapannya sudah dipotong oleh Firza.
"Lo ngapain aja sih? Lama banget! Lo tau gak ini udah jam berapa? Sepuluh menit lagi bel masuk, lelet banget jadi orang!" Ujar Firza terlihat begitu kesal.
Biya langsung menatap tajam lelaki mungil yang kini sudah nangkring manis diatas Vixion putihnya, "gua bilang kan sorry! Lo gak denger apa? Gua kesiangan, gua juga gak mau kesiangan terus ujung-ujungnya lo mencak-mencak sama gua." Ucap Biya sama kesalnya. Matanya berkaca-kaca, ucapan Firza terasa begitu mengena pada hatinya saat lelaki itu mengatakan kalo dirinya lelet.
Mana perutnya perih meminta diisi, karena ia tidak sempat sarapan, apalagi tadi malam ia tidak makan.
"Kalo emang lo gak ikhlas ngasih gua tebengan, gua bisa berangkat sendiri." Biya menaruh helm putih miliknya pada teras rumahnya dengan sedikit kasar, kemudian mulai berjalan meninggalkan Firza.
Firza berdecak, "gak usah kaya anak kecil, ayok nanti telat."
"Serah!" Biya melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan Firza.
Firza menghembuskan nafasnya, kemudian ia turun dari motor dan berjalan dengan cepat kearah Biya lalu menarik lengan gadis itu. "Ayok nanti telat."
"Gak usah! Kalo gak ikhlas nanti gak barokah, kalo kecelakaan gimana."
"Heh itu mulut ya!" Firza menyentil bibir ranum milik Biya membuat gadis itu semakin berenggut.
Firza menarik Biya berjalan menuju motornya, lalu mengambil helm putih milik Biya, dan memasangkan pada kepala gadis yang kini sedang ngambek padanya ini, kemudian Firza menaiki motor miliknya lalu diikuti Biya dibelakangnya.
Kemudian motor Firza melaju kencang membela jalanan kota Majalengka ini.
✒✒✒
Kurang dari lima belas menit lagi bel istirahat akan berbunyi. Biya menopang dagu dengan tangannya bosan, mendengarkan materi yang di sampaikan oleh guru, ia tidak bisa konsentrasi sejak jam pertama tadi karena perutnya yang terus berteriak meminta di isi.
Biya sedikit meringis saat merasakan perutnya kembali perih, lambungnya meminta dimasukan sesuatu, namun Biya harus bisa sedikit lebih menahan karena bel istirahat akan berbunyi sebentar lagi. Ngomong-ngomong soal istirahat Biya jadi langsung memikirkan kala bel istirahat nanti ia akan langsung meluncur kekanti, untuk membeli bakso, gorengan, cilok, es teh, agar perutnya terisi dengan penuh, ugh memikirkan hal itu membuat perutnya malah semakin perih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Luthfi✔
Teen FictionMencintai dalam diam bukanlah hal yang mudah. Mengungkapkan perasaan secara terang-terangan, juga bukan perkara yang gampang. 13 November 2017©