Annyeong~
Yang suka humor, yuk baca siapa tau nyantol sama Abang Erwin😂
Plot twist gua berhasil kah?.-. Dari awal gua mau buat seolah-olah Luthfi, Firza, Hanis suka sama Biya padahal kenyataanya engga😂 dan ada yang nyangka kalo Upi bakalan gua kasih peran gay?.-. Dipart awal gua udah kasih spoiler loh, klo yg peka mah bakalan ngeh pas bagian mana.
Happy Reading~
✒✒✒
"Lo gay?" Cicit Sania tak percaya. Kemudian menutup mulut dengan tangannya.
"Iya, gay." Ucap Luthfi dengan begitu pelan, karena memang ini sangat berat mengungkapkannya.
Bertahun-tahun ia menyimpan sendiri rahasia besar ini, bukan apa-apa, ia tidak ingin orang yang disekitarnya merasa jijik, meski bagaimana pun Luthfi akui kelainan yang ia alami ini begitu menjijikan. Bahkan Luthfi tidak pernah terbersit barang sekalipun melakukan hal menyimpang seperti ini.
Disetiap malam ia selalu termenung, selalu bertanya-tanya kenapa ia bisa seperti ini, dan bagaimana kalau suatu saat ada seseorang yang mengetahuinya, tapi lebih tepatnya bagaimana kalau kedua orang tuanya tahu? Demi apapun Luthfi tidak siap melihat raut wajah kecewa kedua orang tua yang selama ini membimbingnya, dan lagi-lagi kenapa ia bisa seperti ini?!
Luthfi tidak mau menyalahkan siapapun, tapi yang perlu diketahui kalau ini ada sangkut pautnya dengan masa lalunya dulu.
"Jadi selama ini gua pacaran sama gay? Gua suka sama gay?" Sekali lagi Sania bersuara dengan suara yang terdengar seperti tercekat, dan tak lupa ekspresi terkejut masih terpatri rekat di wajah ayu gadis di sampingnya ini.
Luthfi menunduk merasa sangat malu, entah ia merasa sedikit menyesal karena membeberkan jati dirinya yang sebenarnya, tapi kembali lagi jika ia tidak meluruskan semua ini, ia tidak ingin Biya kembali menjadi korban Sania yang salah paham.
"For god shake!" Sania menggeleng kemudian bangkit dari duduk, lalu mengambil tas miliknya dan melangkah pergi dari hadapan Luthfi, Firza dan Biya.
Untuk yang kesekian kalinya Luthfi menghela nafas, mulai hari ini ia akan mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang akan terjadi hari esok.
Luthfi mengadahkan kepalanya saat dirasa ia melihat pergerakan Firza di depannya. Pandangan jijik itulah yang Luthfi dapat dari cara Firza menatapnya, kemudian lelaki yang selama enam tahun bersamanya ini pergi meninggalkannya dan Biya yang masih termangu bahkan tak sadar kalau Sania dan Firza sudah pergi meninggalkan mereka hanya berdua.
Dengan perlahan tangan Luthfi terulur menyentuh lengan Biya yang berada di atas meja, "Biya, you okay?"
Biya langsung terperanjat, kemudian ia memandang Luthfi dengan tatapan sulit diartikan. "Lo gak becanda kan Fi?" Ucapnya begitu pelan, seolah berharap ini hanya lelucon yang Luthfi buat. Namun gelengan dari Luthfi membuat hatinya hancur sudah, bagaimana bisa?
"Gimana bisa?" Tanya Biya lagi, Luthfi menunduk kemudian menggeleng pelan. Mungkin dia belum siap untuk bercerita.
Luthfi kembali menengadahkan kepalanya lalu menatap Biya, perlahan tangannya meraih kedua tangan Biya dan menggenggamnya, dan sukses membuat jantung Biya bergemuruh. Come on bahkan dalam keadaan ia mengetahui yang sebenarnya, jantungnya masih tetap bergemuruh untuk lelaki berwajah garang ini.
"Bantu gua Bi… bantu gua buat sembuh."
✒✒✒
Firza terus memacu vixion putihnya dengan begitu kencang tanpa memperdulikan apapun, bahkan ia tidak sadar kalau Biya ia tinggalkan di cafe. Perasaan campur aduk membuatnya tak bisa perpikir jernih untuk sekedar menyadari kalau di boncengannya tidak ada siapapun.
Perlahan kecepatannya turun saat ia sudah berada di depan rumah Biya, dan seketika berhenti tepat di halaman rumah Biya.
Firza berdiam diri untuk menunggu Biya turun dari motornya, padahal Biya tidak sedang ia bonceng. Saat merasakan di belakangnya tidak ada pergerakan ia pu menoleh dan membulatkan matanya.
"Astaga kenapa gua baru sadar kalo Biya gua tinggalin di cafe?" Ia mengetuk helm yang ia gunakan sendiri. Lalu memutar balik motornya menuju cafe itu lagi.
✒✒✒
Sepuluh menit berselang Firza meninggalkan rumah Biya, si empunya rumah datang dengan di bonceng oleh Luthfi.
Biya langsung turun, lalu melepas helm milik Luthfi. "Makasih." Ucapnya dengan tersenyum kecil.
Luthfi membalas senyumnya, "gua yang harusnya bilang makasih."
"Kalo gitu gua pulang dulu." Pamit Luthfi.
Biya mengangguk, "hati-hati."
Luthfi mengacungkan jempolnya, lalu kembali memasang helmnya.
"Oiyah, bilangin sama Firza. Maaf kalo gua lancang." Ucap Luthfi tersenyum namun tidak sampai pada mata, itu menandakan kalau dia tidak benar-benar tersenyum, mungkin sedih?
Biya mengangguk dengan senyum tulusnya.
Luthfi mulai menjalankan satria FU hitamnya lalu meluncur menuju rumahnya.
Baru beberapa langkah Biya menuju pintu langsung terhenti saat mendengar klakson motor dibelakangnya, ia menoleh mendapati Firza yang nangkring diatas motornya. Wajahnya langsung berubah menjadi masam.
Firza menaikan kaca helm-nya. "Pulang sama siapa?"
"Setan!" Sahutnya kesal, bagaimana tidak. Firza dengan seenak jidatnya meninggalkan ia di cafe.
"Aelah jangan pundung."
"Suruh siapa ninggalin gua?!" Ujar Biya tak santai.
"Gua kalut Biya." Ucap Firza dengan nada seolah meminta pengertian.
"Helm gua mana?"
Firza langsung nyengir memperlihatkan deretan gigi rapinya, "kayanya jatuh deh."
"Apa?!" Muka masamnya bertambah menjadi masam. Kemudian ia berbalik dan melangkah menuju pintu dengan kaki yang di hentakan kesal. "Nyebelin!"
"Jangan Bi, nanti gua ganti sumpah!" Seru Firza di belakangnya.
"Bodo amat!"
✒✒✒
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Luthfi✔
Teen FictionMencintai dalam diam bukanlah hal yang mudah. Mengungkapkan perasaan secara terang-terangan, juga bukan perkara yang gampang. 13 November 2017©