Part 19 : New Day (1)

1K 122 11
                                    

Gua tuh sebenernya lama update karena pengen nunggu, kalo setiap chapter 30+ vote, tapi rasanya mutahil😂😂

Jadi yaudah ajalah, nikmatin aja😂

Happy reading gengs~

✒✒✒

Genap seminggu sudah Luthfi menuntaskan hukumannya, dan mulai hari ini ia sudah boleh bersekolah lagi. Dan sudah sejak hari dimana dirinya dan Biya berbicara berdua dicafe, kini hubungannya dengan gadis itu sedikit lebih akrab. Pernah sekali ia mengajak Biya kepasar malam.

Entahlah Luthfi merasa sangat berterima kasih dengan Biya yang masih mau membantunya, dan masih mau berdekatan dengannya.

Mengingat Biya membuat Luthfi tidak mampu menahan senyumnya lagi. Dia gadis yang manis, kira-kira seperti itu lah Biya dimata Luthfi, dan mampu membuat dirinya merasa nyaman.

Semoga ini awal yang baik.

Tik tok! tik! tok!

Suara dentingan jam membuat lamunan Luthfi buyar.

Sekarang ia sudah rapih dengan seragamnya, padahal jam masih menunjukan pukul enam lebih lima menit.

Ia berangkat pagi untuk kebaikannya, itu pikir Luthfi.

Demi apapun ia masih belum siap mental, bahkan dadanya bergemuruh hebat saking gugupnya, akan terjadi apa nanti semua teman sekolahnya tahu kalau dia sudah bisa kembali bersekolah lagi.

"Gak sarapan?" Suara itu sukses menghentikan langkah kaki Luthfi yang hendak menuju ruang tamu, ia berbalik badan. Mendapati Kakak perempuannya yang berdiri diambang pintu dapur.

Kakinya perlahan melangkah kesana, "Teteh mau balik lagi?" Tanya Luthfi melihat Vania sudah berpakaian rapih, diangguki Vania sebagai jawabannya.

"Gak sarapan dulu?" Tanya Vania untuk kedua kalinya.

"Buat bekel aja."

"Yaudah tunggu." Vania berbalik lalu berjalan, menuju meja makan yang sudah penuh dengan, beberapa menu sarapan yang dia buat sendiri. Diikuti Luthfi dibelakangnya, lalu lelaki berwajah garang itu menarik salah satu kursi, dan duduk disana.

"Kenapa cepet banget?" Luthfi menatap Vania, yang begitu serius menyiapkan bekal untuknya.

"Dikasih liburnya emang segitu." Jawab Vania tanpa harus mengalihkan pandangannya.

"Kenapa gak udahan aja kerjanya? Teteh gak kasian sama Ayah juga Ibu yang setiap hari selalu kangen Teteh, karena Teteh jarang pulang?" Ucapan bak anak kecil Luthfi keluarkan, membuat Vania langsung menatap Adik tersayangnnya itu dan mengulas senyum manis.

Vania menarik kursi tepat berseberangan dengan kursi yang Luthfi duduki, lalu duduk disana.

Matanya menatap lembut Luthfi yang kini sudah besar, masih teringat jelas dulu saat Luthfi kecil, ia yang akan menidurkannya, kala Ibunya yang lelah karena Luthfi susah diajak untuk tidur. Dan jurus yang paling ampuh agar Luthfi kecil cepat tidur, Vania akan menutup mata Adik kecilnya itu dan ajaib Luthfi kecil langsung tertidur hanya dalam beberapa menit pada gendongannya.

Namun kini liat Luthfi kecilnya sudah bertumbuh besar, sudah mengerti mana benar mana salah. Luthfi kecilnya sudah menjadi lelaki dewasa dengan wajah garangnnya yang menawan.

"Teteh berehenti kerja kalau Teteh udah nikah, dan kamu udah dapet pekerjaan. Kalau Teteh gak kerja siapa yang mau ngasih duit buat Ayah sama Ibu? Apalagi Ayah udah gak terlalu kuat buat kerja yang berat-berat." Jelas Vania.

"Makanya mulai sekarang Luthfi harus lebih giat belajar, biar dapet beasiswa abis itu bisa jadi Sarjana, dan dapet pekerjaan yang enak, duit buat Ayah sama Ibu lebih banyak. Jangan kaya Teteh cuma jadi buruh pabrik yang gajinya gak seberapa." Lanjutnya dengan nada begitu pelan dan pengertian.

Mata Luthfi berkaca mendengar Vania berucap seperti itu, seperti ada rasa perih yang merayap hatinya. Vania selama ini bisa dibilang tulang punggung keluarga, bahkan biaya sekolahnya pun Vania yang membayar. Entahlah Luthfi merasa buruk menjadi Adik Vania yang begitu pekerja keras, namun langsung dipatahkan karena sikap bodohnya ini.

"Jangan ngecewain Ayah sama Ibu lagi ya Fi?" Ucap Vania dengan pelan, kemudian menyodorkan kotak bekal sarapan untuk Luthfi.

"Iya." Jawab Luthfi sedikit serak, kemudian mengerjapkan matanya agar air matanya tidak keluar, lalu meraih kotak bekal yang Vania berikan, dan memasukannya kedalam tas.

"Ibu mana?" Tanya Luthfi saat menyadari kalau Ibunya sedari tadi tidak muncul.

"Gak tau, keluar. Katanya beli buat bekel Teteh pulang nanti."

Luthfi mengangguk, lalu berdiri. "Kalo gitu Luthfi berangkat dulu."

"Teteh nanti hati-hati dijalan." Vania mengangguk.

Kemudian Luthfi menyalami Vania.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikum salam."

✒✒✒

Tepat pukul enam lewat lima belas menit Luthfi sudah berada diparkiran sekolah yang masih sepi. Coba bayangkan bagaimana ngebutnya Luthfi naik motor tadi, yang biasanya harus di tempuh dengan waktu lima belas menit, ia hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai disini.

Sepertinya ide berangkat pagi untuk menghindari teman sekolahnya berhasil, karena sekarang belum terlalu banyak murid yang datang.

Namun langsung dipatahkan saat matanya menangkap Biya turun dari motor Firza di sebelah kanan, agak jauh memang namun jika Biya dan Firza menyadari kalau dirinya disini mereka berdua akan menoleh kearah sini. Buru-buru Luthfi turun dari motor dan melepas helm-nya dengan rusuh.

Sial memang sial!

Kenapa disaat sedang buru-buru seperti ini, helm miliknya malah nakal dan memilih jatuh ketanah dibanding nangkring manis diatas spion? Dan sukses membuat Biya dan Firza yang tak jauh dari Luthfi berdiri pun menatap menoleh kearahnya.

Luthfi membungkuk untuk mengambil helm-nya yang tergeletak mengenaskan, lalu kembali menegakan tubuhnya.

"Luthfi!" Seruan dari Biya bertepatan dengan tangannya yang menaru helm pada spion motornya. Ia pun memutar kepalanya tanpa membalikan tubuhnya.

Seulas senyum canggung ia keluarkan, karena melihat Firza yang menatap kearahnya tidak suka.

"Kok gua baru ngeh ya kalo hari ini tuh sebenernya lo udah mulai masuk sekolah lagi." Ucap Biya dengan sedikit keras dengan senyum manisnya.

Luthfi hanya membalas dengan senyum canggungnya.

"Semangat ya!" Biya berseru dengan mengarahkan kepalan tangannya keatas.

Luthfi mengangguk dan tersenyum, kali ini ia tersenyum tulus.

"Gua duluan." Pamitnya, setelah Biya mengangguk ia pun berjalan meninggalkan Biya di parkiran, ah bersama Firza juga yang sedari tadi hanya diam tanpa mengeluarkan suara apapun.

"Gua tau lo suka sama dia. Tapi jangan karena alasan suka lo dengan suka rela jadi tameng dia." Nada saat akan ketidak sukaan Firza keluarkan, membuat gadis berambut cokelat disampingnya ini langsung menoleh.

"Maksud lo apa?" Ujar Biya tidak suka.

"Jangan karena lo suka sama dia, lo rela jadi tameng buat dia Biya! Apa kurang jelas? Lo cuma dimanfaatin sama dia. Dan buat apa berpihak sama manusia menjijikan kaya dia." Ucap Firza begitu entengnya membuat Biya langsung menatap tidak percaya pada lelaki itu.

"Gua baru tau mulut lu jahat banget Firza." Ucapnya kemudian berlalu meninggalkan Firza yang kini mood-nya benar-benar drop.

✒✒✒

Gua mau bikin squel-nya Hanis-Sarah setuju gak? Mau bkin Hanis like bapakable😂 Sarahnya emak-emak rempong😂 punya anak 10😆😆😂😂😂 kayanya mantep.

Dear Luthfi✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang