~ Gue benar-benar bahagia pas denger lo bisa baikan sama si Nenek Lampir. Tapi, sama Om Frans bisa kan lo baikan? ~
-Mujahid Raga Angkasa
---
"Ayah?!" Dinda menatap ke arah seorang pria paruh baya yang berada di dalam mobil hitam dengan tatapan yang begitu terkejut.
Ratu yang melihat Dinda langsung melambaikan tangan dengan ceria, "hai, Din," Dinda membalas lambain tangan Ratu dengan kikuk.
"Ayo naik!" Ratu mengajak Dinda untuk naik ke dalam mobil. Dinda menggelengkan kepalanya pelan.
Ratu mendengus lalu keluar dari mobil, "Ayo naik," Ratu menarik paksa tangan Ratu agar menurut kepadanya. Dinda hanya pasrah saat Ratu menarik paksa tangannya.
Mujahid terbengong sebentar lalu akhirnya tersadar, "woi, kok cuma Dinda yang diajak!"
Ratu memutar kedua matanya, "lo mah enggak usah diajak. Kan lo bukan siapa-siapa gue."
Mujahid memajukan bibirnya ke depan, 'kalau bukan gue. Lo sama Dinda enggak bakal baikan kayak gini,' Mujahid pun masuk ke dalam mobil, walau tanpa ajakan dari Ratu.
"Kenapa lo naik?" Ratu menatap sinis kepada Mujahid.
"Udah, Rat. Kamu jangan kayak gitu dong sama Mujahid," Frans menghentikan Ratu yang masih saja menatap sinis.
Dinda yang berada di tengah-tengah Mujahid dan Ratu hanya diam tanpa suara. Kalau dikasih perumpamaan 'bagai televisi yang ada gambar tapi enggak ada suaranya'.
~:::~:::~
Sepanjang perjalanan dihiasi dengan perbincangan singkat, dan juga diselingi dengan pertengkaran kecil dari Ratu dan Mujahid. Dan Dinda hanya tersenyum melihat kedua orang yang berada di sampingnya.
"Eh, bentar. Kok kita ke taman Om?" Mujahid karena melihat pemandangan sekitarnya
"Udah turun aja dulu," Mujahid mengangguk patuh walau masih agak bingung.
Saat masuk ke dalam area taman, banyak sekali anak-anak kecil yang memadati area permainan. Para orang tua duduk di bangku-bangku taman melihat anak-anaknya bermain.
"Kita duduk di sana aja yuk!" Ratu menunjuk kesalah satu bangku taman yang masih kosong.
"Yuk!" Frans mulai pergi ke arah bangku itu begitu juga Mujahid yang mengikuti Frans dari belakang.
"Dinda ayo!" Dinda mengangguk pelan sambil tersenyum.
Sesampainya di bangku itu, Mujahid langsung duduk di atas bangku.
"Woi, pindah lo dari situ!" Ratu memerintah Mujahid untuk turun dari bangku itu.
"Gue eggak mau!" Mujahid yang memang sangat sulit diperintah menolak perintah dari Ratu.
"Iss... gue bilang turun!" Mujahid menggelengkan kepalanya lagi. Karena kesal Ratu pergi ke belakang Mujahid, lalu mendorongnya dengan kuat.
'Gubrak'
Mujahid terjatuh dengan posisi tengkurap. Ratu tertawa layaknya iblis-iblis di film-film.
Mujahid meringis sakit, "Lo kok tega sih sama gue," Ratu pura-pura tidak peduli dengan Mujahid.
"Bodoh amat, siapa suruh enggak mau ngalah sama gue. Kan lo kena akibatnya juga kan," Dinda menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Udah-udah, lebih baik kalian sekarang baikan," ucap Frans menengahi pertengkaran dari Mujahid dan Ratu. Mujahid merasa gengsi untuk meminta maaf Ratu begitupun sebaliknya.
Mujahid menghembuskan nafas pelan, "Maafin gue ya," Ratu mengangguk kepalanya tanpa melihat ke arah Mujahid.
"Sekarang giliran Ratu buat minta maaf sama Mujahid," Ratu menganggukkan kepalanya.
"Maafin gue," Mujahid mengangguk pelan.
"Kan kita udah baikan nih, jadi sekarang temenin gue buat beli Es Krim sekarang!" tanpa persetujuan dari Mujahid, Ratu langsung menarik tangan Mujahid.
Frans tersenyum lalu menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ratu yang sangat kekanak-kanakan. Frans lalu melihat ke arah Dinda yang hanya duduk tenang di bangku taman dengan sangat tenang.
"Dinda," Frans memanggil nama Dinda dengan lembut. Dinda tersentak kaget, karena dia sedaritadi melamun.
"I-iya," Dinda menolehkan kepalanya ke arah Frans.
"Kok kamu ngelamun sih, entar kesambet loh," Dinda menundukkan kepalanya. Frans tersenyum.
"Kalau diingat-ingat banyak sekali ya kenangan disini," Frans menerawang ke masa lalu.
"Kamu main sama anak-anak yang lain. Terus Ayah selalu duduk di bangku taman liatin kamu," Dinda tersenyum kecut mendengar perkataan Frans.
"Terkadang juga kamu minta dibeliin Es Krim sama Ayah. Kalau Ayah enggak beliin pasti kamu nangis," Dinda berusaha menahan air matanya.
"Dinda kamu mau kan maafin Ayah?" pinta Frans dengan tulus. Air mata pun lolos dari kelopak mata Dinda.
"Ayah tau kamu masih marah sama Ayah, tapi Ayah mohon sama kamu agar mau maafin Ayah," permintaan Frans benar-benar membuat Dinda semakin bingung.
"Maafin Ayah ya Nak," Dinda yang memang benar-benar tidak bisa berlama-lama marah pada Ayahnya langsung memeluk Ayahnya dengan erat.
"Iya, Yah," ucap Dinda disela-sela pelukannya yang begitu erat. Frans tersenyum bahagia.
Dari kejauhan ada Dua orang yang sedang tersenyum yang menyiratkan kebahagiaan. Siapa lagi kalau bukan Ratu dan Mujahid.
~:::~:::~
Malam harinya, Dinda sedang berada di kamarnya sambil bermanja-manjaan dengan kasurnya. Dia benar-benar khawatir dengan percakapan Ayah dan Mamanya yang sedang berada di bawah.
Saat sudah membawa Ratu ke rumah, Frans lalu membawa Dinda dan Mujahid sampai di rumah mereka. Farah kelihatan terkejut melihat Frans. Dan menyuruh Dinda dan Mujahid untuk masuk kamar masing-masing.
Dinda mendekati jendela kamarnya, lalu menatap ke arah bulan yang bersinar sangat terang malam ini.
'Aku cuma mau minta agar semuanya akan baik-baik saja,' itulah harapan Dinda untuk malam ini.
~:::~:::~
Hai Huriah kembali dengan Mysterious Girl...
Kira-kira Frans sama Farah lagi bicarain tentang apa ya???
Itu akan terjawab di part selanjutnya...
S E E Y O U

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story [TAMAT]
Teen FictionCover by : @Gina Pascabela Judul Lama : Mysterious Girl Dinda Savira Lestari anak berprestasi di sekolah, tapi sayangnya dia agak tertutup dan membuat dia agak susah untuk bersosialisasi. Hingga suatu hari tanpa sengaja dia membantu seseorang dan m...