Part 22

76 6 0
                                    



Fathir cukup terpaku melihat interaksi antara adiknya dengan Luri. Naya sedikit meringis saat luka tangannya di bersihkan dan Luri yang teIaten membalutkan perban membuat Fathir memiliki penilaian tersendiri buatnya.

Fathir membuktikan perkataannya pada Faizal untuk membawa pulang Luri sebelum H-2 acara pertunangan. Walau harus memanfaatkan sakitnya Naya dalam menarik simpati.

"Apa loe lihat-lihat! Kalau bukan adek loe yang jadi pasien gue, ogah gue kemari!" Fathir tetap diam, dia melihat kedalam ruangan, nampak Naya tengah terlelap dibalik selimut putih tebal.

Fathir memperhatikan Luri, bersedekap di hadapannya, tatapan Fathir terfokus pada dua bola mata hitam yang tengah memicing dengan angkuhnya. Ia mendekat, melangkah perlahan hingga Luri pun ikut mundur dan tertahan pada tembok.

Luri diam, ia menunggu apa yang akan dilakukan Fathir, cukup tenang memang, namun tangannya terkepal kuat.

"Kita akan bermain sekali lagi, seorang Fathir tidak akan melepaskan mangsa! Tunggu tanggal mainnya, Harrghh!" Fathir berbisik tepat di telinga Luri, ia menirukan raungan harimau di akhir kalimatnya hingga wanita itu berjingkat. Fathir terkekeh.

.

Luri menuruni anak tangga, ia menenteng sebuah tas sedang, bersanding dengan jas kedokterannya pada tangan kiri.

"Loe mau kemana? Kabur lagi?" Fathir membuka suara setelah Luri tepat berada anak tangga terakhir.

"Gue dokter, pasien gue banyak kali, nggak cuma adek loe doang!" sengit Luri, ia melihat Rolex di pergelangannya.

Fathir melirik ponsel yang Luri genggam, "Ya sudah, selamat bersibuk-sibuk ria! Inget, mampir ke rumah calon mertua! Jangan sampe dipecat jadi calon mantu!" ucapnya dengan pandangan fokus pada layar benda pipih di tangan, ia memastikan GPS telah aktif.

"Pasti! Pastikan saja loe nggak banyak berulah, kalau nggak mau Naya terpisah dari kakaknya yang bobok nyenyak di penjara!" Luri melangkah dengan anggun meninggalkan Fathir yang menghela nafas pelan.

· * * *

Sebuah ruangan yang cukup dominan menurut Faizal. Ia mengamati setiap sudut. Ranjang jati berwarna legam, tampak menawan menghadap jendela yang menggambarkan keindahan kota pada malam hari. Dua nakas mengapit ranjang itu, lengkap dengan lampu tidur yang kini menyala di atasnya.

.

Pandangan Faizal beralih pada deretan foto yang berjajar pada tembok dekat jendela. Matanya memicing tatkala melihat seseorang yang sangat ia kenal tengah berpose senyum. Ia tidak sendirian, ada Luri di sebelahnya, sama tersenyumnya dengan wajah berbingkai kacamata serta rambut legam panjang.

'Memories with friends- Niasha & Ana'

Faizal mengangguk lemas, otaknya mencerna semua ini hingga ia terfokus pada nama Claudia Luriana, Luri Ana.

"Astaga!" gumamnya pelan. Pantas saja Luri seperti mengenal baik dirinya, bahkan ia langsung menerima perjodohan yang ditawarkan orang tua mereka pada pertemuan pertama.

.

"Lepasin, Bodoh! Fathir! Loe apa-apaan sih!" teriakan Luri dari arah luar menginterupsi lamunan Faizal. Ia menyipitkan mata mendengar riuh dua orang yang berkejaran.

"Tunggu woy! Ish, dasar macan betina, kuku loe tajem bener! Ya Allah, ini wanita atau jelmaan singa barong!"

"Lepasin gue bilang! Minggir loe ah, lagian ngapain sih loe ke apartemen gue! Tahu dari mana co_! Lo di sini, berarti Izal!" suara detakan hak yang beradu lantai semakin terdengar, Faizal memusatkan pandangannya pada arah pintu yang tertutup.

Marry Or Not? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang