part 25

124 7 5
                                    

Ini masih terlampau pagi untuk ukuran hari minggu, namun Faizal sudah duduk di balkon kamar sambil membaca perkembangan dunia otomotif melalui tabloid online. Bursa jual beli, persaiangan merk-merk mobil kenamaan dalam menunjukkan exsistensi, juga modif mobil yang menjadi tren terkini, semua itu adalah sarapan pagi bagi Faizal. Bahkan baru-baru ini, bengkel auto fashionnya menerima sebuah permintaan modif beraliran JDM ( Japanese Domestic Market). Aliran modifikasi tren dikalangan anak muda yang mungkin saja adalah penggemar "Tokyo Drift" karena modif JDM ini menyulap mobil dengan komponen-komponen yang berasal dari negara Jepang berbau Nihon.

Berhubung sang pemilik menyerahkan desain modif sepenuhnya kepada Faizal, maka dalam benak lelaki itu tergambar sebuah rancangan di mana ciri khas JDM, yaitu warna yang tidak terlalu ramai, bisa berkolaborasi dengan warna cerah yang sedang digandrungi tahun ini.

Hitam untuk cap mesin, dipadu dengan warna kuning hijau chrome yang membentuk panah (Wakaba) mungkin bisa jadi salah satu pilihan.

Faizal segera menggapai ponselnya untuk berdiskusi dengan Fathir, namun belum sempat ia men-dial nomornya, Fathir justru menelpon lebih dulu.

"Bos ke pameran mobil yang di Kebayoran sekarang dong!" suara Fathir langsung terdengar di telinga Faizal.

"Waalaikum salam!" alih-alih merespon, Faizal justru menjawab salam yang tidak sempat diucapkan Fathir.

"Njir loe!" Orang di seberang mengumpat jelas, kemudian berdehem untuk menormalkan suasana.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, soudara Faizal, harap Anda datang ke pameran. Ada hal penting."

"Walaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Loe nyuruh gue ke sana? kalau begitu, apa kerjaan loe, kalau di pameran gue juga yang harus turun tangan? Makan gaji buta? Gue sibuk, ada pertemuan sama klien yang kemarin minta modif JDM."

"Dosa nggak sih mutilasi mulut bos sendiri? Anjir, tajemnya ngalahin samurai! Nyesel gue telpon. Padahal niat utamanya mau ngabarin kalau gue lihat cewek rambut merah, eh ternyata itu Manda. Tap_"

"Setengah jam lagi loe gantiin gue ketemuan sama klien. Semua file desain udah gue simpan di laptop!"

Sambungan telpon putus begitu saja membuat Fathir mencak-mencak.

"Dasar bos minus sopan santun! Bisa-bisanya dia matiin telpon gue seenaknya, padahal belum ucap salam. Orang punya duit mah, perbuatan seenak udel sendiri. Untung ini suara hati gue, bukan suara rakyat."

"Ada apa dengan rakyat, Thir?"

"Eh Si manis sudah dateng. Sendirian?"

"Kan kamu sendiri yang minta supaya aku jangan telat. Tadi nebeng Papa, kebetuan Papa mau main golf di daerah sini!"

"Papa kamu suka main golf ya?"

"Ih kok tau, Bapak Fathir penjual stick-nya ya?"

"Ih kok tau?"

"Kelihatan dari muka!"

"Oh jelas, mukaku kan ganteng tiada tara. Apalagi pipi, ciumable banget loh. Mau?"

Muka Manda merah seketika, ia membuang wajah membuat Fathir tertawa terbahak-bahak. Niat hati ingin menggoda Fathir, malah dia sendiri yang kejebak sama candaannya.

"Ih mukanya merah, kek apel. Jadi pengen gigit!"

"Apaan sih, Thir! Kadal emang kamu!"

"Panggil sayang lebih cocok Manda, dari pada kadal, Izal hoey!" Fathir melambaikan tangan membuat Manda menggaruk tengkuk.

"Kadal Izal? Memang ada?"

Fathir menahan tawa mendengar pertanyaan Manda yang terdengar seperti gumaman.

Marry Or Not? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang