Gaun pengantin berwarna putih kombinasi ungu terpasang sempurna pada sebuah manekin di sudut ruangan. Dengan padu padan berlian yang bertabur melingkar pada bagian depan membuat siapapun pasti akan terpikat jika melihatnya. Tapi sepertinya tidak untuk Manda. Wanita itu justru acuh saat berdiri di samping manekin tersebut, ia lebih berfikir bagaimana cara membawa gaun tersebut pada pemiliknya yang sudah berada di Bogor.
.
Huft... bahkan saking acuhnya, ia tak menyadari jika Marion sudah berdiri di belakangnya beberapa menit lalu.
“Astagfirullah hal adzim!” seru Manda saat tak sengaja ia mundur dan punggungnya menabrak Ion. Wanita itu mengelus dadanya untuk meredakan kaget. Sementara Ion melihat Manda dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ion, kamu itu ngagetin, ngerti nggak sih!”
“Kak Manda melamun ya? Kenapa sih? Mikirin mobil?” Alih-alih menimpali ucapan, Marion malah bertanya pada Manda.
“Hmm!” jawab Manda singkat sambil mengerucutkan bibirnya.“Ish, bibirnya maju-maju gitu! Jadi pengen nyium!”
“Apa sih Ion! Aku itu kakak kamu juga! Nggak sopan!”
“Ish biarin, orang cinta ini!” jawab Ion dengan santai. Manda hanya mengerdikkan bahunya.What..? Marion dan Manda memang adik kakak, tapi kok cinta?
Jika kalian mempertanyakan ini, yang tahu jawaban detailnya ya si Marion itu, kenapa dia bisa cinta sama Manda yang notabene adalah kakaknya.
Entah apa yang melatarbelakangi perasaan tersebut, yang jelas Marion mulai menyimpan rasa semenjak orang tua mereka menikah. Yup.., mereka saudara tapi tidak sekandung. Marion adalah anak mama tiri Manda dengan suaminya terdahulu.
“Memang Papa bilang gimana mengenai mobil itu?” Manda menghembuskan nafas putus asanya mendengar pertanyaan Ion.
“Tetep nggak mau ngasih duit untuk ganti rugi mobil Faizal yang udah aku penyokin bempernya! Padahal sumpah, uangku udah habis buat modif mobilku sendiri. Terakhir 275 juta untuk ngubah cat warna dari putih menjadi Yellow Candy Tone, lalu bentuk pintu tak buat ala Lamborghini kayak milik si maju mundur syantik itu. Kemarin baru masang paket audio sama layar dan subwofer biar lebih ngebas, eh belum beres sekarang malah kena sial!” jelas Manda persis seperti orang menggerutu.
“Lagian yang rusak bamper depan sama kaca spion doang kan? Paling-paling nggak nyampai sepuluh juta!”
“Nggak nyampai gundulmu! Itu mobil memang Jazz biasa, tapi catnya sudah diganti dengan Pure Metal Silver milik BMW yang harganya selangit. Itu kenapa aku mau saja pas dia bilang boleh pake mobil koleksi bengkelnya, kan bisa cuci mata gitu.., Eh tahunya ketiban sial!”
“Apa istimewanya, Cuma cat doang!”
“Eh dasar Mbak Marion, yang di rumah cuma mainannya dakon! Gini nih cowok yang nggak ngerti modif mobil! Itu cat harganya bisa sampai 950 jutaan ya! Warna perak namun bisa memberi efek gelap terang seperti cat berbahan krom. Untung cuma bamper doang yang diberi warna Pure Metal Silver, itupun nggak semua, cuma beberapa persen doang. Coba kalau semua, aku harus gimana coba!” Marion urung menggoda Manda setelah melihat raut wajah wanita itu yang nampak sedih.
“Terus gimana?”“Ye.. situ malah nanya!”
“Enggak, maksudku kesepakatan Kak Manda sama pemilik bengkel itu!”
“Ya kalau aku belum kasih uang ganti rugi, aku nggak boleh ambil si yellow. Kalau nggak ada si yellow aku nggak bisa ke Bogor buat anterin tuh baju pengantin milik Virda. Masa aku nggak datang ke acara dia. Ya kali aku harus naik bis! Ntar digrepe-grepe gimana, kan sekarang banyak tuh kasus kriminal di dalam angkot! Haduh kok malah horor sendiri sih!” dumel Manda sambil menghembuskan nafas. “Aku mau si yellow, Ion! Gimana caranya!” sambung Manda setengah merengek.
“Udah, jangan sedih! Ntar aku bantu!” putus Marion.
“Kyaa... beneran? Nggak bohong kan?” binar bahagia kembali menyelimuti bola mata Manda. Marion mengangguk sambil tersenyum seraya membalas pelukan wanita mungil yang beberapa saat lalu sudah menghambur ke pelukannya.
‘Bolehkah aku berkata, jika cinta memang tak memandang perbedaan apapun termasuk umur? Kamu memang kakakku, lebih tua dariku 3 tahun, wanita dengan banyak tingkah, dan sialnya itu yang buat aku mencintaimu!’ batin Ion bersuara.
• * * *
Faizal duduk di balik kursi kebesarannya, sebuah ruangan berukuran 4x5 yang berada di lantai dua bengkel auto fashion, tempat dimana biasanya dia bertemu dengan pelanggannya untuk berbicara tentang kesepakatan desain modif mobil.Selepas dari kantor polisi untuk mengurus mobil penyok yang kini sudah terparkir di garasi, lelaki itu langsung kembali berkutat dengan rancangan yang terpampang jelas di layar laptop.
Perhatiannya tersita pada bungkusan yang terletak diatas meja. Berhenti sejenak, ia mengembil bungkusan itu kemudian tersenyum. Sebuah bekal makan siang yang sudah disiapkan oleh Bu Mala. Nasi dengan sayur labu juga daging empal kesukaannya.
Dia sudah memiliki wanita sempurna dalam hidupnya, seseorang yang mengerti apa yang dia mau tanpa harus bicara, tempatnya kembali dan berkeluh kesah.
Tapi kembali ia teringat ucapan ibunya sebelum dia berangkat ke kantor polisi pagi tadi.“Ibu kira kamu sakit sampai geleng-geleng gitu!” suara Bu Mala terlintas kembali di benaknya.
“Nggak Bu!” jawabnya singkat.
“Zal..! kali ini Ibu serius. Suatu saat, kalau Ibu sudah nggak ada. Ibu sudah dipanggil sama yang kuasa! Terus kamu sakit, siapa yang bakal ngerawat kamu, kalau sampai saat ini kamu masih enggan mencari istri? Mbok ya cepet nikah to, Zal! Mumpung Ibu dan Bapakmu masih hidup!” Bu Mala kembali bersuara setelah melihat kearah Izal. “Ibu sama Bapak harus gimana lagi? Dijodohin nggak mau, untung si Dahlia mau sama Marwan! Kalau nggak, mau ditaruh dimana muka Ibu bapakmu ini!” sambung Bu Mala lagi.
“Itu artinya Marwan sama Dahlia jodoh, Bu!”
“Ya memang jodoh, yang nggak niat cari jodoh itukan kamu!”
“Masya Allah, Bu! Siapa tahu sekarang jodoh Izal lagi dipinjem orang! Santai, Bu! Jalan masih panjang!” canda Faizal.“Dari dulu jalan ya memang panjang, yang pendek itu ya kolormu ini!” kata Bu Mala sambil melempar sesuatu bernama kolor itu ke keranjang cuci. “Ngomong sama kamu malah jadi darah tinggi, Zal!” sambung Bu Mala sambil berlalu pergi.
• * * *
“Hmm.. Jodoh.. Nikah..!” gumam Faizal sambil menutup mata membayangkan perkataan Ibunya tadi pagi.“Siapa yang nikah? Kamu mau nikah?” suara heboh tiba-tiba itu membuat Faizal terlonjak kaget.
“Astaga! Arman! Biasain napa, kalau mau masuk ketok pintu dulu! Astagfirullah hal adzim! Kayak turunan tarzan hutan!”
“We..we.. we...! tuh mulut nggak dipasang filter, ngatain seenak jidat! Mana ada turunan tarzan gantengnya kayak Gue! Dasar mulut Bulak!”
Faizal melotot mendengar perkataan Arman. “Sekali lagi ngatain Gue! Tak amplas tuh mulut!”
“He..he..he.. Ampun..! Temenin Gue yuk, Nyuk!”
“Ogah, Nyet!”
“Ileh..! Belum juga ngomong! Udah main ogah-ogahan! Nggak setia kawan Lo!”“Ck..! temenin kemana?” sewot Faizal.
“Ketempat Pipit!” jawab Arman singkat.
“Weh..ngapain?” Faizal menatap horor, ya jelas hororlah, pasalnya si Pipit adalah mantan termatrenya Faizal.
“Istri Gue ngidam pizza! Gue kira cuma si Pipit yang bisa dimintain tolong!”
“Apa hubungannya ngidam istri Lo sama si Pipit?”
“Ya kan si Pipit punya toko kue yang juga bisa bikin pizza!” Faizal menyimak penuturan Arman dengan seksama.
“Istri Gue ngidam pizza. Pizza yang ukurannya secawan, toppingnya daging kelinci sama irisan pete!”Faizal melotot horor. Sumpah ini istrinya si Arman, bukti nyata wanita itu, ck..ck..ck.. selain galak, ribetnya saingan sama harga sembako menjelang ramadhan..! Ngak ketulungan..! Mana ada Pizza toping pete, nggak elit banget..!
Oke... Fix, jika ingin hidup tenang, ‘jodoh dan nikah’ perlu di skip dulu dari pemikiran Faizal!
Bersambung....

KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Or Not?
Humor"Ups, maaf! He...he... nggak sengaja! Reflek, saking senangnya!" kata-kata itu keluar dari mulut Manda, saat Faizal menarik tangan yang hendak dicium oleh Manda. "Inget batas suci!" Seloroh Faizal sekenanya. "Idih segitunya. Ketahuan nggak pernah de...