Part 6

111 8 0
                                    

Sebuah obrolan masalalu sama sekali tidak membuat laki-laki bernama Faizal menjadi terbawa perasaan hingga terhanyut, atau semacamnya.

Ya semacam lelaki yang biasanya menjadi jahil sekaligus ganjen dengan sang mantan jika mereka mengenang sebuah "nostalgila" yang nantinya terbitlah sebuah kesan "mantan terindah".

Cih..!

Omong kosong! Orang kok melulu kesandung masa lalu. Move on dong!

Seperti yang dia dengar sekarang, wanita dihadapannya kini tengah bercerita tentang hubungan mereka dulu. Ya, Pipit, pagi-pagi sudah duduk manis di ruang kerja Faizal.

Ya, memang tidak mengherankan, kedatangan Pipit kerumahnya tempo lalu adalah meminta bantuan kepada Faizal untuk mengecat ulang dan mendesain logo di badan mobil toko rotinya.

Dan disinilah dia, ketika pembicaraan tentang mobil sudah selesai, wanita itu tak kunjung pergi membuat Faizal jengah.

Apalagi ketika membicarakan tentang cat yang akan digunakan, alih-alih pasrah, wanita itu justru menawar dan menginginkan cat kualitas terbaik, dengan harga paling murah! Sangat sederhana bukan kemauan wanita itu?

Ya sederhana. Sesederhana ngecat es batu balok! Sampai mati nggak pernah ada kata kering.

"Izal..! Kamu kok malah melamun, pasti nggak dengerin aku ngomong!" suara Pipit membuyarkan lamunan Faizal.

"Denger! Aku dengerin kok!" Faizal menjawab singkat.

"Denger apa coba?"
"Kebun binatang. Kamu bercerita saat di kebun binatang!"

"Iya. Dan kamu tahu, itu pengalaman yang nggak bisa aku lupain!"

'Dan itu pengalaman yang ingin aku hilangkan dalam hidupku' ingin sekali Faizal mengucapkan kalimat itu, tapi ia berusaha menahannya. Ia tidak ingin jadi aktor drama hari ini.

Yakin, jika kalimat itu terlontar, wanita dihadapannya bakal mencak-mencak dan nuduh Faizal yang tidak-tidak kemudian berujung pada adegan menangis, nggak mau berhenti sebelum Faizal minta maaf dan menjanjikan sesuatu.

Ya jika sesuatu yang diminta itu lumrah, bunga misalnya. Kalau hal yang ekstrim? Faizal terlalu hafal tabiat Pipit yang satu ini. Dan mau tak mau Faizal mengingat kejadian di kebun binatang yang Pipit maksud.

Faizal menemani Pipit di sebuah kebun binatang waktu itu. Bukan untuk rekreasi keluarga, kedatangan mereka karena band kegemaran Pipit sedang manggung disana untuk acara amal dan peduli kesejahteraan hewan.

Setelah konser, ada acara lelang. Para personil band itu melelang barang kesayangan mereka. Pipit merengek pada Faizal, saat sang vocalist mengumumkan barang yang akan dia lelang.

Sebuah kacamata berwarna hitam yang menurut Faizal biasa saja, bahkan bejibun di Tanah Abang. Tapi tidak untuk sang vocalist, benda itu merupakan benda yang keramat karena menemani perjuangan mereka sebelum terkenal.

Akibat rengekan Pipit, Faizal harus mengeluarkan uang empat juta untuk sebuah kacamata bekas euy...

Bukan tidak sayang, tapi kehidupan ini bukan cerita di novel-novel yang penuh drama, seperti seorang kaya raya yang tertarik pada gadis biasa dan melakukan apa saja untuk mendapatkannya. Huft... Hidup ini realita dimana uang memang sulit di dapat jika tidak terlebih dulu mengeluarkan keringat, benar bukan?

Dan sialnya Faizal, dia harus merelakan uang itu kurang dari satu jam karena kacamata itu terjatuh dan patah saat Pipit berlari untuk berebut bunga yang diberikan cuma-cuma dari sang vocalist untuk penggemarnya.

"Kamu bisa belikan aku yang lebih bagus setelah ini kan, Zal! Aku nggak mau pake barang yang sudah rusak! Ah akhirnya aku dapat juga bunga ini!" kalimat itu yang keluar dari mulut manis Pipit saat Faizal menanyakan nasib kacamata terkutuk itu.

Oke, fiks... Pipit tidak menggunakan saringan saat berbicara tanpa dosa pada Faizal kala itu, membuat lelaki itu ingin segera menerkam harimau yang sedang menatap seakan mengejek dari dalam kandangnya. Setidaknya itu terdengar menarik dari pada dia harus bergulat dengan kuda nil yang tengah lebar membuka mulutnya, menanti makanan siang dengan anggun tanpa peduli sekitar, termasuk Faizal yang mulai mengeluarkan tanduk menghadapi wanita matre macam Pipit.

"Hutf...!" Faizal masih saja ndongkol jika mengingat kajadian itu. Wanita dihadapannya lebih menganggapnya sebagai ATM berjalan dari pada pacar.

"Kamu kenapa, Zal? Kayak badmood gitu! Bagaimana kalau kita makan siang? Inter resto masih enak loh makanannya, apalagi olahan dagingnya masih selembut dulu, nggak berubah. Bagaimanapun restoran mahal memang pandai mempertahankan cita rasa!" Pipit semangat berbicara tentang restoran favorite mereka. Ralat, favorite Pipit lebih tepatnya, karena Faizal hanya masuk ke restoran itu karena Pipit yang memaksa.

Bagaimanapun nafsu makannya langsung hilang saat melihat menu asing baginya, namun favorite menurut Pipit. Walau sama-sama daging, empal bikinan Bu Mala nggak ada duanya.

"Maaf, Pit, aku sibuk. Lagipula bengkel se_" Belum selesai Faizal berkata, suara ponsel Pipit berbunyi. Mau tak mau Faizal menjeda omongannya.

"Its okay, Zal! kita nggak harus makan siang hari ini. Aku harus pergi ke toko sekarang! Tapi mungkin Inter Resto masih menunggu kita untuk makan siang lain kali!"

'Dalam mimpimu!' Ingin sekali Faizal meneriakkan itu didepan Pipit, namun niat itu ia urungkan mengingat kesepakatan mereka yang berpisah baik-baik saat Faizal memutuskan untuk tidak memilih keduanya, antara Pipit dan Dahlia. Lagipula pisah baik-baik adalah alasan terbaik yang bisa ia utarakan pada Pipit untuk melepaskan diri dari wanita matre itu.

Faizal hanya memberikan senyum tipis saat Pipit beranjak pergi dari ruangannya.
"Alhamdullilah.., akhirnya pergi juga!" ucap laki-laki itu lirih, saat Pipit menghilang dibalik pintu.

'Huft ternyata berubah penampilan bukan jaminan akhlak dan sikap juga ikut berubah' batin Faizal bicara.

Bersambung...

*maaf terlalu pendek.. part ini untuk yang penasaran tentang masalalu Faizal dan Pipit...
Untuk selanjutnya, ditunggu aja ya..

Inakaarum

Marry Or Not? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang