Part 24

100 7 0
                                    


Manda membawa dua tumpuk kardus besar, di dalamnya ada setumpuk bahan yang akan dia gunakan untuk membuat baju pengantin. Setumpuk potongan kain Chiffon yang rencananya akan ia gunakan untuk layer-layer pada bagian bawah busana, agar mendapat kesan gaun yang ringan dan melayang, apalagi melihat calon mempelai wanita bertubuh ramping.

Langkah Manda terhenti saat dirinya merasakan menginjak sesuatu. Tumpukan kardus sanggup mengalihkan pandangannya, apalagi kotak yang berada di bagian atas berisi manik-manik dan bebatuan untuk hiasan gaun yang mudah pecah.

"Maaf ya, nggak sengaja!" Manda bertutur tanpa menghiraukan siapa yang dia ajak bicara. Ia berniat melanjutkan langkah memasuki rumah jahit baju pengantin yang ia dirikan bersama sahabat maminya. Selama ini Manda hanya mendesain gaun dan memotong sesuai ukuran, untuk hal jahit menjahit, ia akan menyerahkan pada sahabat maminya, orang yang menurut Manda lebih ahli.

"Kalau ngomong sama orang, lihat wajahnya!" Manda mengurungkan niatnya, ia justru diam terpaku mendengar suara orang yang mustahil menemuinya.

Manda masih diam saat kardus bagian atas sudah berpindah tangan. Matanya justru melotot tatkala melihat Faizal benar-benar nyata dan bediri di hadapannya, sama-sama memeluk kardus seperti dirinya, meskipun ukuran yang dibawa lelaki itu lebih kecil.

"Kok, bisa di sini?" Manda terheran-heran menatap lelaki di hadapannya.

"Inikan tempat umum! Bukannya rumah jahir ini dibuat untuk dikunjungi?" Manda mengangguk, ia melangkah tanpa membalas penuturan Faizal.

Faizal meringis, dirinya merutuki ucapan yang keluar begitu saja. Ia berani bertaruh, jika saja Fathir atau Arman melihat ini, mereka akan menjadikan candaan abadi sepanjang hidupnya, mungkin sampai nisan Faizal di makan rayap.

* * *

Manda memperhatikan Faizal dengan secangkir kopi yang ada di hadapannya, masih diam dengan tangan sibuk mengotak atik ponsel. Mereka tengah duduk di sebuah cafe yang tak jauh dari rumah jahit. Sedikit berat Manda mengikuti kemauan Faizal untuk berbicara di cafe saat hatinya masih remuk redam.

"Jadi, kenapa kemari, apa ada pelayanan yang tidak memuaskan? Nanti akan aku bilang pada mami! Ck , mereka itu gimana sih?" Manda membuka pembicaraan sambil mencari kontak milik maminya di ponsel. Entah mengapa dirinya mendadak amnesia dengan kontak milik mami. Darahnya berdesir dan terasa panas, pertunangan Faizal dan Luri seharusnya sudah terlaksana dua hari lalu. Lalu bagaimana dirinya bisa melupakan seseorang yang harus dilupakan, sementara setelah pertunangan orang itu masih muncul di hadapannya!

"Milik mami mendadak nggak ketemu, sebentar aku telepon asisten aku dulu!" Manda urung menempelkan benda pipih itu pada telinganya. Pandangan mata Manda beralih pada tangan Faizal yang menghentikan aktifitasnya itu.

"Pertuangannya dibatalkan." Ujar Faizal tenang. Ia menyeruput kopi hitam yang masih mengepulkan uap.

"Oh jadi ini masalah administrasi? Nanti bisa dibicarakan dengan pihak-pihak terkait, mungkin mereka bisa mengembalikan setengah dari dana yang sudah masuk! Akan diusahakan, tenang saja!" Manda berbicara seolah-olah tak mendengar perkataan Faizal. Bukan tak mau tahu, ini hanya lebih seperti perasaan bingung apa yang akan dirinya perbuat.

Apa harus beruforia dengan meloncat-loncat? Apa yang harus dirinya harapakan lagi meskipun mereka gagal bertunangan? Nyatanya lelaki itu dengan tegas berujar tidak peduli padanya tentang apapun.

"Ini nggak ada hubungannya sama administrasi. Aku ke sini, mau, minta maaf!" Faizal memalingkan wajahnya sebentar saat mengutarakan permintaan maaf. Ini perkara berat untuknya, bukan dirinya yang sulit mengakui kesalahan. Hanya saja Faizal tidak ingin melihat reaksi Manda yang mungkin saja menertawakannya.

Marry Or Not? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang