Part 1

459 14 13
                                    

Happy Reading...

Beberapa mobil tertata rapi di halaman rumah sederhana berlantai dua sudut komplek. Rumbai riasan janur nampak elok tertempel pada pilar-pilar sudut tembok. Lampu kristal memantul cahaya lilin menambah daya pikat pada setiap pasang mata yang melihatnya.

“Alhamdulillah...!” seru hampir semua orang yang ada di ruang keluarga Haji Abdullah.
Hari ini memang digelar ijab qobul, Marwan. Anak ketiga Haji Abdullah yang berhasil meminang seorang guru cantik bernama Dahlia.

Gurat kebahagiaan terlukis jelas dari wajah kedua mempelai. Keluarga terdekat yang hadirpun turut bersuka cita atasnya. Begitupula dengan Faizal, lelaki anak kedua dari keluarga Abdullah itu tersenyum sambil memeluk erat sang adik.

“Selamat ya Marwan! Akhirnya nikah juga kamu!” Faizal menepuk pelan pundak Marwan.
“Terima kasih, Bang! Ini semua juga berkat doa Abang!” Faizal mengangguk mendengar penuturan sang adik. “Aku harap, Abang segera menyusul!” Perkataan lanjutan yang dituturkan Marwan tak pelak membuat Faizal mendengus pelan. Pasalnya sudah tak terhitung kalimat serupa yang ditujukan untuknya ketika menghadiri acara pernikahan.

Jengah? Ya mungkin saja. Tapi Faizal tipikal orang yang cuek. Lelaki seperti Faizal memang sudah cocok untuk berumah tangga jika ditelisik dari kematangan. Umur? Tahun ini dia menginjak usia 29 tahun. Pekerjaan? Bahkan dengan duduk saja uang akan menghampiri. Setiap minggu bengkel auto fashionnya selalu menggarap paling tidak dua mobil untuk dirombak penampilan walau hanya grafis body. Belum lagi bisnis jual beli mobil bekas yang beberapa tahun ini dia geluti, rasanya cukup jika untuk menafkahi sebuah keluarga jika ia mau.

Mau? Itulah masalahnya. Kemauan yang ada pada diri Faizal masih belum menampakkan batang hidungnya, mungkin. Terlebih cara pandang Faizal yang menganggap wanita adalah sosok makhluk Tuhan yang ribet setengah mati, membuatnya bergidik ngeri jika harus dihadapkan dengan tingkahnya.
Bukah berarti lelaki itu tidak normal, dia normal, pernah jatuh cinta, pernah dicintai juga mencintai. Namun cintanya terdahulu terbentur dengan slogan ‘ada uang abang sayang’. Ya, wanita yang pernah singgah di hati Faizal lebih condong pada kemewahan. Ia dulu bahkan terang-terangan meminta jatah bulanan dengan nominal tertentu padahal belum sah menjadi istri.

Keribetan wanita yang selalu menghantui Faizal adalah sikap cemburu dan kekangan yang berlebihan. Wanita selalu ingin diperhatikan tanpa memperhatikan dan terakhir ini yang bikin bergidik. Sebuah pasal yang tak tertulis, namun cukup teruji, ‘Wanita itu selalu benar’. Yab.. seperti itulah...

“Kenapa bengong, Bro? Nyesel tuh calon diembat adik sendiri?” Sebuah tepukan membuyarkan lamunan Faizal. Arman sang pelaku hanya cengengesan melihat pelototan tajam yang dilayangkan Faizal.
“Itu mulut remnya blong, ya?” ucap Faizal sinis.
“Et dah.. tenang Mas Bro... Cuma bercanda!” Arman mengeluarkan cengiran khasnya. “Tapi bener lo, coba situ minat pas di jodohin sama Dahlia, pasti sekarang situ yang duduk di singgasana!” tambah Arman sambil mengalihkan pandangannya pada Marwan dan Dahlia yang sedang tersenyum sambil menyalami para undangan.

“Astaga... itu mulut memang nggak pake bismillah dulu ya kalau mau mangap!” Faizal memiting kepala Arman, sahabatnya dari SMA. “Nikah itu bukan sekedar minat dan nggak minat. Tanggung jawabnya besar kalau udah bawa anak orang dalam rumah tangga. Ah pokoknya ribet!”

“Nah ini yang jadi masalahnya. Kamu selalu memikirkan masalah yang belum tentu jadi masalah! Tanggung jawab itu nggak hanya kalau udah bawa anak orang aja! Kamu nerima orderan grafis, itu juga harus ada tanggung jawab di dalamnya. Intinya, jangan berfikir terlalu jauh. Semua itu hanya butuh dijalani, dengan sepenuh hati, terlebih lagi ikhlas!”

“Aku selalu ikhlas menjalani, juga sepenuh hati. Tapi saat ini belum bisa untuk seorang wanita. Kesendirian juga nggak terlalu buruk!”
“Terus kamu bakal nggak nikah seumur hidup? Inget umur! Aku aja udah mau punya dua anak, situ lubangnya aja belum ketemu!... aww... sakit Izal!.. kalau gagar otak gimana nasib anak aku, nggak ngira-ngira kalau mau njitak. Mana tangannya keras banget!” Arman menggerutu setelah mendapat jitakan dari Faizal yang kali ini sudah berjalan menjauh.
• *    *   *
Jari Faizal tergerak menyentuh tombol pada sebuah mesin yang ia gunakan untuk mencampur warna, mesin itu berhenti tepat saat seseorang masuk kedalam ruangan.
“Maaf, saya nggak lihat ada orang disini! Hehe..” seseorang itu nyengir saat Faizal menatapnya dengan tatapan horor karena orang terlalu keras mendorong pintu ruangan hingga mengagetkan dirinya.

“Ada perlu apa ya sampai masuk kemari?” Faizal bertanya masih dengan sorot wajah horor. Sementara orang dihadapannya terdiam dengan pandangan yang sulit diartikan.
“Ehmm... ada perlu apa sampai kamu masuk kemari?” Faizal mengulangi pertanyannya hingga seseorang yang itu tersadar dari diamnya.
“Eh... iya itu, apa, anu! Ish.. maaf, saya ingin ketemu sama Pak Faizal, kata karyawan didepan, Pak Faizal ada di ruangan ini!”
“Memang ada keperluan apa?”
“Emh, saya ingin komplain degan cara kerja bengkel auto fashion ini!”
“Maksudnya?”
“Iya, saya mempertanyakan cara bengkel ini memuaskan pelanggan, beberapa minggu lalu saya sudah meminta agar mobil saya diberi audio yang sekalian juga dengan feature subwofer, jadi suaranya lebih nge bass. Ini alih-alih ngebass, audionya juga nggak hidup!” cerocos seseorang itu tanpa jeda.
“Oke!” lelaki itu merespon singkat. “Sebelumnya saya bicara dengan mbak siapa?”
“Mbak, Mbak..! kamu kira saya penjual jamu?”
“Oh astaga...!” Faizal menggertakan giginya. “Oke.., nama anda siapa? Saya akan tulis komplain dan konfirmasi sama operatornya! Untuk keluhan anda, mungkin ada kabel yang belum terpasang, atau kurang benar pemasangannya. Kita akan lihat dan perbaiki!”
“Itu harus lah..! Mahal tahu.., banyak duit juga yang udah saya keluarin! Jadi ya harus ada garansinya, lebih dari itu saya ingin langsung bicara sama Pak Faizal!”
“Memang mau bicara apa?” Faizal memicingkan matanya.
“Ya itu tadi lah, mau ngaduin para karyawan yang kerjanya ngga bener!”
“Oke, sebelum ketemu dengan Pak Faizal, alangkah baiknya kita bersalaman dulu!” Lelaki itu megulurkan tangan pada perempuan yang ada di hadapannya.
“Oke..! Saya Manda.” Tangan lembut itu terulur degan manis.
“hmm... saya Dwian Faizal Herdiansyah, karyawan disini biasa memanggil saya Faizal atau Izal!” Faizal sengaja menyebutkan nama lengkapnya untuk melihat reaksi wanita bernama Manda itu.
“What..?” bola mata itu membesar, membuat Faizal terkekeh melihatnya.
“Anda ganteng-genteng agak lola ya..! Loding Lama!” Giliran Faizal yang kini melotot akan ucapan Manda.
“Apa maksud kamu ngatain saya Lola?”
“Hello... ya emang situ lola! kalau dari tadi kamu bilang bahwa kamu itu Faizal, saya bisa langsung komplain tanpa buang-buang waktu!”
‘Astaga.. tabiat wanita..!’ Faizal membatin dan memutar bola matanya jengah.
“Oke, sekarang, kamu sudah komplain. Saya dengar komplain kamu, sebentar lagi saya akan hubungi operator untuk melihat masalahnya! Cukup kan?” Faizal meneguhkan hati untuk melancarkan kata-katanya.
“Mana bisa cukup, saya rugi waktu, rugi tenaga! Hari ini saya harus pergi bertemu klien, dan gara-gara audio yang nggak beres itu, saya harus bolak-balik buang tenaga, tahu!”
“Maaf, pasang audio itu nggak semudah orang masukin tape kedalam mulut, kunyah, telen udah selesai. Semua butuh proses juga uji coba. Jadi saya mohon kamu juga bisa sabar. Saya janji ini termasuk garansi dari bengkel auto fashion saya!”
“Oke, saya sabar, tapi sekarang saya nggak bisa ketemu klien!”
“Saya bisa pesankan taksi jika kamu mau!” Faizal bersiap mengambil gagang telfon untuk menghubungi taksi.
“Enak aja naik taksi, ogah! Pokoknya kamu selaku pemilik bengkel dong yang harus tanggung jawab!” Manda berseru sedikit ngotot.
“Maksudnya?” Faizal menyipitkan pandangan setelah mendengar tuntutan pertanggung jawaban dari mulut Manda.
“Ya kamu anterin saya lah!” Ucap Manda dengan santai, sementara Faizal melotot tajam.

Bersambung...

Marry Or Not? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang