part 18

99 6 0
                                    


Handphone hitam itu berkedip, bergetar menimbulkan bunyi cukup keras pada nakas jati samping tempat tidur.

'Dia sudah melakukan sesi pengukuran baju. Hari ini pemilihan gedung dan masjid untuk akad nikahnya'

Sebuah pesan yang dia tunggu selama ini. Sekian waktu berdiam diri di apartemen tanpa cahaya matahari berarti, membuat kulitnya tidak sehat.
.
Tunggu dulu, Apartemen?
Ya, wanita itu hanya berdiam diri di apartemen tak jauh dari bengkel auto fashion milik Faizal. Mengontrol segala sesuatu dari orang-orang yang telah ia beri kepercayaan sangatlah mudah. Kalau kalian mempertanyakan tentang Singapura, itu hanya omong kosong. Faktanya, kepulangan Luri beberapa waktu yang lalu, bukanlah cuti. Wanita itu sudah tamat mengenyam pendidikan di sana.
Lalu apa yang diharapkan dari Singapura, ketika ia sudah memiliki klinik cukup besar di kota ini?
.
Luri tersenyum, teh hijau tawar yang masih mengepul pada segelas cangkir di hadapannya terasa sangat manis. Cerita karangan itu pasti berhasil membuat Ibu Mala memaksa Faizal.
.
Lelaki itu hidup dengan dunianya sendiri. Ia bukan type orang suka dipaksa, tapi beda hal jika orang terdekat yang memintanya, terlebih ada bumbu rahasia yang membuat rasa semakin menarik untuk melakukan pemaksaan.

'Kami sudah melakukan hal yang terlampau jauh, Tante. Jika makin lama takutnya kita berdua khilaf!'

Bayangan reaksi Ibu Mala dan Pak Abdullah kala itu membuat kedua sudut bibirnya tertarik. Apalagi saat ia mendengar Ibu itu menelfon Faizal dengan sedikit geram, menyuruhnya pulang untuk membicarakan, pernikahan.
.
Pernikahan?
Sejujurnya Luri tahu semua, itu adalah perihal yang sampai detik ini dihindari oleh Faizal. Bahkan akar dari permasalahan itupun dia ikut terlibat di dalamnya. Lalu suatu keberuntungan, Faizal tak menyadari kehadiran dirinya sebagai seseorang dari masa lalu.
.
Cengkraman jemari putih pada gagang cangkir itu semakin menjadi. Pikiran Luri beralih pada kejadian tujuh tahun lalu. Di mana dia dan almarhum sahabatnya mencintai orang yang sama.
.
Faizal. Lelaki itu yang sudah mengambil alih hatinya. Lelaki yang sering berlatih karate pada lapangan terbuka di dekat asrama tempat Luri menuntut ilmu. Namun justru hati Faizal tertambat pada sahabatnya. Niasha Rianty. Wanita hitam manis dengan lesung pipi saat tersenyum. Tubuhnya ramping, wanita itu terlihat menawan dengan rambut lurus sebatas pinggang.
.
Semua orang tidak akan mengira jika di balik keceriaan yang Niasha perlihatkan, tersimpan sakit yang luar biasa. Wanita itu mengidap kanker hati. Hingga pada suatu ketika, Niasha meminta Faizal untuk menikahi Luri jika dia meninggal nanti.

'Dokter bukan Tuhan. Dua bulan bisa jadi duapuluh tahun lagi. Kenapa kamu harus jadi wanita pesimis seperti ini, Ash!'

'Aku sudah parah, Zal. Lagipula menurutku, Ana tepat untukmu! Dia sahabat terbaikku.'

'Apa? Karena itu? Hanya karena dia sahabatmu lantas aku harus menikah dengannya? Kamu gila, Ash! Aku bahkan tidak pernah mengenalnya!'

'Tapi dia mengenalmu, bahkan lebih tahu segalanya dibanding aku. Dia anak sahabat ibumu, namanya_'

'Peduli setan, Ash! Aku tidak ingin tahu tentang dia. Jangan jadikan sakit sebagai alasan tindakan konyolmu itu!'

'Kumohon, turuti aku. Zal! Apa salah aku ingin lihat kamu bahagia dengan dia? Sebentar lagi aku akan mati, Zal, Mati!'

'Pikiran seperti ini yang tidak akan membuatmu sembuh. Kamu terlalu ribet mendahului takdir! Aku kecewa, Ash. Kalaupun kamu tiada, bukan berarti bahagiaku harus menikahi si Ana itu.'

'Tapi Zal_!'

'Cukup, Nash! Hentikan pembicaraan ini. Aku tidak akan menikah. Catat, tidak akan! Apalagi dengan si Ana itu!'

"Arrgh!" teriakan menggema bersamaan dengan suara pecahan cangkir. Kalimat terakhir dan ketidakpedulian Faizal itu selalu berputar di dalam ingatannya.

Marry Or Not? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang