L I E -17-

15 3 1
                                    

Layla membuka ponselnya yang sedari tadi berdering. Ternyata penyebabnya tak lain, tak bukan adalah dari Devan. Layla mencari sumber masalah itu. Dilihatnya aplikasi instagram yang jebol notifikasi.

 Dilihatnya aplikasi instagram yang jebol notifikasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


1524 likes • 122 comments

SatriyaDevan Hold my hand, babe. Don't let me down LaylaCantik_a

Lihat semua komentar

KevanYudha Najis vangke

SatriyaDevan Makasih, nggak usah pake muji segala

KevanYudha Dasar kembaran gobl*k

RajaTino Eh, duo sat lagi ribut

Hera_Yooma Gila La, pacar lo mau diapain itu? LaylaCantik_a

KevanYudha Hera ganti username gih. Jangan kayak artis korea

Hera_Yooma Kan calon KevanYudha

LaylaCantik_a Itu tangannya siapa?

KevanYudha Tangan gue

LaylaCantik_a Wah, parah. Kenapa nggak dilepas sekalian aja, sih

SatriyaDevan Layla!!!!!!

KevanYudha Niat awal gue sih gitu La. Sayangnya bokap-nyokap ada di sana

Layla tertawa sendiri melihat komentar-komentar di foto Devan. Namun, tawanya terhenti tatkala melihat sang adik keluar dari kamar dengan pakaian rapi. Tingkat kekepoan Layla naik. Ditanyai adik satu-satunya itu.

"Mau ke mana, Kay?"

Kayla menghentikan gerakannya berkucir. "Mau keluar sebentar sama temen. Beli alat gambar."

"Mau dianter nggak?"

Kayla menggeleng lalu beranjak pergi. Oke, sekarang Layla harus keluar dari rumah kuburannya ini. Dia menyambar kunci motor. Kenapa dia tidak pakai mobil? Karena mobilnya masih dipakai sang ibu untuk berlibur.

Ingin Layla menuju gelanggang latihannya. Akan tetapi, dia sedang malas bertemu sabeum Hendra. Tujuan yang Layla tetapkan adalah mal. Dia juga ingin terlihat seperti gadis tulen. Yah, walaupun harus ke sana sendiri.

Sesampainya di mal, Layla bergegas menuju lantai dua untuk membeli minuman kesukaannya. Segelas bubble drink rasa tiramissu. Jangan lupa, diskon setiap Layla mampir karena penjualnya adalah teman Sandra.

Setelah mendapatkan bubble drink-nya, Layla berjalan pelan mengelilingi mal. Melihat kesibukan dari orang-orang yang tidak dikenalnya. Mata Layla tertumbuk pada seorang ibu-ibu yang tampak kesusahan dengan barang bawaannya. Dia menghabiskan bubble lalu mendekati ibu itu.

"Sini, Tante, saya bawain." Layla meraih barang yang berada di kedua tangan ibu-ibu itu.

"Eh, makasih, Nak."

"Namanya siapa, Tante?" Layla mulai sok akrab.

"Ratna. Kamu?"

"Layla, Tante."

Percakapan ala perempuan yang baru kenal mulai terjadi. Pertanyaan seperti kelas berapa, sekolah mana, anak siapa, dan rumah mana ditanyakan Ratna. Layla menjawabnya dengan senang hati. Meskipun kedua tangannya dipenuhi barang belanjaan.

"Mau dianter sekalian, Tante?"

Ratna menoleh. Senyumnya mengembang. Berharap jika Layla adalah anaknya sendiri. "Boleh, boleh. Itu mobil Tante. Nanti Tante tunjukin jalannya."

Dua perempuan yang baru kenal sepuluh menit yang lalu itu duduk di jok mobil sambil menikmati chiki yang dibawa Ratna. Menceritakan cerita lucu satu sama lain. Layla tidak keberatan jika harus mengantar ibu-ibu yang baru dikenalnya. Dianggapnya saja itu ibunya sendiri.

"Mampir dulu, yuk!" Ratna menarik lengan Layla. "Nanti ambil kendaraanmu di mal dianter anak Tante aja."

Layla tidak enak menolak permintaan Ratna. Dia mengiakan ajakan itu. Dilihatnya rumah bertipe sama dengan rumahnya. Hanya saja cat dan tanaman yang tumbuh di depannya sedikit berbeda. Wah, Layla jadi merasa pulang ke rumah.

Ratna mengajak Layla menuju ruang keluarga. Tidak tega jikalau harus meninggalkan gadis manis itu. "Duduk dulu aja. Anggep rumah sendiri. Tante mau manggil anak Tante dulu."

Layla mengangguk pelan sambil tersenyum. Dalam hati dia berbisik, apa faedahnya manggil anaknya buat gue? Tentu saja itu tidak diucapkannya. Layla mengamati dekorasi ruangan itu. Tidak ada yang menarik. Tidak seperti rumahnya yang penuh dengan potret dirinya dan sang adik.

Terdengar suara seseorang berbicara dari belakangnya. Layla berdiri lalu menoleh. Dia menemukannya. Bukan, bukan Ratna. Karena yang berada di depannya adalah seorang laki-laki. Sedang shirtless sambil menggendong seorang anak berusia sekitar dua tahun. Satu menit. Dua menit. Mereka berpandangan lama. Sebelum akhirnya mereka berteriak keras.

"Aaahhhh!"

Layla menutupi matanya dengan telapak tangan. "Tutupin badan lo. Shirtless di depan cewek itu nggak baik, Dev!"

Devan berbalik pergi. Keponakannya tertawa-tawa melihat tingkah mereka. Mata Layla kembali terbuka sempurna. Dia mengelus dada. Untung roti sobeknya nggak kelihatan. Ratna muncul dari tempat Devan menghilang tadi. Datang dengan pakaian yang sudah berganti dengan dress rumahan khas ibu-ibu.

"Loh, tadi kayak ada suara Devan di sini."

"Tante, jadi anak Tante ..." Layla tidak menyelesaikan ucapannya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.

"Anak Tante kenapa, La?"

"Pacarnya anak Mama." Tiba-tiba Kevan datang. Juga menggendong bayi yang sama persis seperti bayi yang digendong Devan. Hoodie hitam membuat Kevan satu tingkat lebih tampan.

"Oh, jadi kamu pacarnya Kevan?"

Serentak, Kevan dan Layla melotot. Menggeleng bersamaan. Ratna mengernyit sebentar lalu menganggukkan kepala. Jadi, pacarnya Devan, batinnya.

Devan turun lagi. Kali ini dengan hoodie serupa punya Kevan, tapi berwarna merah. Bayi yang tadi digendongnya juga sudah tersenyum melihat kembarannya di gendongan Kevan.

"Pacarnya disuruh nyantai-nyantai dulu, Dev. Kenapa nggak bilang dari dulu, sih, kalau kamu punya pacar. Tahu begini, kan, Papa kamu bisa lebih lama di rumah."

Layla tersenyum dipaksa. Dia mengobrol lagi dengan Ratna. Sesekali diselingi bermain dengan Kembar Kecil. Begini rasanya punya mertua, teriak hati kecil Layla.

-----------------------------------------------------------

Begini rasanya kelas menang lomba, teriak Author dari hati yang paling dalam

I'd LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang