"Boleh, 'kan, Tante?" tanya Devan bersungguh-sungguh.
Oke, kita mundur dua hari yang lalu. Saat Devan dengan santainya mengajak Layla liburan berdua. Perlu digaris bawahi. Berdua.
Sandra mengipasi wajah layaknya kaum borjour. Dia melirik jam di tangannya. "Gimana, ya? Tante juga pengin ikut liburan."
Devan memohon sekali lagi. Air mukanya sengaja dimelas-melaskan padahal dia sudah melas dari awalnya. Bagaimana pun, Sandra juga manusia yang masih punya perasaan. Dengan hati yang sangat-amat-berat-sekali, dia mengangguk. Membiarkan Devan tersenyum senang di tempat.
"Jangan lama-lama. Nggak perlu pakai menginap di vila. Batas waktu sampai jam lima sore."
Devan mengambil sikap hormat. Mungkin karena gue ganteng, makanya Tante Sandra ngasih izin, batinnya percaya diri.
-----
Dan ... di sanalah Devan dan Layla berada. Pantai. Entah dapat pemikiran dari mana, Devan mengajak Layla ke sana. Dua orang itu saling menautkan tangan. Menikmati mentari pagi yang kala itu bersinar tidak terlalu terik.
"La," kata Devan mengawali pembicaraan, "menurut elo, cowok berengsek itu yang kayak gimana?"
Layla mengernyit. Tangannya yang bebas menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajahnya. "Eum ... Cowok berengsek itu yang ninggalin pacarnya tiba-tiba. Nggak ngasih kabar dulu. Bukan hanya berengsek, sih. Dia juga pengecut karena nggak berani mempertahankan hubungan."
Devan menarik lengan Layla untuk duduk di atas pasir. Matahari kian meninggi membuat Layla menyipitkan mata. Mereka duduk dalam diam. Kepala Layla turun perlahan ke pundak Devan. Mencari posisi ternyaman lalu memejamkan mata. Merasakan semilir angin dan suara deburan ombak.
"Ke mana habis ini?" tanya Layla.
"Pengin ngajak ke vila Papa yang ada di atas. Mau nggak? Makan dulu tapi."
Anggukan kepala Layla menandakan bahwa gadis itu setuju. Tak lama, Devan mengajak Layla untuk meninggalkan pantai. Meski hati berat, Layla tetap menyetujui ke mana Devan akan membawanya.
Setelah makan di salah satu kedai yang berada di pinggir pantai, Devan menggamit lengan Layla untuk menuju mobil. Perjalanan ke vila milik ayah Devan memakan waktu yang cukup lama. Sekitar tiga jam. Sesampainya di tempat tujuan, Layla dibuat terpesona akan keindahan pemandangan di sana. Kebun-kebun teh dibalut oleh kabut putih tipis padahal waktu sudah menunjukkan hampir pukul sebelas.
"Bagus, ya? Masuk dulu, yuk."
Vila di hadapan Layla seperti vila-vila pada umumnya. Didominasi oleh kayu. Suara-suara bising mulai memasuki indera pendengaran Layla. Ada suara Hera. Ada suara Gitta. Bahkan suara orang tuanya seperti berada di sana.
Benar saja. Di ruangan luas itu, orang tua Devan, orang tua Layla, Kayla, Hera, Gitta, Kevan, dan Aldo berkumpul menjadi satu. Ah, kejutan yang menyenangkan. Devan menuntun Layla agar berjalan lebih dekat.
"Siapa yang ngundang elo ke sini?" tanya Layla pada Aldo yang kebetulan sedang menatapnya.
"Pacar gue. Emang siapa lagi?"
Mata Layla menghunus tajam pada Gitta. Yang dipandangi hanya mengedikkan bahu. Merasa tidak bersalah sama sekali. Tatapan Layla terputus tatkala Devan menepuk bahunya pelan.
"Mau jalan-jalan ke kebun teh?"
Layla menyetujui ajakan Devan. Daripada dia harus bertengkar dengan Aldo di sana, lebih baik jalan-jalan ke luar. Menikmati pemandangan dan hawa sejuk dataran tinggi.
Devan membimbing Layla dengan menggandeng tangannya. Melewati tanaman teh yang berjejer di sana. Layla tertawa mendengar lelucon-lelucon Devan. Semakin lama, matahari makin meninggi. Devan dan Layla berhenti di sebuah rumah-rumahan kecil yang beratapkan ilalang. Menikmati semilir angin yang masih saja terasa dingin bagi Layla.
"Sini peluk." Devan menarik Layla dalam pelukannya. "Dingin, 'kan?"
Layla menyandarkan kepalanya pada dada Devan. Mendengarkan degup jantung yang seirama dengan punyanya. Kelembutan angin membuat Layla terbuai. Apalagi di sampingnya kini duduk laki-laki yang ia cintai selain ayahnya. Sampai sesuatu yang keras mengenai tempurung kepalanya.
"Oit, jangan mesra-mesraan. Setannya lagi gentayangan ke mana-mana, nih!"
Benar saja. Kepala-kepala orang yang tadi berada di vila menyembul dari berbagai arah. Melempari Devan dan Layla dengan buah-buahan kecil, entah dari mana mereka mendapatkannya.
Merasa semakin banyak buah yang terlempar, Devan mengajak Layla untuk bersembunyi di balik semak yang ada di sana. Mencari buah yang sama untuk dilemparkan kembali. Tawa Layla lepas begitu saja.
***
2453 likes • 132 commentSatriyaDevan I love you, you love me. We are (calon) happy family 🐱🐹 LaylaCantik_a
Lihat semua komentar
LaylaCantik_a Share potonya dong, Yang
SatriyaDevan Jangan di sini, La. Kamu bikin malu
KevanYudha Biasanya juga elu yang malu²in Dev
SatriyaDevan Elu kalo ngomong suka bener deh KevanYudha
Hera_Yooma Foto kayak gitu yuk, Kev KevanYudha
KevanYudha Di mana, sayang? Hera_Yooma
AsmaraKayla15 Untung masih calon. Moga² nggak jadi
LaylaCantik_a Kay, lu kalo ngomong suka bikin sakit gitu. Kakak bangga sama kamu
Geet_ta Pengin gue aminin tapi kasian
Aldo Aminin aja. Nggak guna juga
LaylaCantik_a Git, Her, lo tahu rumahnya Aldo kan? Kebetulan samsak di tempatnya sabeum rusak satu Geet_ta Hera_Yooma
Aldo Ampun, La. Cuma bercanda
SatriyaDevan Sukurin. Makanya kalo ngetik tuh pake tangan. Tapi mikirnya pake otak
OsisAngkasa Oi, jadi ikon Angkasa mau, ya Layla Cantik_a SatriyaDevan
Hera_Yooma Kok bukan gue aja? OsisAngkasa
Caberella Devan sama aku aja. Layla kurang bohai badannya
KevanYudha Lebih bohaian Lisa Blackpink lah Caberella
Caberella Lisa tuh nggak gede. Masih gede aku
Caberella Heh, kok aku dikacangin
----------------------------------------------------------
Gue harus ngomong apha? 😫
Ya udah ngomong ini aja:
Jangan war, ya. Kasihan yang multi-fandom kayak gue 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
I'd Lie
Teen FictionThe amazing cover by @fazafalah21 -------------- Tidak ada yang dipikirkan Layla ketika bertemu Devan, selain lelaki itu adalah saudara kembar dari orang yang disukainya, Kevan. Kevan tidak seperti Devan. Kevan dingin, penyuka mint. Sedangkan Devan...