L I E -21-

21 2 0
                                    

Hari ini genap seminggu Sandra tidak mendengar ocehan kedua anaknya. Dia semakin khawatir. Tidak biasanya kedua putrinya saling diam selama berhari-hari. Layla bukan tipe anak yang pendiam. Kayla juga bukan tipe adik yang tidak suka menggoda kakaknya. Samapi-sampai, Sandra harus menghubungi Haris mengenai masalah anaknya.

"Gimana, Pa?" tanya Sandra. Dia berjalan mondar-mandir di kamarnya.

"Tenang. Kamu tanyai salah satu dari mereka. Atau mereka berdua kamu ajak bicara. Jangan sampai masalah kecil bisa merusak persaudaraan mereka."

"Iya, Pa. Nanti Mama usahain."

Setelah telepon ditutup, Sandra bergegas ke ruang keluarga. Dari sana dia memanggil kedua anaknya. Layla turun terlebih dahulu dengan guling di pelukannya. Disusul Kayla yang memegang posel di tangan kiri.

Kakak-beradik itu duduk bersebelahan dengan jarak yang jauh. Sandra yakin ada sesuatu yang salah dengan kedua anaknya. Wanita setengah baya itu menghela nafas pendek sebelum berujar, "Kalian kenapa, sih?"

"Nggak papa," jawab Layla dan Kayla bersama. Biasanya mereka akan saling pandang lalu mengejek. Namun, kali ini mereka acuh tak acuh. Menganggap tidak ada orang di sebelahnya.

"Terus kenapa kalian diem-diem begini? Ngomong sama Mama." Sandra menatap Layla. "Layla, kamu sebagai kakak harusnya bisa menjadi teman yang baik untuk adikmu. Bukan saling mendiamkan begini. Kayla, mau ke mana kamu?"

Kayla beranjak dari tempatnya. Mengabaikan ucapan sang ibu. Sandra sampai memijat kening melihat kelakuan anak bungsunya. Layla pun begitu. Dia sudah melenggang kembali ke kamar dengan wajah serupa tadi. Sandra geregetan melihat kedua anaknya. Dia mengambil ponsel untuk menelepon Devan.

"Iya, Tante?"

"Pokoknya kamu harus damaiin mereka besok. Nggak mau tahu."

"Giman-"

Sambungan diputus sepihak oleh Sandra. Dia mengedikkan bahu acuh kemudian berjalan ke dapur untuk membuat makan malam.

---

Di sanalah mereka, Devan, Layla, dan Kayla. Di mobil hitam milik Devan. Sejak ditelepon oleh Sandra kemarin, Devan berpikir keras semalaman. Laki-laki itu harus menyatukan Layla dan Kayla. Apapun caranya.

Mereka berhenti di mal. Entah kenapa firasat Devan mengatakan kalau akan terjadi hal menarik di tempat itu. Layla turun, disusul Devan kemudian Kayla. Ketiga orang itu berjalan beriringan. Devan berada di tengah. Tak ada percakapan yang terjadi.

"Starbuck?" tanya Devan yang hanya dijawab dengan deheman oleh kedua gadis di sebelahnya. Laki-laki itu mengelus dada pelan. Kesabarannya harus diuji lagi kali ini.

Mereka memasuki mal lalu berjalan menuju kedai starbuck berada. Dan tidak ada percakapan sama sekali antara mereka. Sebelum sampai di tempat tujuan, Devan menepuk dahinya perlahan. Sepertinya dia melupakan sesuatu.

"Dompet gue ketinggalan. Kalian duluan aja. Gue nanti nyusul."

Setelah mengucapkan kalimat yang membuat Layla mendengus, Devan pergi. Sekarang hanya ada Layla dan Kayla yang berjalan agak berjauhan menuju starbuck. Kayla berjalan dua meter di depan Layla. Bersenandung kecil sambil menggerak-gerakkan badan.

Langkah Kayla terhenti ketika matanya tertumbuk pada dua makhluk di starbuck. Dia memandangnya dengan teliti. Memastikan kalau itu adalah orang yang dikenalnya. Benar. Itu dia. Air mata bergumul di pelupuk mata Kayla. Layla yang menyadari perubahan sikap adiknya mulai curiga. Dia mendekati Kayla. Mengikuti arah pandang gadis itu.

Darah Layla naik. Dilihatnya sendiri Fino sedang duduk mesra dengan seorang perempuan berambut panjang. Tangan Fino melingkari bahu sang gadis. Membawa tubuh itu menyandar kepadanya. Layla maju selangkah, tapi Kayla sudah lebih dulu menahan lengannya.

"Jangan, Kak ..." Kayla menatap kakaknya dengan tatapan memohon. Biasanya Layla akan luluh. Akan tetapi, tidak untuk kali ini.

"Lepas, La."

Kayla melepas lengan Layla perlahan. Jika nada dan panggilan kakaknya berubah, itu tandanya Layla marah besar. Dalam hitungan detik, Layla sudah berjalan cepat menuju starbuck diikuti Kayla yang berada jauh di belakangnya. Sekali tendangan, meja yang berada di hadapan Fino sudah terjungkir. Layla menarik kerah lelaki berkaca mata itu. Satu pukulan mendarat di pipi Fino.

Bug

"Itu untuk elo jadi ketua yang nggak becus di jurnalistik."

Bug

"Itu untuk hukuman dari anak-anak buat elo."

Bug

"Itu untuk yang di pasar malam."

Bug, bug, bug

"Itu untuk adik gue yang udah lo sakitin hatinya."

Wajah Fino sudah babak belur. Dia terlalu terkejut untuk melawan. Layla seperti orang kesetanan. Memukuli Fino tanpa ampun. Sampai Devan datang dan memeluk gadis itu untuk menenangkannya. Kini, kedai itu ramai oleh kerumunan orang. Layla mengatur nafasnya di pelukan Devan. Membalas pelukan laki-laki itu sebagai penenang emosinya.

"Udah, kasihan Kayla. Mending kita pergi aja, oke?" bisik Devan di telinga Layla.

Layla melihat adiknya menangis dengan kepala tertunduk di belakang Devan. Gadis itu mendekati meja kasir. Memberikan KTP dan nomor teleponnya.

"SMS aja ke nomor itu berapa gantinya. Tiga hari lagi saya ke sini bawa uang ganti rugi."

Selepas itu Layla mundur. Kerumunan orang juga sudah mulai mengundurkan diri. Dia menatap adiknya yang masih menangis. Di depan Kayla, Fino berlutut. Meminta maaf pada adik Layla. Layla sendiri mendekati adiknya lalu memeluknya. Menenangkannya dengan bisikan-bisikan kecil. Mengabaikan Fino yang masih berlutut.

"Kita pulang, ya."

Kayla mengangguk patuh. Dia berjalan di samping kakaknya. Sebelum pergi, Layla masih sempat melayangkan tatapan dingin untuk Fino.

"Jangan pernah hubungi adik gue lagi. Atau elo harus nanggung akibatnya."

Mereka bertiga meninggalkan Fino yang menyesal. Menyesal karena mempermainkan Kayla sebagai jembatan balas dendamnya ke Layla. Laki-laki itu mencari gadis yang tadi bersamanya. Dan ternyata, gadis itu menghilang entah ke mana.

Devan belum menjalankan mobil sejak Layla dan Kayla duduk di kursi penumpang. Dia yakin kalau Layla masih memiliki sesuatu untuk dikatakan pada adiknya. Laki-laki itu menunggu. Dan akhirnya suara Layla keluar juga.

"Bisa tunggu di luar, Dev?"

----------------------------------------------------------

Sandra: La, kok nggak bersih? Nanti suamimu berewokan lho

Layla: Zayn Malik atau Luke Hemmings, Mak?

Tbc ;)

I'd LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang