[3] Kembalinya Kata 'Gendut'

134 32 42
                                    

AKU mengakhiri waktu bertandang di rumah Ryosuke tepat pukul enam.

Sebelum meninggalkan kediaman pemuda itu, ia berkata kepadaku bahwa aku adalah Cinderella abad ke-21 yang mana pulang pada pukul enam dengan menaiki kereta api. Alhasil aku tertawa karenannya.

Saat memasuki halaman rumah, aku menyadari suatu hal yang mengganjal dari rumah tetangga.

Rumah bertingkat dua itu tampak terang benderang dari dalam jendelanya, biasanya rumah itu tampak gelap dan suram. Lalu, di halaman rumah yang hanya dibatasi oleh tanaman-tanaman berudu dan bonsai menampakkan sebuah van berwarna putih yang terparkir di carport-nya. Yang aku tahu, Nenek Haruko sering pulang larut malam dan jarang sekali menampakkan diri di rumahnya karena ia sering membantu anak laki-laki pertamanya mengelolah kedai udon di Nishi Ward. Sepertinya Nenek Haruko didatangi oleh tamu penting.

"Tadaima,"

Aku masuk ke dalam rumah, melepas sepatu, lalu menyusunnya ke rak di dekat pintu. Aku pun mendengar seruan "Okaerinasai!" yang berasal dari suara Ibu dan Ayah.

Sewaktu aku berjalan melewati ruang makan, kulihat Ayah dan Ibu sedang makan malam. Belum aku menaiki tangga, Ibu mencegatku dan memaksaku untuk bergabung bersama mereka. Tak ada yang bisa kulakukan selain menurut, aku pun duduk di kursi kosong di samping Ibu.

"Hari ini kau pulang telat sekali." Kata Ibu sembari meletakkan piring berisi nasi dan kari di depanku, "Ke mana saja kau, Yurika?"

"Ryosuke baru saja pulang dari Nagoya, jadi aku datang ke rumahnya untuk menemuinya."

Aku melirik kari yang berada di piringku, lalu beralih melirik panci yang bertengger di atas kompor. Tak biasanya Ibu mau membuat kari selain di hari Sabtu dan Minggu, kecuali ada hari yang istimewa baginya.

"Mengapa makan malam kita kali ini menunya kari?" tanyaku. Aku memandangi Ayah yang sedang melahap karinya di hadapanku, "Apa hari ini adalah hari naik jabatannya Ayah? Ayah dipromosikan oleh perusahaan?"

"Oh tidak, Nak," sangkal Ayah. Mengibas-ngibasi tangannya yang bebas, "Perlu waktu setengah tahun lagi untuk dipromosikan."

Mendengarnya membuatku dilanda kekecewaan. Sebelumnya Ayah pernah berjanji akan mengganti mobil bututnya dengan mobil SUV bila jika Ayah dipromosikan jabatannya hari itu juga.

Lalu, apa? Karena kedatangan kakak laki-lakiku? Tapi, Kakak tak mungkin kembali ke Yokohama jika bukan karena libur kuliah. Lagi pula, jika pun ada, ia akan duduk di kursi kosong di sebelah Ayah.

Ibu dan Ayah saling berpandangan, ada senyum yang terukir di wajah masing-masing. "Tetangga spesial kita kembali datang." Ujar Ibu gembira, setelah menoleh ke arahku. Otomatis alisku tertaut. "Karena itu Ibu membuat kari malam ini."

"Sahabat lamamu, Yurika." Timpal Ayah. Aku memandang mereka tak mengerti.

Ibu menepuk jidat lebarnya, "Ibu lupa siapa namanya. Pemuda itu cucunya Nenek Haruko, Sayang." Kata Ibu kepadaku lagi.

"Kau tidak boleh melupakan bocah kecil itu, Keiko, karena dulu ia juga pernah merepotkanmu selain Yurika." Kata Ayah, "Namanya Aki-kun."

Aku terdiam memandangi Ayah.

"Oh, ya ampun! Aki namanya. Kenapa aku bisa lupa?" keluh Ibu, "Ibu jadi teringat saat pemuda itu masih berumur tujuh tahun, ia mencabut salah satu gigi susunya sendiri dengan bantuan benang yang diikat di ganggang pintu. Ibu dan Nenek Hanako panik kala itu, melihat mulutnya berdarah. Kami pikir ia terjatuh dari tangga, tahunya ia baru saja mencabut giginya."

Ayah tertawa mendengar cerita Ibu, sementara aku masih terdiam.

"Yurika, kau masih mengingatnya, kan?" tanya Ibu.

Season To Choose YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang