[23] Cokelat Darinya

43 17 6
                                    

"AKU sudah bilang padamu, kau boleh masuk ke kamarku setelah aku memanggilmu! Tapi, mengapa kau sekarang berada di kamarku, sementara aku belum memanggilmu?!"

"Mengapa sih kau sekesal itu? Kan kau sudah mengenakan pakaianmu."

Ryosuke terdiam, bibirnya masih tertekuk.

"Mengapa? Apa karena aku tak mau mandi bareng denganmu, karena itu kau masih kesal padaku?"

"Tidak! Bukan!" sangkalnya. Pipinya memerah. "Yang tadi itu, aku hanya bercanda."

"Iya. Aku tahu. Sudah tiga kali kau mengatakannya."

Ia tak membalas perkataanku dan sibuk mencari-cari sesuatu dengan pandangan mengedar ke seluruh penjuru kamar. "Ke mana celloku?" ia bertanya sendiri.

"Kau meletakkannya di dekat sofa ruang tengah." Kataku. Ia melirikku dengan tatapan tak suka dan berjalan melewatiku begitu saja. Ia pun keluar dari kamar.

Aneh sekali pemuda itu, sikapnya bisa berubah-ubah tiap waktu. Sebentar diam, sebentar manis, sebentar menyenangkan, sebentar aneh, sebentar menyebalkan, sebentar marah-marah. Sampai sekarang, aku tak habis pikir dengan sikapnya itu. Barangkali selama ini Ryosuke mengidap gangguan kepribadian ganda. Aku jadi ingin segera menelepon Bibi Matsumura, meminta beliau untuk segera membawa putranya itu menemui psikiater.

Aku duduk di ujung ranjang. Ryosuke kembali bersama case cello yang ditentengnya. Ia menarik kursi dari meja belajar ke tengah-tengah ruangan. Tak lupa ia mengambil penyanggah cello dari sudut ruangan. Tanpa sekalipun melirikku, ia duduk di kursi sambil membuka case cello dan menyandarkan cellonya di penyanggah. Jari-jari tangan kirinya bersiap-siap menekan senar-senar di cello.

Sebelum jari telunjuk dan jari jempolnya yang mengapit penggesek cello menggesekkannya ke senar, Ryosuke mengangkat pandangannya ke arahku. Aku balas memandangnya dengan raut wajah bertanya.

"Jangan menggangguku, ya!" ia memperingati.

Aku mendengus kesal. Ingin sekali melemparnya dengan jam beker. Namun, akan sangat tidak lucu jika berita tentang 'Seorang Gadis SMA Melempari Pacarnya Dengan Jam Beker Hingga Tewas Hanya Karena Pacarnya Memperingatinya Untuk Tidak Diganggu Saat Sedang Berlatih Cello', terpampang di tajuk utama koran pagi besok. Ayah pasti akan tersedak kopinya saat sedang membaca koran pagi dan aku tak ingin hal itu terjadi.

Ryosuke kembali memfokuskan diri pada cellonya. Perlahan penggesek cello di tangan kanannya itu menyentuh senar dan jari-jari tangan kirinya yang menekan senar tampak seperti sedang menari-nari pelan. Suara indah nan lembut mulai merayapi udara di ruangan ini. Wajah Ryosuke yang penuh khidmat mendengarkan suara yang diciptakannya itu membuatku tak mau melepaskan pandangan darinya. Sesekali ia menggelengkan kepala dengan mata terpejam. Kalau sudah begitu, aku jadi membayangkan Ryosuke berada di atas panggung dengan setelan jas yang membaluti tubuhnya serta dasi kupu-kupu yang bertengger di lehernya; memainkan cellonya dengan penuh perasaan, sampai-sampai para penonton menitikkan air mata karena tersentuh.

Ia yang berada di seberangku, membuka matanya dan mengangkat pandangannya ke arahku. Kedua tangannya masih bersama cellonya. Kami saling bertatapan dalam waktu yang lama sampai ia berdecak sebal.

"Aku sudah bilang jangan menggangguku." Omelnya. Melodi-melodi dari cellonya masih melantun lembut di udara.

Aku menghela napas. "Iya, aku tahu! Aku tidak mengganggumu kok."

"Berhentilah menatapku. Tatapanmu itu sangat mengganggu."

"Lalu, aku harus bagaimana jika tidak menatapmu? Aku sangat suka dengan permainan cellomu."

Season To Choose YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang