[17] Bermandikan McFloat

95 19 42
                                    

SEBAGAI manusia yang bersikap adil, aku menepati janji mentraktir Aki ke McDonald's setelah menjadi pecundang dalam pertarungan basket kami di malam Minggu kemarin.

Sebenarnya, kami akan ke McDonald's setelah pulang sekolah. Namun, karena aku dan Aki ada jadwal berkonsultasi untuk memilih universitas bersama Sasaki-sensei, kami pun memutuskan untuk pergi setelah makan malam.

Anehnya, Ibu dan Ayah malah membolehkan. Padahal dulu mereka tak pernah mengizinkanku keluar rumah setelah jam makan malam. Apalagi pada pukul sembilan seperti sekarang ini. Mereka hanya berpesan padaku jika kami harus pulang sebelum tengah malam. Entah mungkin ini karena Aki yang meminta izin kepada Ibu dan Ayah—sejujurnya, aku yang memaksa Aki untuk meminta izin keluar rumah kepada orangtuaku, lagi pula, ini kan karena dirinya yang tak pandai sabaran ingin makan di McDonald's.

Pada pukul sembilan malam, jalanan menuju Yokohama Stasion West Exit masih saja ramai; orang-orang berpakaian kantoran melangkah lebih cepat sembari berbicara bersama lawannya, sesekali mereka tertawa—sepertinya mereka sehabis lembur, lalu ingin pergi ke izakaya; tiga pria muda yang tampak seperti anak kuliahan dengan tas ransel di punggung mereka, baru saja kami lewati; sepasang kekasih yang menelusuri trotoar saling bergandengan tangan; dan rombongan gadis-gadis yang masih berseragam sekolah sedang cekikikan saat menyeberangi jalanan.

Tiba-tiba saja Aki membuka suara, memaksaku memusatkan pandangan ke punggungnya.

"Saat malam begini, Tokyo jauh lebih ramai ketimbang Yokohama," ujarnya, terdengar agak sombong. "Yokohama belum ada apa-apanya."

Aku tak mengatakan apa-apa dan kembali menatap jalanan. Tak jarang terlihat kendaraan yang berlalu-lalang.

Sebentar saja, sepeda yang dikayuh Aki sudah sampai di parkiran. Aku turun dari boncengan, begitu juga dengan Aki yang turun dari sadel. Kami berbarengan menapaki kaki menuju antrean di konter. Aku dan Aki sengaja memilih McDonald's di Yokohama Stasion West Exit karena mereka buka selama dua puluh empat jam. Barangkali kami bisa bersantai-santai di sana hingga dini hari—meskipun itu tidak mungkin.

Saat giliran kami, Aki—seperti biasanya—memesan pesanan dengan masing-masing dua porsi.

"Big Mac dua porsi, kentang goreng dua porsi, McFloat dua gelas rasa cokelat dan stroberi..." ucapnya kepada pelayan pria, persis seperti bocah berumur lima tahun yang ingin ini dan itu saat dibawa ibunya ke toko permen.

Tak lama ia menolehku, bersamaan dengan pelayan pria yang bertanya pesanan yang lainnya kepada kami. Aku juga turut menolehnya. Alis sebelahnya turun naik, seakan baru saja memberi sinyal kepadaku. Aku pun menatapnya heran.

"Kau tak mau memesan?" tanya Aki, pada akhirnya.

Aku menggeleng. Lagi pula, untuk apa aku memesan cheeseburger dan coke bila nantinya sebagian dari pesanan Aki akan diberikan kepadaku.

Ia menatapku sangsi, "Kau yakin?"

Aku mengangguk.

Usai pelayan pria tersebut menghitung pesanan Aki dengan mesin kasir, aku membayarnya. Kami menunggu beberapa menit sebelum akhirnya pesanan Aki datang.

Selagi menjauh dari konter, meja-meja di ruang makan tampak penuh. Beruntunglah ada satu meja dengan empat kursi masih tersisa di sudut ruangan. Kami pun secepatnya duduk di sana.

Aki duduk di hadapanku, meletakkan nampan di atas meja sembari tersenyum lebar. Tampak sekali jika ia sangat bahagia karena ditraktir. Begitu ia mengambil sebungkus Big Mac, tanganku ikut bergerak mengambil sebungkus Big Mac yang satunya lagi. Tiba-tiba saja punggung tanganku ditampar olehnya. Aku kaget dan secepatnya menarik tangan.

Season To Choose YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang