[END] Malam Natal

81 15 7
                                    

BARU saja aku akan melewati dapur dan menapaki anak tangga, Ibu meneriaki namaku. Asal suaranya dari ruang tengah.

Sewaktu aku ke sana, Ibu dan Ayah sedang mengelilingi sebuah kotak besar berbalut kertas kado berwarna merah lengkap dengan pita berwarna hijau. Mereka menatap kotak besar itu dengan rasa penasaran dan sedikit curiga, seakan-akan kotak itu sebenarnya berisikan mayat yang baru saja dimutilasi.

"Mereka bilang ini untukmu," ujar Ibu. Aku memandang Ibu tak mengerti.

"Keiko, berikan kartunya." Ayah mengingatkan Ibu, dan Ibu pun memberikan sebuah kartu yang sedari tadi dipegangnya kepadaku.

Aku menerima benda tersebut. Kartu itu bentuknya segi empat dan kecil, tampilannya sederhana dengan garis polos berwarna merah di setiap sisi, ada gambar kepala Santa Claus di sudut bawah bagian kiri, lalu tulisan tangan di tengahnya: Punyamu. Hanya itu.

Ibu mencondongkan kepalanya, menatap penasaran isi kartu tersebut. Begitu juga Ayah yang berdiri di sampingku.

"Dari siapa?" tanya Ibu, semakin tak sabaran.

Aku menggeleng, meletakkan hadiah Natal dari Aki di atas kotak tersebut, lalu membawa kotak tersebut ke lantai atas.

Saat aku berada di tengah tangga, aku tak sengaja mendengar ucapan Ibu dan Ayah.

"Bagaimana jika itu isinya potongan tubuh manusia?" suara Ibu terdengar khawatir. Lalu, ayahku yang amat bijaksana hanya terkekeh sambil membalas ucapan Ibu seperti ini, "Tentu saja bukan, Sayang. Jika itu memang isinya potongan tubuh manusia, Yurika tak akan mampu membawanya. Kau terlalu banyak menonton berita di TV."

Diam-diam aku tertawa, memang kotak besar itu isinya tak begitu berat.

Aku terlebih dahulu membuka hadiah Natal dari Aki, saat kuguncang-guncang kotak berwarna putih itu, aku tak mendengar apa pun di dalamnya, dan rasanya pun begitu ringan. Dan tebakan tentang isi dari kotak itu pun tak pernah terpikirkan olehku: baju tradisional China berwarna merah menyala yang agak berkilau karena terkena sinar lampu. Baju itu sangat sederhana, hanya mengandalkan motif bunga yang menjalar dan dua pita kecil di bawah bahu sebelah kiri, lengannya panjang, dan ujung pakaian itu hanya beberapa sentimeter di bawah lututku. Sejujurnya pakaian itu tampak elegan. Aku tak pernah tahu bahwa Aki pandai memilih sesuatu sebagus itu.

Aku bertanya-tanya sendiri, mengapa pemuda itu memberikanku pakaian sebagus itu. Dan aku pun teringat dengan jalan-jalan kami di Chinatown. Ia pernah berhenti di toko yang menjual pakaian-pakaian tradisional China dan menatap pakaian-pakaian itu terlalu lama, lalu ia berkata, "Jika kuberi kau hadiah Natal dengan pakaian itu, kau mau memakainya?" bersama senyum jahilnya.

Tiba-tiba saja sesuatu bergejolak di dalam dadaku, membuat mataku terasa panas. Aku menahan diri untuk tidak merasa sedih saat menyimpan benda itu ke dalam lemari, tapi rasa sedih itu semakin menjadi.

Segera mungkin aku mengalihkan rasa sedihku dengan rasa keingintahuan akan isi kotak besar berwarna merah yang tergeletak di lantai. Sesaat aku mengguncang kotaknya, suaranya bermacam-macam meski terdengar redam, aku juga mendengar suara gemerincing. Aku jadi penasaran, dari siapa sih kotak ini? Apa ini hadiah Natal untukku juga?

Aku pun melepaskan pitanya, menyobek kertas kadonya secara hati-hati, lalu membuka penutup kota tersebut. Saat melihat ke dalam, barulah aku tahu dari siapa hadiah Natal ini.

***

Bak orang kesetanan, aku berlari menuruni tangga saat Ibu meneriaki namaku dan mengatakan bahwa Ryosuke baru saja datang. Aku berhenti tepat di belakang tubuh Ibu, dan ia maupun Ryosuke mengalihkan perhatiannya padaku. Setelah Ibu berlalu meninggalkan kami, aku langsung meloncat dan memeluknya. Meski kaget, ia tetap menangkapku ke dalam dekapannya. Ia terkekeh di bahuku.

Season To Choose YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang