[34] Bintang-Gemintang Milik Kota

53 13 1
                                    

JUMAT sore itu, kutemui Aki berada di engawa belakang rumahnya. Entah apa yang ia lakukan. Namun, dari pekarangan rumahku, aku bisa melihat benda-benda berserakan di sekitar ia duduk. Dengan rasa penasaran—dan kesepian juga—aku menghampiri pemuda itu dengan melewati pagar pendek yang membatasi pekarangan rumahku dan rumahnya.

"Aki, apa yang kaulakukan?" tanyaku.

Ia menoleh saat aku duduk di sampingnya. Kedua tangannya memegang sebuah kerangka berbentuk persegi yang dibuat dengan bambu.

"Aku sedang membuat layang-layang," ia membenarkan posisi kerangka tersebut, barulah terlihat olehku kalau itu adalah kerangka layang-layang. Ia mengangkat kerangka itu agar aku dapat melihatnya dengan jelas.

Ia pun kembali dengan pekerjaannya dan aku menontoninya.

"Omong-omong, mengapa kau tiba-tiba membuat layang-layang? Kau mau memainkannya di cuaca sedingin ini?"

"Sebenarnya aku tak begitu suka layang-layang. Kemungkinan kecil untuk memainkannya." Aku Aki. "Ini layang-layang untuk sepupuku kok. Mungkin saat hari Natal nanti aku akan memberikannya."

Ia melirikku sesaat. Aku tersenyum tipis. Aku tahu siapa sepupunya.

"Sebenarnya, setelah dari Chinatown waktu itu, ucapannya terus menghantuiku," jelas Aki. Kini ia sedang menggunting kertas berwarna putih. "Dia memang suka layang-layang, sampai-sampai ayahnya sendiri yang membuatkannya layang-layang. Waktu itu aku berpikir, jika aku menghancurkan layang-layangnya berkali-kali, ia pun tak akan mempermasalahkannya karena ada seseorang yang bisa membuatkannya layang-layang. Berbeda dari bebek karetku yang ia lempar ke perapian, ayahku tak bisa membuat bebek karet.

"Tapi, aku baru tahu jika ayahnya sudah lama meninggal. Tak ada yang memberitahuku karena aku pun sebelumnya sempat berpisah dengan keluarga Kawamura dan keluarga Kawamura pun sudah lama bertengkar dengan keluarga Matsumura sehingga mereka tak saling berkomunikasi lagi. Aku sungguh merasa bersalah kepadanya."

"Aku tak tahu jika ia suka layang-layang," aku tak tahu mau berkomentar apa. Namun, selama ini aku sungguhan tak tahu jika Ryosuke menyukai layang-layang. Ryosuke pun tak pernah menceritakannya.

Aki menolehku dengan tatapan tak percaya, "Kau tak tahu?" katanya, terdengar kaget. "Bukankah kau sudah menghabiskan waktu delapan tahun ini bersamanya? Jika kau tanya 'Permaianan apa yang kau sukai?' kepada Ryosuke, dia akan berseru 'Layangan!'."

Yang aku tahu, ia hanya suka cello. Hanya itu. Apalagi? Cheesecake? Itu baru-baru ini... Aku merasa jika aku tak amat mengenal pemuda itu. Maksudku, sudah delapan tahun lamanya kami saling kenal, tetapi mengapa aku tak tahu tentang itu?

Oh, bagus. Aku merasa idiot sekarang! Lagi-lagi aku memikirkannya....

"Yurika, maaf." Kata Aki. "Aku tak bermaksud membicarakannya."

Aku terpaku menatapnya. Sekarang, aku meyakinkan jika Aki pandai membaca pikiran orang lain. Aku pun secepatnya mengalihkan pembicaraan.

"Omong-omong, kau masih mandi bersama bebek-bebek karetmu?"

Ia menghentikan pekerjaannya. "Kau mau melihatnya?"

Sebentar saja ia sudah membawaku pergi ke kamar mandi, dan aku masih tak percaya dengan apa yang kutatap sekarang: Delapan ekor bebek karet berwarna kuning berbaris rapi di tepi ofuro, serta kapal mainan yang juga turut berbaris di depan mereka, seakan-akan kapal mainan itulah induk mereka.

Kini aku menatap Aki sangsi, "Berapa umurmu?"

Ia tersenyum seperti mentari di pagi hari, "Delapan belas."

Season To Choose YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang