[33] Jatuh Ke Dasar Jurang

58 15 4
                                    

MALAM itu, aku terus dikuasai kecemasan sehingga membuatku terjaga sampai pagi.

Bagaimana jika Ryosuke mendengar pembicaraanku bersama Aki tadi malam?

Berkat kecemasanku itu, jari-jari tanganku tak sanggup mengetik pesan singkat untuk Ryosuke.

Di meja makan, Ibu dan Ayah mencemasiku dengan selorohan. Mereka bertanya sekali lagi, apa aku baik-baik saja, dan kujawab dengan anggukan. Lalu aku meminta Ayah untuk mengantarku ke sekolah dengan menggunakan mobil bututnya.

Aku sendiri punya alasan atas kedatanganku ke sekolah sepagi ini. Aku menghindari Aki karena tak ingin pergi bersamanya ke sekolah. Tapi, yang paling utama adalah bahwa aku ingin menemui Ryosuke. Sepagi ini, murid-murid belum ramai di sekolah dan Ryosuke sudah berada di sana, kemungkinan besar untuk berbicara padanya akan terjadi.

Kelas hanya diisi oleh Si Ketua Kelas, Yamauchi Mai-san, Himura-kun, dan Nagahama-san saat aku masuk ke dalam kelas. Bangku Ryosuke masih belum terisi. Aku duduk di bangkuku dengan rasa ketidaktenangan. Nagahama-san yang sedari tadi bergurau bersama Himura-kun di depan kelas, kini mendekatiku. Ia duduk di bangkunya dan menghadap ke arahku, mengamatiku dengan tatapan keheranan.

"Yurika, tumben kau datang sepagi ini? Mengapa tak pergi bersama Kawamura-kun? Oh, astaga! Ada apa dengan wajahmu?"

Aku tak menyahut semua rentetan pertanyaan dari Nagahama-san. Mataku terus terpusat ke bangku Ryosuke, lalu beralih ke pintu depan. Begitu terus hingga rasa takut semakin menguasaiku.

"Hei, kau punya lingkaran hitam di mata." Tegur Nagahama-san. Rupanya ia masih terpaku mengamatiku. "Kantong matamu juga lebih besar.... Dan kau juga lupa memakai lip balm. Ah, kau bawa lip balm? Kalau tidak, aku—"

"Mengapa Ryosuke belum datang juga?" tanyaku kepadanya. Dan baru kusadari bahwa aku baru saja memotong perkataannya.

Nagahama-san terpaku padaku sebelum akhirnya menoleh ke belakang—lebih tepatnya ke bangku Ryosuke. Lalu, ia menolehku, "Maksudmu Matsumura-kun? Biasanya dia sudah datang di jam...."

Belum selesai Nagahama-san berbicara, Ryosuke sudah menampakkan batang hidungnya. Tanpa melihat ke sekitar, ia langsung menarik kursi dari meja, lalu duduk di kursinya. Diletakkannya tas di atas meja.

Rasa takut semakin mendekap tubuhku. Ujung-ujung jemariku mulai terasa sejuk. Aku ingin mendekatinya dan meluruskan semua kesalahpahaman itu. Tapi, aku tak berani. Entah karena aku dan dia terasa begitu jauh, atau karena ada sebuah tembok tak kasat mata yang menjulang tinggi di antara kami.

Ryosuke mengeluarkan buku saku dari dalam tasnya dan mulai membaca.

Jika aku hanya terpaku menatapnya dari bangku ini, semua kesalahpahaman itu tak akan berakhir.

Aku sadar betul, ini pun sebenarnya bukan salahku. Pemuda itu yang memulai duluan. Dia yang tak mau jujur akan hubungan kami yang sebenarnya di depan Aki. Dan aku pun mengikuti apa yang ia katakan.

Tapi, tetap saja aku merasa cemas....

Setelah pertengkaran kami di hari Minggu itu dan malam ketika—yang sebelumnya tidak kuketahui—ia datang ke rumah, aku merasa jika hubungan kami sudah berada di tepi jurang.

Aku tak ingin hubungan kami jatuh ke dasar jurang hanya karena kesalahpahaman itu. Toh, selama tiga tahun menjalin percintaan bersamanya, aku dan dia baik-baik saja walau hubungan kami tak diketahui oleh siapa pun.

Aku sudah siap akan mengangkat pinggang setelah mengusir ketakutan dan mengumpulkan keberanian, namun seseorang melongokkan kepala dari ambang pintu. Pemuda berperawakan tinggi dan kurus memanggil nama Ryosuke.

Season To Choose YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang