[26] Rahasia Dari Album Foto

52 15 22
                                    

SORE itu, Ibu memintaku untuk mengantarkan sebagian roti melon yang ia buat ke rumah Nenek Hanako. Ibu bilang, Nenek Hanako sedang berada di rumah sekarang. Aku pun bergegas ke sana sembari memeluk toples berisikan roti melon.

Saat sampai ke halaman rumah Nenek Hanako, kulihat ia baru saja melintas di pekarangan belakang rumah. Aku pun menghampirinya. Rupanya Nenek Hanako baru saja mengambil pakaian-pakaian di penjemuran.

"Konbanwa, Nenek Hanako,"

Nenek Hanako yang akan segera naik ke engawa mendadak berhenti dan menolehku. Bersama keranjang berisi pakaian yang diangkatnya, ia tersenyum padaku. Sekali lagi kukatakan kepada kalian, senyum wanita tua ini selalu saja tampak berseri-seri meskipun keriput di mana-mana.

"Yurika-chan? Konbanwa." Ia meletakkan keranjang tersebut di atas engawa. "Apa yang membuatmu hingga datang kemari?"

Aku mengangkat toples di depan wajahku. "Ibu baru saja membuat roti melon dan ini spesial untuk Nenek Hanako yang selalu saja cantik."

Nenek Hanako tertawa kecil. "Ayo, masuklah ke rumahku."

Aku pun mengekori Nenek Hanako menapaki undakan, berjalan beberapa langkah di engawa, lalu masuk ke dalam rumahnya melalui pintu belakang. Tak lupa Nenek Hanako membawa keranjang pakaiannya dan diletakkannya di ruang tengah. Aku menarik kursi dari dalam meja makan dan duduk di sana. Kuletakkan toples yang sedari tadi kubawa dari rumah di atas meja.

Saat Nenek Hanako sedang membuat teh, kutanyai ia ke mana perginya Aki. Ia bilang, Aki langsung bekerja sepulang dari sekolah. Nenek Hanako pun bisa bersantai-santai hari ini karena Aki yang meminta ia untuk tidak bekerja.

Tanpa sadar, aku bergumam, "Baik sekali Aki."

Nenek Hanako kembali tertawa kecil saat memindahkan dua buah cangkir berisi teh di atas meja makan.

"Dia selalu saja begitu, menyuruhku lebih banyak bersantai-santai di usiaku yang sekarang ini." Ujar Nenek Hanako. Ia pun duduk di kursi kosong di depanku. "Tapi, kau pun tahu, jika aku ini tak bisa kalau tak melakukan apa pun. Sedari muda, aku senang bekerja. Jika aku hanya berdiam diri di rumah sambil menikmati acara yang ada di televisi, bisa-bisa aku gila."

Aku terkikik. "Mengapa Nenek bisa berkata demikian?" kataku. "Tahukah Nenek jika sebenarnya anak muda seumuranku ini lebih senang tidur di sepanjang hari libur dan menonton acara komedi setiap akhir pekan ketimbang melakukan sesuatu yang melelahkan karena tenaga kami sudah terkuras oleh kegiatan sekolah. Kami bahkan berpikir jika bersekolah merupakan suatu aktivitas yang amat melelahkan."

"Bagaimanapun, rumah ini sunyi dan sepi. Tak ada orang yang kuajak bicara jika aku seharian di rumah, sementara Aki pergi ke sekolah. Mungkin karena itu aku sangat senang bekerja, karena aku menemui banyak orang yang bisa kuajak bicara."

Setelah Nenek Hanako berujar, ia tersenyum tipis. Lalu, ia menatapku dengan serius, tampak jika ia sedang menimbang-nimbangi ucapanku tadi.

"Tapi, semelelahkan apa pun masa-masa bersekolah, masa-masa itulah yang paling menyenangkan ketimbang masa-masa yang lainnya, bukan?" ucap Nenek Hanako, akhirnya. Ia tersenyum kecil kepadaku. "Masa muda sangat menyenangkan. Kau tak boleh menyia-nyiakan masa mudamu itu. Karena apa? Karena kau tak bisa mengulangi masa itu. Barangkali jika kau sudah berada di umurku, kau akan merindukan masa mudamu dan ingin kembali ke masa itu."

Seketika rasa sejuk menjalar di dinding hatiku. Aku mengangguk. Akan kusimpan semua perkataan Nenek Hanako kali ini di dalam kepalaku.

Kami saling tersenyum, lalu menyesap teh dari masing-masing cangkir kami. Nenek Hanako juga membuka penutup toples dan menyicipi roti melon yang dibuat Ibu. Ia sempat berhenti mengunyah dan mendelik ke arahku. Kupikir, Ibu baru saja mengisi wasabi di dalam roti melon untuk menjahili Nenek Hanako. Tetapi rupanya Nenek Hanako hanya ingin berkata, "Enak". Aku menghela napas lega. Kami malah tergelak setelahnya.

Season To Choose YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang